Bisnis.com, MEDAN - PT Pertamina Marketing Operation Region I memperingatkan para agen dan pangkalan untuk tidak menjual gas elpiji non subsidi lebih mahal dari ketentuan.
Rudi Ariffianto Area Manager Communication & Relations Pertamina MOR I mengungkapkan, mulai 8 November pihaknya menaikkan harga gas elpiji non subsidi, yakni Rp5.000 untuk Bright Gas 5,5 kg dan Rp10.000 untuk tabung 12 kg.
"Kepada agen dan pangkalan, jangan menjualnya melebih dari kenaikan harga itu," ujar di Medan, Sabtu (11/11/2017).
Dia menegaskan, Pertamina memang tidak berwenang untuk menindak langsung pangkalan atau pengecer dalam pelanggaran harga penjualan gas elpiji, baik subsidi maupun non subsidi.
Namun bila tetapi membandel, Pertamina dapat menindak pangkalan melalui agen. Yakni dengan mempengaruhi ketersediaan stok elpiji yang dimiliki pangkalan, melalui agen.
"Kalau ada pangkalan yang bandel, stok elpiji agen yang menaunginya bisa kami potong dan agen itu tentunya akan ikut memangkas stok pangkalan yang bersangkutan."
Rudi memaparkan, elpiji 12 kg dan Bright Gas 5,5 kg merupakan produk non subsidi dan Berdasarkan Permen Nomor 26/2009, penetapan harga diserahkan kepada badan usaha. Badan usaha diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga.
Namun, penyesuaian tersebut tidak selalu naik, tetapi juga bisa turun. Buktinya, kata dia, pada September 2015 dan Januari 2016 Pertamina pernah menurunkan harga produk non subsidi cukup signifikan. Ketika itu penurunannya sampai sekitar Rp5.800.
Adapun penentuan harga elpiji non subsidi sangat dipengaruhi oleh dua faktor. Dari sekitar 7 juta metrik ton elpiji yang disalurkan Pertamina, sekitar 5 juta metrik ton bersumber dari impor sehingga penentuan harganya sangat dipengaruhi oleh Contract Price (CP) Saudi Aramco. Dan faktor kedua adalah kurs Rupiah terhadap Dolar.
Karena itu, pergerakan harga dari CP Aramco dan kurs akan berpengaruh terhadap harga elpiji non subsidi Pertamina.