Bisnis.com, PALEMBANG – Pertamina Refinery Unit (RU) III Plaju meluncurkan produk polypropilene dengan merek Polytam High Grade untuk mengurangi impor plastik yang mencapai US$6,9 miliar.
Direktur Pengolahan Pertamina Toharso mengatakan Polytam High Grade diproduksi oleh kilang RU III Plaju sebanyak 4.000 ton per bulan untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan berbahan baku plastik.
“Polytam High Grade merupakan produk polypropilene berkualitas tinggi yang lebih tahan panas dan oksidasi, serta memiliki warna yang lebih putih,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Rabu (29/3).
Toharso menjelaskan polypropilene merupakan bahan baku pembuatan plastik yang kebanyakan digunakan pada industri kemasan makanan dan minuman. Dia mengatakan Distribusi Polytam High Grade ini menyasar wilayah di Jabodetabek, Bandung, Semarang, Lampung dan Medan.
Menurutnya, Polytam High Grade diharapkan dapat mengurangi impor bahan baku plastik Indonesia dan memenuhi kebutuhan akan produk polypropilene berkualitas tinggi. “Data dari Kementerian Perdagangan menyebutkan, tahun 2015 nilai impor plastik senilai US$6,9 miliar,” katanya.
Sementara Data dari LIPI menyebutkan, konsumsi plastik di Indonesia per kapita pada 2016 mencapai 17 kilogram per tahun dengan pertumbuhan konsumsi mencapai 6% -- 7% per tahun.
Industri makanan dan minuman merupakan konsumen terbesar plastik lewat permintaan atas kemasan. Mayoritas kemasan yang digunakan oleh industri di Indonesia adalah kemasan plastik.
Adapun porsi material plastik fleksibel mencapai 42% dari total bahan baku yang digunakan oleh industri kemasan, diikuti oleh kemasan kardus sebanyak 28%, dan kemasan plastik solid sebanyak 14%.
Penjualan kepada industri makanan dan minuman menyumbangkan sekitar 68% dari total omzet industri kemasan pada 2015. “Meskipun demikian, pengembangan industri plastik masih memiliki ketergantungan terhadap bahan baku plastik impor,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, terbatasnya kapasitas produksi bahan baku seperti polypropilene mengakibatkan Indonesia masih harus mengimpor 694.000 ton. Sebagai perbandingan, total kebutuhan bahan baku tersebut di Indonesia mencapai 1,64 juta ton.