Bisnis.com, PALEMBANG — Bank Indonesia memperkirakan permintaan terhadap komoditas karet asal Sumatra Selatan (Sumsel) masih relatif aman di tengah kebijakan tarif impor sebesar 19% dari Amerika Serikat untuk Indonesia.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumsel Bambang Pramono mengungkapkan kondisi itu sejalan dengan keberagaman mitra dagang Sumsel untuk komoditas karet.
“Dari sisi komoditas, karet menjadi komoditas yang diperkirakan terdampak (kebijakan tarif), namun secara struktural pasar karet Sumsel masih terdiversifikasi,” ujarnya dalam tanggapan kepada Bisnis, dikutip Kamis (24/7/2025).
Dia menyebutkan, karet Sumsel memang mendominasi total ekspor Sumsel ke AS, dengan besaran hingga 92,54%.
Namun begitu, selain AS, karet Sumsel juga diekspor ke sejumlah wilayah diantaranya China dengan besaran 29,81%, Eropa 12,05%, Jepang 9,87%, India 8,21%, ASEAN 1,02%, dan lainnya sebesar 17,39%.
Oleh karena itu, meskipun terdapat potensi penyesuaian volume ekspor ke AS dalam jangka pendek akibat tarif 19%, pihaknya memperkirakan demand karet masih akan terjaga.
Baca Juga
“Jadi sebaran ekspor karet Sumsel ini merupakan faktor mitigasi risiko yang sangat penting, karena tidak membuat terlalu bergantung hanya pada satu negara,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel, Alex K. Eddy mengatakan nilai ekspor karet dari Sumsel tahun ini justru cenderung positif.
Berdasarkan catatan dari Januari hingga April 2025, ekspor karet Sumsel naik sebesar 46,99% (year on year/YoY) dengan nilai U$$690,445 juta.
“Ada berbagai faktor, tapi yang paling dominan itu karena adanya peningkatan harga di awal tahun, sehingga para petani bergairah menyadap lagi di kebunnya,” ungkapnya.
Secara rinci untuk ekspor karet Sumsel pada Januari mencapai 62.354 ton, Februari 71.843 ton, Maret 66.754 ton, dan April 63.132 ton. Sehingga total karet Sumsel yang telah diekspor sebanyak 264.083 ton.
Meski tren permintaan karet masih cukup positif, Alex tetap mewanti—wanti potensi penurunan harga sejalan dengan perkembangan geopolitik internasional dan kebijakan AS yang tidak diprediksi.
Dengan demikian, dia menekankan agar pemerintah dapat mendorong peningkatan kebutuhan karet di dalam negeri.
“Saatnya pemerintah memikirkan peningkatan konsumsi domestik karet dengan hilirisasi. Sehingga bisa melepaskan ketergantungan pada pasar internasional,” tutupnya.