Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelajah Daulat Pangan 2025: Sumbar Rawan Bencana Alam dan Harapan Petani Hortikultura

Sentra tanaman hortikultura di Ranah Minang berada di tiga daerah yakni di Kabupaten Tanah Datar, Agam, dan Kota Padang Panjang.
Hamparan pertanian tanaman hortikultura di Desa Ekor Lubuk, Kota Padang Panjang, Sumatra Barat, Rabu (11/6/2025). Bisnis/Muhammad Noli Hendra
Hamparan pertanian tanaman hortikultura di Desa Ekor Lubuk, Kota Padang Panjang, Sumatra Barat, Rabu (11/6/2025). Bisnis/Muhammad Noli Hendra

Bisnis.com, PADANG PANJANG - Wilayah Sumatra Barat menjadi daerah rawan terjadi bencana alam dan kondisi ini tidak hanya mengancam nyawa maupun dampak lainnya tapi juga turut mengancam keberlangsungan tanaman pangan maupun hortikultura yang tersebar di sejumlah daerah.

Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar mencatat sentra tanaman hortikultura di Ranah Minang berada di tiga daerah yakni di Kabupaten Tanah Datar, Agam, dan Kota Padang Panjang. Serta untuk sentra bawang merah berada di Alahan Panjang, Kabupaten Solok.

“Sebenarnya ada banyak kabupaten dan kota di Sumbar yang juga menanam hortikultura ini, tapi tidak terlalu banyak, dan yang banyak itu memang di Agam, Tanah Datar, dan Padang Panjang, makanya jadi sentra di sana,” kata Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin, Rabu (11/6/2025).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), produksi hortikultura di Sumbar didominasi oleh bawang merah, kubis, cabai keriting, tomat, dan terung. Bila dibandingkan dengan produksi tahun 2023, pada tahun 2024 terdapat beberapa komoditas yang mengalami peningkatan produksi. Peningkatan produksi tersebut terdapat antara lain pada bawang putih, kubis dan bawang daun. 

Kemudian untuk bawang putih mengalami peningkatan dari 587,84 ton menjadi 867,85 ton, sedangkan kubis meningkat dari 176.081,39 ton menjadi 248.881,75 ton. Bawang daun meningkat dari 53.061,48 ton pada tahun 2023 menjadi 62.072,61 ton pada tahun 2024. Komoditas yang mengalami penurunan produksi antara lain bawang merah, kacang panjang, kangkung dan ketimun. 

Di satu sisi Ferdinal mengakui bahwa tidak dapat dipungkiri keberadaan hamparan pertanian dan perkebunan di Sumbar ini dibayang-bayangi ancaman bencana alam, mulai dari bencana banjir, tanah longsor, gunung api, hingga gempa dan tsunami. Persoalan ini, memang menjadi perhatian serius pemerintah daerah, supaya pangan di Sumbar tetap terjaga.

Menurutnya melihat pada kondisi bencana alam yang cukup parah terjadi di tahun 2024 lalu, kawasan sentra hortikultura turut merasakan dampaknya, akibat banjir bandang lahar dingin Gunung Marapi. Kondisi tersebut membuat ketersediaan tanaman hortikultura seperti sayur-sayuran jadi tidak stabil.

“Hortikultura yang ada di Sumbar ini hasil produksinya tidak hanya untuk di dalam daerah saja, tapi juga turut memasok ke provinsi tetangga di Sumbar yakni Riau, Bengkulu, dan Jambi,” jelasnya.

Dia menyebutkan pengendalian ketersediaan hortikultura di Sumbar sangat penting dilakukan, karena cukup sering komoditi yang memberikan andil terhadap inflasi, seperti kenaikan harga cabai merah, bawang merah, dan sayur-sayuran lainnya.

Artinya bila ketersediaan aman di dalam daerah, maka gejolak harga bisa dikendalikan. Begitu sebaliknya, bila ketersediaan tidak stabil, maka harga-harga pangan di pasar naik, dan kemudian menyebabkan Sumbar inflasi.

“Jadi soal ancaman bencana alam ini memang jadi perhatian kami. Bahkan koordinasi dengan pemerintah daerah pun terus di intenskan, dengan cara mengedukasi petani untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap kondisi cuaca yang terjadi,” ujarnya.

Dikatakannya sejauh ini strategi yang dilakukan itu yakni memberikan edukasi kepada petani, dalam memahami kondisi perubahan cuaca. Dengan cara tersebut, kata Ferdinal, petani bisa mengambil keputusan terkait kapan untuk memulai turun mengelolah lahan sawah atau kebunnya.

Selain perlu adanya upaya tetap menjaga kestabilan stok, sektor pertanian memiliki peran yang besar dalam pertumbuhan ekonomi Sumbar. Oleh karena itu, dengan turut menjaga dan meningkatkan produktivitas petani, akan berdampak kepada ekonomi petani.

Melihat dari data Sumbar mencatat sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian Sumbar. Hal ini dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor pertanian pada distribusi Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) serta banyaknya tenaga kerja yang berada pada sektor pertanian tersebut. 

Pada tahun 2023 PDRB Sumbar atas dasar harga berlaku (adhb) tercatat sebesar Rp312,77 triliun. Penyumbang terbesar dalam pembentukan PDRB Sumbar pada tahun 2023 masih dihasilkan oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu sebesar 21,04% atau senilai Rp65,80 triliun (angka sangat sementara). 

BPS mencatat dari tujuh subsektor yang terdapat pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, subsektor hortikultura menyumbang sebesar Rp8,36 triliun atau 2,67% dari total PDRB Sumbar, berada di posisi No. 4 setelah subsektor perikanan (4,31%), tanaman pangan (5,19%), dan perkebunan (5,35%). 

Ketersediaan data statistik hortikultura tentu menjadi bagian yang penting bagi pemerintah daerah Sumbar dalam upayanya memajukan peran sektor pertanian terhadap perekonomian Sumbar.

Sementara itu di tahun 2023 sekitar 33,90% penduduk di Sumbar usia 15 tahun ke atas bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (SBDA 2023). Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tersebut masih merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja, sehingga bisa dikatakan merupakan tulang punggung perekonomian di Sumbar.

Harapan Petani Hortikultura

Salah seorang petani Ekor Lubuk, Kota Padang Panjang, Iwel menyampaikan kondisi rawan bencana alam di Ranah Minang memang menjadi momok yang menakutkan bagi petani. Namun hal tersebut tidak menjadi hal yang terlalu dikhawatirkan, karena sifat bencana alam tidaklah selalu terjadi di daerah yang sama secara berturut-turut.

Baginya soal ancaman bencana alam yang bisa mengganggu kedaulatan pangan itu, tapi kemudahan akses mendapatkan pupuk dan bantuan pemerintah dalam mengangkat harga panen. Selebihnya, kata Iwel, tinggal selera dan kesanggupan tenaga petani untuk tetap bisa mengolah lahannya.

“Selagi pupuknya mudah didapatkan, pemerintah bantu harga panen tetap bagus. Maka produktivitas akan bisa ditingkatkan, dan dengan demikian bisa meningkatkan kesejahteraan petani,” ujarnya.

Seperti halnya saat ini, petani merasakan betul dengan mudah mendapatkan pupuk bersubsidi, dan hal ini membuat hasil panen komoditas tomat, dan ditambah harga tomat lagi naik, dimana saat ini harga tomat ditingkat petani Rp10.000 hingga Rp12.000 per kilogramnya.

“Kenapa hal ini bisa terjadi, karena pupuk mudah didapatkan. Coba kalau pupuk ini langka dan sulit, dipastikan produktivitas jadi terganggu,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia berharap kepada pemerintah untuk bisa membantu petani mempermudah segala akses keperluan petani, selain pupuk, bantuan perbaikan irigasi pertanian, jalan untuk pertanian, dan keperluan alat dan lainnya, agar tidak dipersulit.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper