Bisnis.com, PALEMBANG – Peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 diperkirakan akan berdampak pada daya beli masyarakat.
Pengamat Ekonomi Universitas Sriwijaya, Sukanto, mengungkapkan bahwa kenaikan PPN ini mengingatkan pada pengalaman tahun 2022, ketika PPN dinaikkan dari 10% menjadi 11%.
Saat itu, konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa mengalami penurunan. Padahal, penurunan konsumsi secara agregat dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
“Data menunjukkan kontribusi konsumsi terhadap PDB Indonesia sebesar 54%. Sementara itu, jika kita melihat data dari Sumatra Selatan, kontribusi konsumsi terhadap PDRB di provinsi ini mencapai 62,77% pada kuartal kedua 2024,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (27/12/2024).
Dari sisi dunia usaha, Sukanto menilai dampak kenaikan PPN ini akan dirasakan langsung oleh perusahaan-perusahaan, terutama terkait dengan permintaan terhadap produk barang atau jasa. Pada gilirannya, kondisi ini akan berimbas pada menurunnya keuntungan (profit), yang menyulitkan perusahaan untuk melakukan ekspansi.
“Dalam jangka pendek, respons yang dilakukan oleh perusahaan adalah efisiensi, dan tidak jarang dengan melakukan rasionalisasi pegawai (PHK). Dampak terhadap masyarakat dan pengusaha tersebut, secara makro, akan menggerus perekonomian di tahun depan,” kata Sukanto.
Baca Juga
Kendati pemerintah telah mengatur agar produk barang dan jasa yang dikenakan tarif PPN 12% hanya terbatas pada barang mewah, Sukanto menekankan bahwa konsumen barang mewah sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke atas.
Sementara berdasarkan data yang ada, jumlah konsumen golongan ini mengalami penurunan signifikan dalam lima tahun terakhir, dari 20,3 juta orang pada tahun 2018 menjadi 18,8 juta orang pada tahun 2023.
“Kenaikan tarif PPN ini diprediksi akan semakin menggerus daya beli kelas menengah ke atas, yang berpotensi menyebabkan golongan ini turun kelas menjadi menengah bawah, bahkan rentan,” sambungnya.
Oleh karena itu, stimulus ekonomi seyogyanya tidak hanya fokus pada penurunan daya beli, tetapi juga perlu memperhatikan kalangan menengah dan pengusaha, terutama UMKM, agar dampak PPN 12% tidak terlalu dalam terhadap perekonomian tahun 2025,” ujar Sukanto.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sumsel, Sumarjono Saragih mengungkapkan pajak memang menjadi kewajiban setiap warga negara.
Namun, menurutnya, pajak harus lebih adil dengan tidak melemahkan daya saing dalam dunia usaha apalagi melemahkan daya beli masyarakat.
“Selain itu harus tepat waktu dan digunakan dengan efisien, tidak dikorupsi,” tegasnya.
Sehingga, dia menilai, sebelum adanya kebijakan kenaikan pajak, pemerintah harus terlebih dahulu membereskan apa yang selama ini bocor dan rusak dalam pengelolaan hasil pajak.