Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Obligasi Daerah Terkendala Persetujuan DPRD

Proses penerbitan obligasi daerah masih menghadapi berbagai kendala yang signifikan, terutama terkait dengan otonomi daerah dan persetujuan legislatif daerah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui masih ada kendala bagi pemda dalam menerbitkan obligasi daerah.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui masih ada kendala bagi pemda dalam menerbitkan obligasi daerah.

Bisnis.com, PEKANBARU -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui masih ada kendala bagi pemda dalam menerbitkan obligasi daerah.

Padahal OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 10 Tahun 2024 tentang Penerbitan dan Pelaporan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah (POJK 10/2024) untuk perluasan sumber pembiayaan fiskal pemerintah daerah melalui pemanfaatan sumber pendanaan di pasar modal.

Kepala Departemen Pengawasan Pengelolaan Investasi dan Pasar Modal Regional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Broto Suwarno mengatakan proses penerbitan obligasi daerah hingga saat ini masih menghadapi berbagai kendala yang signifikan, terutama terkait dengan otonomi daerah dan persetujuan legislatif daerah. 

"Permasalahan utama yang dihadapi pemerintah daerah (Pemda) dalam menerbitkan obligasi adalah perbedaan pandangan antara Pemda dan DPRD," ungkapnya, Kamis (26/9/2024).

Menurut Edi, Obligasi Daerah merupakan instrumen pembiayaan yang bisa digunakan untuk mengatasi kekurangan anggaran dalam pembangunan daerah. Namun, proses penerbitan obligasi ini membutuhkan dukungan yang kuat dari DPRD, yang seringkali sulit dicapai. 

Dia mengakui salah satu masalah terbesar adalah persetujuan DPRD. Penerbitan obligasi daerah memerlukan adanya jaminan pengembalian yang sering kali melibatkan aset-aset daerah, dan DPRD sering kali belum sepakat dengan Pemda dalam hal ini.

Selain itu, Edi menambahkan bahwa penerbitan obligasi daerah berbeda dengan obligasi negara yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di tingkat daerah, kebijakan ini lebih kompleks karena terkait dengan otonomi daerah dan pengelolaan anggaran yang harus disepakati oleh DPRD serta Pemda.

"Salah satu syarat utama penerbitan obligasi daerah adalah adanya jaminan pengembalian utang dari penerbitan surat utang tersebut. Namun, banyak daerah yang masih ragu untuk menjaminkan aset daerahnya karena ketidakpastian pengembalian serta kurangnya kesepahaman dengan DPRD," kata Edi.

Kemudian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar juga menjadi faktor penentu bagi daerah dalam menerbitkan obligasi. Daerah-daerah dengan PAD yang besar mungkin lebih berpotensi untuk menerbitkan obligasi, tetapi bagi daerah yang bergantung pada dana dari pusat, hal ini masih menjadi tantangan besar, karena keputusan penerbitan obligasi perlu didukung oleh DPRD.

Hingga saat ini, beberapa inisiatif penerbitan obligasi daerah telah diusulkan, tetapi hambatan utama tetap pada masalah regulasi dan koordinasi antara Pemda dan DPRD. Tanpa adanya kesepakatan yang kuat antara kedua pihak mengenai jaminan dan pengelolaan utang, penerbitan obligasi daerah masih sulit untuk direalisasikan.

Untuk ke depannya, Edi menyarankan agar Pemda dan DPRD bekerja lebih erat dalam memahami potensi penerbitan obligasi sebagai salah satu instrumen pembiayaan pembangunan, sekaligus menjaga kehati-hatian dalam pengelolaan aset daerah yang dijadikan jaminan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper