Bisnis.com, MEDAN - Ekonom dari Universitas Islam Sumatra Utara (UISU) Gunawan Benjamin menyebut penurunan harga sejumlah kebutuhan masyarakat sepanjang tahun 2024 di Sumatra Utara jadi catatan serius yang perlu diwaspadai pemerintah.
Pasalnya, di tahun 2024 ada sejumlah agenda politik mulai dari Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, hingga Pemilihan Kepala Daerah yang sebelumnya dinilai Gunawan akan mampu mendongkrak belanja masyarakat. Di samping itu, beragam bantuan juga terus digelontorkan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, baik berbentuk tunai maupun bantuan pangan.
Dia mengatakan, deflasi yang terjadi belakangan ini tak bisa dianggap remeh. "Jika deflasi yang terjadi di Sumut disimpulkan sebagai tanda terjadi penurunan daya beli, maka saya setuju," kata Gunawan kepada Bisnis, Senin (2/9/2024).
Gunawan menyampaikan ada indikasi pelemahan demand atau permintaan yang membuat sejumlah harga komoditas pangan mengalami penurunan.
Di samping itu, dia menyebut ada selisih harga yang cukup jauh untuk satu jenis komoditas yang sama yang di jual di wilayah yang sama.
Gunawan mengatakan telah melakukan observasi ke sejumlah pedagang besar ayam potong. Hasilnya, rata-rata pedagang besar mencatatkan ada penurunan penjualan hingga 15% selama tahun berjalan. "Dan penurunan permintaan tersebut juga diikuti dengan penurunan harga daging ayam," kata Gunawan.
Baca Juga
Dia mencontohkan, harga ayam potong di level pedagang besar pada dua bulan pertama 2024 berkisar Rp27.000-Rp30.000 per kg. Saat ini, harganya menjadi sekitar Rp24.000 per kg tapi penjualan ayam potong justru ikut anjlok.
Gunawan mengatakan, seharusnya konsumen membeli lebih banyak daging ayam saat harga relatif murah. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
Gunawan juga menyinggung saat terjadi kenaikan sesaat harga cabai di Sumut pada bulan Agustus, ada permintaan cabai merah dari wilayah Riau sekitarnya ke Sumut.
Permintaan yang cukup signifikan itu disebut Gunawan tak membuat harga cabai melonjak drastis di Sumut. Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama.
Deflasi, lanjutnya, memang seolah-olah menggambarkan bahwa konsumen atau masyarakat mendapatkan pilihan harga kebutuhan hidup yang lebih murah.
"Namun jika harga yang lebih murah tersebut tak juga mendorong konsumsi masyarakat secara riil, maka sejatinya daya beli masyarakat akan sangat terpukul di saat terjadi kenaikan harga. Dan saat itu terjadi, masyarakat kian jauh kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Di situ peluang terbuka terjadinya krisis ekonomi," jelas Gunawan.
Sebelumnya, BPS Sumut mencatat wilayah ini mengalami deflasi beruntun tiga bulan belakangan. Pada Agustus 2024, deflasi bulanan Sumut sebesar 0,14% (mtm).
Sebelumnya atau pada Juli 2024, deflasi bulanan Sumut tercatat lebih dalam, mencapai 0,82% (mtm) yang dipicu oleh turun drastisnya sejumlah harga komoditas pangan masyarakat, diantaranya ialah bawang merah dan cabai merah (keriting). (K68)