Bisnis.com, PADANG - Realisasi peremajaan atau replanting kelapa sawit di Provinsi Sumatra Barat hingga Juni 2024 masih nol alias belum adanya pengajuan replanting ke Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan.
Menurut keterangan Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin kondisi tersebut terjadi karena adanya sejumlah persoalan, salah satunya sulitnya pekebun menyiapkan syarat administrasi lahan.
"Sampai saat ini kami masih menunggu usulan replanting dari kabupaten dan kota. Tapi belum ada yang memasukan usulan, sehingga belum ada terealisasi dari kuota yang diberikan ke kami di tahun 2024 ini yang jumlahnya 3.000 hektare," katanya, Selasa (16/7/2024).
Daerah yang mendapatkan kuota itu tersebar di Kabupaten Dharmasraya, Pasaman, Pasaman Barat, Sijunjung, Pesisir Selatan, Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Tanah Datar, Solok Selatan, dan Kabupaten Solok.
Dia menjelaskan replanting yang difasilitasi oleh pemerintah itu cukup banyak syarat-syarat yang harus dipenuhi, terutama soal lahan yang digunakan pekebun untuk replanting kelapa sawitnya, tidak boleh berada di kawasan hutan.
Kemudian meski berada di luar kawasan hutan, pekebun juga harus menyiapkan surat, dan bukti lahan tidak berada di kawasan hutan, suratnya harus diterbitkan oleh instansi kehutanan yang berada di Medan, setelah adanya verifikasi lahan.
Baca Juga
"Syarat-syarat yang begini yang membuat pekebun tidak mau menggunakan kuota replanting yang difasilitasi negara. Kalau berkas atau administrasi nya lengkap, pekebun mendapat dana yang jumlahnya Rp30 juta," jelasnya.
Dana replanting itu nantinya akan dikeluarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), setelah Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan mengeluarkan rekomendasi.
"Sekarang tidak ada yang bisa kami rekomendasikan ke BPDPKS, yang mengusulkan saja tidak ada," sebutnya.
Persoalan yang dihadapkan soal replanting kelapa sawit yang difasilitasi pemerintah ini juga sering didiskusikan dan sosialisasi ke pekebun kelapa sawit. Hasilnya, pekebun merasa sulit untuk mengurus surat-surat sebagai syarat administrasi.
"Dikarenakan replanting dari dana BPDPKS ini pakai dana APBN, maka syarat harus lengkap, jelas clear and clear status lahannya dan jelas pula by name by address," ujar Ferdinal.
Diakuinya persoalan tersebut bukanlah hal yang baru, namun mengingat tidak adanya perubahan syarat administrasi, sulit bagi pekebun untuk memenuhi kuota yang telah diberikan Kementerian Pertanian tersebut.
Di satu sisi, sebenarnya lahan perkebunan kelapa sawit di Sumbar yang seharusnya di replanting mencapai 98.000 hektare, yang merupakan kebun rakyat. Sedangkan kebun mitra dilakukan secara mandiri, tanpa mengajukan dana replanting ke BPDPKS.
Luas lahan perkebunan sawit di Sumbar untuk kebun rakyat 253.898 hektare dan untuk kebun perusahaan atau mitra 160.000 hektare.
"Dari luas lahan sawit itu produksi CPO per tahunnya rata-rata 65O ribu ton, dan bila replanting tidak dilakukan akan turut berpengaruh ke produksi sawit," kata dia.
Dikatakannya untuk kelapa sawit yang sudah memasuki usia 25 tahun, maka produksinya akan menurun serta akan sulit melakukan panen mengingat batang sawit sudah tinggi.
Ferdinal menyampaikan kendati replanting kelapa sawit untuk kuota yang disiapkan pemerintah di tahun 2024 ini seluas 3.000 hektare belum ada yang mengajukannya, tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada replanting kebun rakyat dilakukan secara mandiri.
"Kuota 3.000 ini kan dananya dari pemerintah yakni Rp30 juta per orang. Dikarenakan syaratnya dianggap sulit oleh pekebun, maka ada juga petani yang memiliki melakukan replanting secara mandiri saja," sebutnya.
Di sisi lain, Ferdinal melihat peran perkebunan terhadap pertumbuhan ekonomi Sumbar mencapai 5,4%. Artinya sektor perkebunan perlu untuk terus digenjot produktivitasnya.
Salah seorang pekebun kelapa sawit di Pesisir Selatan, Rizal menyampaikan bahwa para petani atau pekebun akan gagap bila dihadapkan soal surat menyurat untuk mendapatkan dana replanting yang difasilitasi pemerintah.
"Kami petani ini, kalau ada dibantu kami siap tampung. Tapi kalau harus izin surat itu dan ini lah, kami gagap, tidak paham dan buat kepala pusing. Makanya lebih pilih replanting pakai dana pribadi," ujarnya.
Rizal menjelaskan di dalam melakukan replanting ini, dirinya membeli bibit kelapa sawit ke tempat yang telah memiliki izin yang jelas, dengan demikian bibit yang dibelinya itu telah memiliki sertifikat.
"Harga bibit yang bersertifikat itu Rp35.000 per batang, saya beli pakai dana pribadi. Lagian kebun saya tidak terlalu luas, hanya 3 hektar saja. Jadi bisalah dilakukan secara bertahap," sebutnya.
Meski dia rela mengeluarkan dana yang cukup besar membeli bibit yang bagus atau bersertifikat itu, Rizal tidak menampik adanya keinginan agar ada bantuan dari pemerintah.
Untuk itu bicara soal syarat administrasi yang tergolong sulit itu, diharapkan ada solusi dan kemudahan yang diberikan pemerintah yakni Kementerian Pertanian.
"Kami mau saja replanting itu, tapi kalau harus ribet pula mengurusnya. Jadi malas kami urus replanting yang dananya dibantu pemerintah tersebut," tutupnya.