Bisnis.com, PAINAN - Ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diselenggarakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 2024 ini menghadirkan desa wisata dengan konsep yang berbeda pada ADWI tahun-tahun sebelumnya.
Desa wisata itu berada di Nagari/Desa Ampiang Parak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Desa Wisata Ampiang Parak ini memiliki keunikan dari 50 besar ADWI 2024 yakni desa wisata yang dikawinkan berbasis Pengurangan Resiko Bencana (PRB).
Ketua Pokdarwis Laskar Pemuda Peduli Lingkungan (LPPL) selaku Pengelola Desa Wisata Amping Parak, Haridman mengatakan alasan utama yang menjadikan Pokdarwis LPPL mengawinkan konsep konservasi dengan pengurangan resiko bencana itu, karena kawasan konservasi berada di dekat wilayah pantai yang memiliki ancaman megathrust Mentawai yang berpotensi tsunami.
"Kami tidak ingin pengunjung yang datang ke Desa Wisata Ampiang Parak ini apabila terjadi bencana alam yang menimbulkan tsunami, malah tidak bisa melakukan upaya penyelamatan atau evakuasi. Makanya melalui desa wisata ini kami sandingkan dengan konsep pengurangan resiko bencana," katanya, Senin (3/6/2024).
Dia menjelaskan untuk mempersiapkan wisata yang bisa menjadi pengurangan resiko bencana itu, Desa Wisata Ampiang membutuhkan tracking mangrove atau jembatan yang bisa menghubungkan kawasan pantai dengan daratan, dimana tracking itu harus melewati kawasan mangrove.
"Saat ini kami baru punya tracking mangrove di bagian gerbang hingga ke tengah kawasan tanaman mangrove saja, bangunannya sudah permanen. Nah, kami berharap ada dukungan dari Pemkab Pesisir Selatan untuk bisa membangun 108 meter tracking permanen lagi, sehingga bisa terhubung langsung hingga ke kawasan pantai," ujarnya.
Baca Juga
Dikatakannya selama ini Desa Wisata Ampiang Parak telah membangun tracking mangrove itu menggunakan kayu. Namun usia tracking yang dibangun dari kayu tersebut hanya bisa bertahan selama 2 tahun saja.
Sehingga saat ini kondisi tracking mangrove dari kayu itu sudah runtuh dan kayu-kayu sudah rapuh dan tidak aman lagi untuk dilalui.
Padahal untuk menyiapkan desa wisata sebagai pengurangan resiko bencana itu, tracking mangrove harus di bangun secara permanen.
Selain itu, di Desa Wisata Ampiang Parak juga diperlukan adanya gedung pertemuan, dimana melalui gedung pertemuan itu bisa menjadi tempat edukasi kepada setiap pengunjung yang datang. Mulai dari edukasi soal pengurangan resiko bencana, edukasi soal konservasi penyu dan tanaman mangrove.
"Jadi tracking mangrove merupakan poin penting untuk bisa memberikan rasa aman kepada pengunjung, ketimbang harus menggunakan kapal dalam melakukan upaya evakuasi ketika adanya potensi tsunami," tegas Haridman.
Menurutnya sangat tidak aman jika evakuasi pengunjung menggunakan kapal, selain memakan waktu yang lama, jumlah penumpang untuk satu kapal itu tidak bisa dalam jumlah yang besar.
Untuk itu, tracking mangrove melalui pembangunan permanen dinilai sebuah hal yang harus dibangun.
Tidak hanya soal tracking mangrove, hal yang sudah lama dilakukan Desa Wisata Ampiang Parak dalam penanggulangan bencana itu, yakni menanam mangrove dan tanaman cemara laut di sepanjang pantai di wilayah Desa Ampiang Parak.
Kemudian dalam melaksanakan ekowisata berbasis pengurangan risiko bencana, Pokdarwis bersama Pemerintah Desa (Nagari) telah berhasil menyusun Rencana Induk Pengembangan Ekowisata Desa yang menjadi rujukan dalam pembangunan Desa Wisata Amping Parak.
Selain itu di desa juga sudah ada sejumlah regulasi misalnya Peraturan Desa Tentang Ekowisata Berbasis Pengurangan Bencana.
Dimana untuk memperkuat kegiatan tentang kebencanaan di desa juga sudah ada Peraturan Desa Tentang Penanggulangan Bencana termasuk dokumen Rencana Kontinjensi Gempa Bumi dan Tsunami.
SK Desa Wisata sendiri terbit tahun 2021 dengan No 556/32/Kpts/BPT-PS/2021.
"Semenjak diterbitkannya SK Desa Wisata, pengelola terus berupaya meningkatkan fasilitas di kawasan yang menjadi daya tarik wisata. SK Desa Wisata direvisi pada tahun 2023," sebut Haridman.
Penghijauan Pantai yang Tandus
Dia juga mengatakan LPPL yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Langkah pertama yang dilakukan adalah upaya penghijauan pantai yang tandus di Amping Parak, kemudian upaya penanaman mangrove di areal pasang surut, penanaman vegetasi pantai ini dilakukan dengan pola tanam mitigasi bencana.
Kegiatan komunitas lingkungan selanjutnya adalah perlindungan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dari berbagai ancaman perusakan, misalnya perlindungan penyu dengan status hampir punah tersebut.
Di pantai yang sudah ditanami vegetasi itu terdapat tiga jenis penyu yang rutin bertelur yakni penyu lekang, penyu hijau dan sisik.
Menurutnya untuk sarana dan prasarana yang sudah ada saat ini misalnya gapura, sarana edukasi terkait penyu dan vegetasi pantai, pembangunan toilet umum, penerapan CHSE di objek wisata, homestay masyarakat maupun dikelola kelompok, membangun komunikasi dengan pengrajin sulaman serta rumah makan, melibatkan Sanggar Seni Limbak Tuah dalam kegiatan pariwisata.
Pokdarwis LPPL juga telah memperoleh SK Pengukuhan dari Dinas Pariwisata Pessel pada tahun 2019. Komunitas ini kemudian memperoleh pembinaan dari Dinas Pariwisata dan lembaga non pemerintah.
Sementara itu, terkait ilmu Pengurangan Risiko Bencana diperoleh dari Arbeiter Samariter Bund Jerman dari tahun 2016 sampai 2018, dan tahun 2023 hingga 2024 dapat program Desa Tangguh Bencana yang dibiayai World Bank.
Populer Bagi Pengunjung Asing
Haridman juga menyampaikan bahwa melihat dari dua tahun terakhir ini, cukup banyak datang pengunjung asing atau dari luar negeri yang datang langsung ke Desa Wisata Ampiang Parak.
"Ada dari Belanda, Jerman, Australia, dan beberapa negara lainnya. Mereka datang untuk mempelajari tentang penyu dan mangrove," jelasnya.
Melihat cukup banyaknya kunjungan dari luar negeri, dan banyaknya beberapa peneliti yang silih berganti datang ke Desa Wisata Ampiang Parak, Haridman lebih memprioritaskan kebersihan dan keamanan pengunjung yang telah datang ke lokasi konservasi.
"Jadi saat ini Desa Wisata Ampiang Parak lebih banyak dikunjungi pegiat konservasi luar negeri, ketimbang adanya kunjungan masyarakat lokalnya," ucap dia.
Sementara itu dalam situs resmi Kemenparekraf RI, Menparekraf Sandiaga Uno menyampaikan perjalanan ADWI 2024 telah memasuki babak akhir kurasi.
Untuk sampai di tahap ini, proses yang diikuti oleh peserta cukup berat karena harus bersaing dengan 6.016 desa wisata di seluruh Provinsi di Indonesia.
Sehingga banyak dari para penggiat desa wisata menunjukan pesona terbaik serta menggali potensi yang dimiliki desa wisata untuk disajikan dengan semenarik mungkin.
“Untuk sampai di titik ini perjalanan desa wisata tidaklah mudah. Bersaing dengan 6.016 desa wisata lainnya, membuat desa wisata berlomba-lomba menampilkan wajah terbaik desa wisatanya. Menggali seluruh potensi dan menyajikannya dengan kemasan yang sangat menarik,” ujar Sandiaga.
Dikatakannya untuk proses kurasi dengan tahapan yang cukup panjang disertai analisis penilaian secara objektif oleh dewan juri, menghasilkan desa wisata terbaik yang menjadi barometer dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024
“Setelah melalui proses kurasi yang panjang, analisis dan penilaian secara objektif oleh seluruh tim dewan juri, Kemenparekraf telah mendapatkan desa wisata terbaik dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia 2024,” katanya.
Dimana hingga posisi penutupan Mei 2024, Sandiaga mengumumkan 50 besar desa wisata Anugerah Desa Wisata Indonesia. Salah satunya masuk yakni Desa Wisata Ampiang Parak.