Bisnis.com, PALEMBANG – Sidang kasus dugaan korupsi akuisisi PT Satria Bahana Sarana (SBS) oleh PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) melalui anak usahanya PT Bukit Multi Investama (BMI) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Senin (26/2/2024).
Agenda sidang kali ini masih pemeriksaan saksi yang meringankan. Saksi yang dihadirkan adalah mantan pegawai Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumatra Selatan Ulil Fahri.
Mantan Pengendali Teknis Bidang Investigasi BPKP Sumsel itu menjelaskan dengan gamblang tugas auditor dan rekomendasi BPKP Sumsel saat dimintai penyidik untuk menghitung kerugian negara dalam aksi korporasi tersebut.
Dalam keterangannya, Ulil menjelaskan pemeriksaan kerugian negara itu hanya bisa dilakukan oleh auditor yang memiliki sertifikasi investigasi.
Menurut Ulil, pihaknya melakukan ekspose pada 12 Januari 2023 dalam rangka melakukan audit kerugian negara sesuai permintaan Kejaksaan Tinggi Sumsel.
“Setelah itu, dalam kesimpulan ada 7 risalah yang kami sarankan, salah satunya harus meminta pendapat dari ahli akuisisi,” ungkapnya.
Baca Juga
Dia mengatakan pihaknya sulit untuk melakukan pemeriksaan kerugian negara dalama kasus ini karena bersifat investasi. Untuk itu, harus ada ahli akuisisi. “Terkecuali perusahaannya telah mati,” tuturnya.
Menurutnya, kasus ini terbilang pelik sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memeriksanya.
“Dalam pengalaman saya menjadi auditor selama 30 tahun lebih, audit yang paling cepat dilakukan sekitar 2 minggu, paling lama juga ada yang sampai 2 bulan,” ujar Ulil yang baru purna tugas pada 1 September 2023 itu.
Kasus ini telah menjerat lima terdakwa, yakni Milawarma sebagai Direktur Utama PTBA periode 2011-2016, Anung Dri Prasetya (mantan Direktur Pengembangan Usaha PTBA), Saiful Islam (Ketua Tim Akuisisi Penambangan PTBA), Nurtima Tobing (Analis Bisnis Madya PTBA periode 2012-2016 yang merupakan Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Pertambangan), dan pemilik PT SBS Tjahyono Imawan.
Dalam perkara tersebut, kelima terdakwa dituntut merugikan negara sebesar Rp162 miliar oleh jaksa penuntut umum (JPU).