Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sumbar Disebut Menyimpan Potensi 75 Juta MT Bijih Besi

Provinsi Sumatra Barat disebut menyimpan sumber daya bijih besar yang cukup besar dengan kadar (Fe) yang terbilang bagus.
Aktivitas operasional PT Cakra Mineral Tbk. Perusahaan ini merupakan produsen dan eksportir logam bijih besi dan pasir zircon. Mulai 28 Agustus 2020, Bursa Efek Indonesia akan menghapus saham berkode CKRA dari papan pengembangan./ckra.co.id
Aktivitas operasional PT Cakra Mineral Tbk. Perusahaan ini merupakan produsen dan eksportir logam bijih besi dan pasir zircon. Mulai 28 Agustus 2020, Bursa Efek Indonesia akan menghapus saham berkode CKRA dari papan pengembangan./ckra.co.id

Bisnis.com, PADANG - Provinsi Sumatra Barat yang memiliki kawasan hutan yang begitu luas diketahui menyimpan sumber daya bijih besar yang cukup besar dengan kadar besi (Fe) yang terbilang bagus.

Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar Herry Martinus mengatakan bicara soal tambang bijih besi, untuk kewenangan mulai dari izin hingga pengawasan berada di pemerintah pusat.

Diakuinya bahwa ESDM Sumbar tidak mempunyai data yang pasti terkait sebaran tambang bijih besi, karena pemerintah daerah tidak punya wewenang untuk turun ke lapangan melakukan pemetaan potensi bijih besi tersebut. 

Namun berdasarkan data yang didapatkan ESDM Sumbar dari sejumlah perusahaan yang melakukan survei sumber daya bijih besi di wilayah Sumbar, ternyata ditemukan sumber daya atau potensi bijih besi sebesar 75 juta metrik ton (MT) dengan kadar Fe 62%.

"75 juta MT ini berada di luar hutan lindung. Kalau masuk hutan lindung sumber dayanya diperkirakan lebih dari 100 juta MT. Tapi untuk di kawasan hutan lindung dipastikan tidak akan diberi izin," katanya, Senin (29/1/2024).

Dia menjelaskan kondisi yang terjadi kini, dari sumber daya 75 juta MT bijih besi itu, ada perusahaan yang telah menggarapnya dengan izin yang dimiliki perusahaan tambang bijih besi sudah ada sejak tahun 2015 lalu.

Dari data yang dimiliki ESDM Sumbar itu, potensi bijih besi yang telah digarap oleh 8 perusahaan yakni mencapai sebesar 35 juta MT di atas lahan 1.561,94 hektar, yang tersebar di empat kabupaten di Sumbar. Seperti di Kabupaten Pasaman Barat, Solok, Pasaman, dan Kabupaten Dharmasraya.

Herry merinci dari empat daerah itu, yang saat ini tengah berjalan tambang bijih besinya berada di dua titik di wilayah Solok dan satu titik di Pasaman Barat.

"Jadi data yang saya punya ada delapan perusahaan yang telah mendapatkan izin (IUP/izin usaha pertambangan) melakukan aktivitas tambang bijih besi di Sumbar," ungkapnya.

Perusahaan itu mulai dari PT Karya Usaha Aneka Tambang yang berada di Solok, luas lahan yang digarap 31 hektar dengan hasil tambang 1,7 juta MT. Lalu di Pasaman Barat ada perusahaan PT Gamindra Mitra Kesuma lahan yang digarap 163,30 hektar dan bijih besi yang berhasil ditambang 560.649 MT.

Selanjutnya perusahaan PT Arosuka Mandiri yang berada di Solok dengan luas lahan yang digarap 198 hektar dan bijih besi yang berhasi ditambang itu 9.091.601 MT. Serta masih di Solok ada perusahaan PT Dharmapower Bersama, lahan yang digarap 190 hektar dengan bijih besi yang berhasil ditambang 26.416.319 MT.

Kemudian masih di Solok juga ada PT Mineral Sukses Makmur dengan lahan yang digarap itu 73,70 hektar dan bijih besih yang berhasil ditambang sebesar 3.628.000 MT. 

Herry menyatakan sedangkan untuk perusahaan lainnya yang berada di Dharmasraya yakni PT Tambang Sungai Suir juga akan menggarap sumber daya bijih besi dengan luas 180 hektar dan memiliki potensi sebesar 12.014.256 MT, namun sampai saat ini belum digarap, tapi sudah memiliki izin.

"Jadi penghitungan sumber daya bijih besi ini tidak sama disaat telah ditambang nantinya," jelasnya. 

Dikatakannya jumlah yang diketahui dari sumber dayanya itu akan menurun disaat telah ditambang. Misalnya diperkirakan potensinya itu 2 juta MT di suatu kawasan, dan ternyata setelah ditambang menjadi 1,5 juta MT saja. 

"Kondisi ini wajar, karena potensi itu merupakan gambaran perkiraan saja," kata dia.

Sedangkan untuk perusahaan lainnya yakni PT Pancasona Jaya Pratama di Solok, dan perusahaan di Pasaman PT Sumber Minera Bersama. Perusahaan itu, kata Herry, sudah memiliki izin, namun belum menggarap potensi yang ada.

"Data dari pemerintah pusat yang kami dapatkan, aktivitas tambang bijih besi nya juga tidak rutin, alasan dari pihak perusahaan yang terkendala dengan biaya produksi tambang, seperti biaya alat dan berbagai hal keperluan lainnya," ucap dia.

Dia menegaskan kondisi yang terjadi saat ini baru sekitar 50% potensi bijih besi di Sumbar yang telah tergarap oleh pihak perusahaan. Dimana melihat dari delapan izin usaha pertambangan (IUP) itu merupakan perusahaan dalam negeri.

"Jadi memang perusahaan dalam negeri yang menggarapnya. Cuma di Pasaman Barat saja yang turut melibatkan Cina, tapi IUP nya dalam negeri," sebutnya.

Penanganan Dampak Lingkungan

Kadis ESDM Herry tidak menampik bahwa bila bicara aktivitas tambang bijih besi itu memberikan dampak lingkungan pasti ada, karena akan terjadi penebangan pohon.

Namun di dalam izin aktivitas tambang bijih besi itu, ada langkah penanganan yang harus dipatuhi oleh perusahaan tambangnya.

Mulai dari soal melakukan penghijauan kembali yakni penanaman pohon pada lahan bekas tambang, atau mengubah lahan bekas tambang yang mampu mendatangkan nilai ekonomi, seperti menjadi kawasan objek wisata.

"Penanganan bekas tambang ini bisa dilihat pada kondisi yang dilakukan lahan bekas tambang batu bara Sawahlunto, di sana muncul tempat wisata baru. Nah, perusahaan tambang bijih besi itu, diwajibkan melakukan penanganannya, sehingga kondisi kembali hijau dan manfaatnya," jelas Herry.

Dia menyampaikan dengan adanya aktivitas tambang bijih besi, manfaat yang dirasakan itu daerah mendapatkan dana bagi hasil (DBH), serta menjadi lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar perusahaan, hingga dapat menumbuhkan ekonomi masyarakat melalui pembinaan kepada pelaku UMKM.

"DBH ke Sumbar itu tergantung jumlah bijih besi yang didapatkan oleh perusahaan, jadi ada hitung-hitungan persentase nya. Mungkin tidak banyak, karena DHB yang terbesar itu masih datang dari tambang batu baru yakni mencapai Rp35 triliun, dan dari nilai itu ada sedikit termasuk dari tambang bijih besi, cuma saya tidak begitu ingat data detailnya," ucap dia.

Izin Tambang Bukan di Daerah

Di satu sisi, Herry menyebutkan kewenangan izin tambang bijih besi ini berada di pemerintah pusat dan bukan dari pemerintah daerah.

Peran daerah dalam hal ini hanyalah sebagai perantara bagi investor yang berkeinginan untuk menggarap potensi bijih besi. Sehingga pemerintah daerah hanya bisa melihat-melihat saja aktivitas tambang yang terjadi di suatu wilayah.

"Jadi kami di daerah tidak bisa apa-apa. Laporan soal berapa bijih besi yang berhasil ditambang itu, hanya diketahui oleh pihak perusahaan yang turut disampaikan ke Inspektur Tambang. Apakah murni bijih besi yang ditambang itu atau malah ikut menambang yang lainnya, kami di daerah tidak tahu, karena pusat yang punya wewenang," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper