Bisnis.com, PADANG - Pemerintah Provinsi Sumatra Barat terus berupaya untuk meningkatkan produksi komoditas padi dari tahun ke tahun meski di satu sisi luas lahan sawah mengalami pengurangan akibat sejumlah persoalan.
Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatra Barat mencatat pada tahun 2023 produksi padi dilaporkan sekitar 1,46 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan luas panen sekitar 297.000 hektare.
"Sementara melihat pada tahun 2022 produksi padi di Sumbar dari 1,37 juta ton GKG dan naik menjadi 1,46 juta ton GKG tahun 2023," kata Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin, kepada Bisnis di Padang, Minggu (7/1/2024).
Dia menyebutkan dengan adanya produksi padi yang terus meningkat ini, karena pihaknya mengajak dan mendorong petani untuk meningkatkan indeks pertanaman (IP).
Dimana yang biasanya dua atau tiga kali dalam kurun waktu satu tahun, agar IP meningkat, ujar Ferdinal, pihaknya mendorong petani untuk melakukan penanaman empat kali dalam satu tahun.
"Kita dukung dengan persediaan pupuk, bibit, serta memastikan irigasi yang mampu mendukung intensitas penanaman padi itu," tegasnya.
Baca Juga
Menurutnya peningkatan IP ini penting dilakukan, karena melihat dari data, dalam 5 tahun terakhir terdapat 20.000 hektare lahan sawah di Sumbar berkurang. Artinya per tahunnya itu 4.000 ha lahan sawah di Sumbar hilang.
Penyebab terjadinya kekurangan lahan sawah itu, salah satunya dapat dilihat dari daerah-daerah perkotaan yang pada umumnya banyak terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi penggunaan lain di luar pertanian.
"Ada perkembangan penduduk (pemukiman) dan kebutuhan pembangunan sosial ekonomi lainnya juga memberikan pengaruh pada perlindungan lahan sawah di Sumbar," jelasnya.
Dikatakannya bila IP tidak ditingkatkan maka produksi padi akan turun, karena lahan telah berkurang.
Selain itu, Ferdinal melihat sepanjang tahun 2023 tidak begitu banyak kasus yang ditemukan membuat petani padi gagal panen atau malah tidak bisa menanam padi mengingat adanya fenomena El Nino. Sehingga produksi padi pun terlihat sangat baik pada tahun 2023..
Langkah lain yang dilakukan Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumbar yakni memantau produksi padi melalui pengendalian hama terpadu (HPT), penyediaan benih, penyediaan alsintan dan perbaikan infrastruktur irigasi.
"Kejadian banjir dan serangan hama/penyakit menjadi penyebab kegagalan panen, namun kegagalan panen diperkirakan antara 2-5% saja. Ancaman gagal panen ditangani melalui gerakan pengendalian dan gerakan penanganan dampak perubahan iklim," ujarnya.
Ferdinal menyampaikan dengan adanya kondisi yang baik serta koordinasi bagus antara daerah, membuat produksi padi di Sumbar dalam kategori aman setiap tahunnya.
"Makanya produksi padi selalu meningkat dari tahun ke tahun. Target peningkatan produksi padi sekitar 2-3% setiap tahunnya. Sehingga target produksi tahun 2024 adalah 1,5 juta ton GKG," sebutnya.
Menurut dia untuk mencapai target 2024 ini, pihaknya akan meningkatkan dan perbaikan benih, efisiensi budidaya, tingkat penggunaan teknologi dan efektivitas infrastruktur.
"Artinya jika hal itu dapat dilakukan secara maksimal, maka peningkatan produksi dapat dicapai," ungkap dia.
Untuk itu, Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura provinsi berharap pertanian di Sumbar tetap berjalan baik.
"Sebenarnya dari produksi padi saat ini sudah surplus dari kebutuhan dalam daerah di Sumbar. Tapi mengingat beras di Sumbar ini masuk kategori premium, jadi ikut dijual ke berbagai daerah di Sumatra dan Jawa," jelasnya.
Terkait beras surplus di Sumbar, Kepala Dinas Pangan Sumbar Syaiful Bahri menyebutkan Sumbar yang merupakan penghasil beras premium dan dari produksi yang ada pun, sudah melebihi dari kebutuhan di dalam daerah di Sumbar.
"Ketersediaan beras di Sumbar per tahunnya itu 852.366 ton, dari jumlah itu kebutuhannya hanya sekitar 689.794 ton. Sisanya dijual ke luar daerah. Jadi bila dilihat produksi padi per bulannya itu, beras di Sumbar ini surplus 20-30 ton," jelasnya.
Untuk beras yang surplus itu, Syaiful menyebutkan banyak dijual ke luar daerah Sumbar, dimana pembelinya merupakan perantau Sumbar yang ada di Jambi, Riau, Palembang, dan bahkan sebagian di daerah Pulau Jawa.
"Jadi yang surplus itu dibeli lagi oleh perantau Sumbar. Ada yang bukan usaha rumah makan, dan ada juga untuk kebutuhan rumah tangga," tegasnya.
Selain adanya ketersediaan beras dari hasil produktivitas pertanian lokal, Badan Urusan Logistik (Bulog) juga turut menopang ketersediaan beras di Sumbar untuk beras medium.
"Jadi soal ketersediaan pangan yakni beras, untuk wilayah Sumbar aman dan stabil. Bulog menjamin ketersedian itu cukup," ujar dia.