Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) terus berupaya mempertahankan capaian sebagai provinsi terbaik dalam penurunan angka stunting di Indonesia.
Diketahui sebelumnya, prevalensi stunting di Sumsel berhasil turun drastis dari 24,8 persen pada 2021 menjadi 18,6 persen di 2022.
Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan prestasi yang positif dalam penurunan stunting itu harus kembali ditorehkan pada tahun 2023 ini.
Dia juga berharap, Sumsel dapat mencapai target nasional dalam penurunan stunting yakni sebesar 14 persen.
“Stunting kita terbaik se-nasional, dan ini harus kita pertahankan sebagai sebuah prestasi yang didapatkan dengan cara kolaborasi,” kata Deru, Selasa (27/6/2023).
Oleh karena itu, untuk merealisasikan target tersebut pihaknya bersama dengan stakeholder terkait terus mencanangkan berbagai program seperti timbang bayi serentak, bapak asuh anak stunting, serta beberapa kegiatan yang juga berfokus pada calon ibu dan para ibu muda.
“Ya, seperti hari ini kita melakukan edukasi dan melibatkan 1.000 bidan sebagai salah satu garda terdepan di negara ini untuk membantu dalam pelayanan para bumil dan anak, khususnya di desa-desa,” jelasnya.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia, Hasto Wardoyo menilai keberhasilan Provinsi Sumsel itu tidak lepas dari berbagai aksi yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Mulai dari sisi makanan, alokasi anggaran serta berbagai gerakan untuk masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Wardoyo menjelaskan, persentase stunting terbesar di Indonesia berada di beberapa daerah yang memiliki tingkat kemiskinan tinggi, sementara ekonomi dan pendidikannya masih rendah.
Beberapa daerah tersebut diantaranya Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Barat dan Papua. “Itu (daerah) yang presentase stuntingnya masih diatas 30 persen,” tutur Wardoyo.
Dia menambahkan, instrumen yang menjadi penyebab stunting juga sangat beragam. Selain pengaruh gizi dan kehamilan usia dini, ibu hamil dengan usia diatas 30 tahun juga dapat beresiko terhadap kelahiran anak stunting.
“Kabar baiknya memang angka perempuan menikah usia dini (dibawah 20 tahun) sudah mulai menurun. Tapi perempuan menikah diatas 30 tahun juga mulai banyak,” tambahnya.
Kondisi itu, kata dia, juga sangat berbahaya, karena nantinya proses melahirkan akan berlangsung ketika sang ibu berusia diatas 30 tahun dan bisa berisiko terhadap stunting.
Masih dikatakan Wardoyo, pihaknya terus melakukan berbagai upaya dalam penurunan angka stunting termasuk dengan melibatkan para pengusaha, peran swasta serta instansi-instansi yang ada di setiap daerah.
“Sesuai instruksi presiden, kita libatkan semua pihak-pihak ke dalam program kita mulai dari pengusaha, swasta, TNI, Polri termasuk peran produsen obat seperti Dexa Medica,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Corporate Affairs Dexa Group Tarcisius Tanto Randy menjelaskan, pihaknya terus mendukung berbagai program pemerintah, termasuk didalamnya upaya penanganan stunting.
Salah satu yang dilakukan di Sumsel adalah kegiatan edukasi dan intervensi stunting terhadap 1.000 bidan aktif di wilayah tersebut.
Selain itu, upaya dukungan itu juga dilakukan melalui produk Herba Asimor yang memiliki kandungan esktrak daun katuk, daun torbangun dan ikan gabus yang membantu mempelancar kualitas dan kuantitas ASI.
"Sehingga para ibu bisa memberikan ASI terbaik, dan membantu mengurangi resiko stunting pada sang bayi," pungkasnya. (K64)