Bisnis.com, PALEMBANG – PT Wilmar Padi Indonesia siap menampung 800 ton gabah petani per hari seiring dengan mulai beroperasinya pabrik penggilingan di Mariana, Kabupaten Banyuasin, Sumatra Selatan.
Rice Business Head Wilmar Padi Indonesia (WPI) Saronto mengatakan pabrik penggilingan (rice mill) itu sempat menerima gabah petani mulai Maret tahun ini, tetapi sempat terhenti seiring dengan masalah teknis saat commissioning. Namun, Wilmar telah menyatakan kesiapannya untuk membeli gabah petani mulai Juli 2023.
“Sebenarnya kapasitas rice mill di Mariana, Kabupaten Banyuasin, itu mencapai 1.000 ton per hari. Namun, kami tidak muluk-muluk cukup 800 ton per hari dulu,” ujarnya saat kunjungan di Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Selasa (13/6/2023).
Menurut Saronto, pihaknya optimistis target tersebut bisa dipenuhi dari sejumlah sentra pertanian di Sumsel, seperti Banyuasin, Ogan Ilir, dan Ogan Komering Ulu (OKU) Timur.
Dalam menjalankan bisnisnya, WPI memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membantu meningkatkan kesejahteraan petani dengan membeli gabah dengan harga yang baik dan wajar.
Kedua, membantu pemerintah dalam ketahanan pangan (swasembada pangan). Ketiga, membantu pemerintah mengendalikan inflasi akibat dampak kenaikan harga beras.
“Kami berupaya mengikuti arahan pemerintah untuk ikut meningkatkan ketahanan pangan di dalam negeri,” kata dia.
Untuk merealisasikan target tersebut, WPI gencar melakukan kemitraan dengan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di sejumlah sentra pertanian. Bahkan, WPI menargetkan kemitraan melalui Farmer Engagement Program (FEP) tahun ini meningkat menjadi 10.000 hektare. Luasan itu naik signifikan dari realisasi kemitraan tahun lalu yang baru 3.366 hektare.
Dalam program tersebut, WPI akan melakukan pendampingan kepada petani hingga memberikan sarana dan prasarana, seperti pupuk, bibit, dan pestisida.
Pihaknya juga menghadapi sejumlah tantangan dalam program tersebut, di antaranya edukasi pengetahuan dan teknologi baru yang diperkenalkan tim FEP karena adanya knowledge gap.
Selain itu, tim juga harus membangun hubungan emosional yang kuat dengan petani, karena tidak jarang saat panen tiba mereka didekati oleh tengkulak dengan iming-iming harga yang lebih tinggi.
“Kita tidak bisa menutup mata karena adanya monopoli gabah di lapangan. Untuk itu, harus ada harga yang fair. Harga ini seharusnya membuat petani lebih baik,” tegasnya.
Kepala Desa Mukti Jaya, I Wayan Senor, mengatakan selama ini posisi petani memang tidak diuntungkan karena permainan tengkulak dengan modal yang lebih besar. Posisi petani sangat lemah sehingga itu belum membuat petani sejahtera.
“Terkadang berapapun harganya, kita harus jual kalau padi sudah tua,” tuturnya.