Bisnis.com, BATAM - Ombudsman Perwakilan Kepulauan Riau (Kepri) menyayangkan tak kunjung ada perbaikan di Pelabuhan Beton Sekupang oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam setelah enam tahun lamanya.
Ketua Ombudsman Kepri Lagat P. Siadari menuturkan BP Batam sudah berulang kali berjanji untuk melakukan revitalisasi Pelabuhan Beton Sekupang, namun belum juga direalisasikan.
”Sudah berulang kali BP Batam berjanji lakukan revitalisasi Pelabuhan Beton Sekupang sesuai dengan standar yang ada, namun sampai saat ini perbaikan tersebut belum dilakukan sehingga belum memungkinkan digunakan kembali,” jelas Lagat dalam keterangan yang diterima Rabu (4/1/2023).
Ia berharap, pelabuhan penumpang Pelni tidak lagi memanfaatkan Pelabuhan Batu Ampar. Karena Pelabuhan Batu Ampar dinilai tidak laik karena bercampur area pengoperasionalnya dengan Pelabuhan bongkar muat peti kemas, banyak hilir mudik alat-alat berat sehingga sangat berbahaya untuk keselamatan penumpang.
Semoga tahun depan pelabuhan penumpang Pelni dapat kembali di Pelabuhan Beton Sekupang tentunya setelah dilakukan revitalisasi Pelabuhan tersebut terlebih dahulu,” tutur Lagat.
Lagat menjelaskan, kondisi Pelabuhan Batu Ampar sebagai Pelabuhan kapal penumpang besar sementara antar provinsi milik Pelni di Batam masih memprihatinkan. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan pada Selasa (03/01/2023), tidak ada perbaikan yang signifikan dilakukan oleh pihak otoritas pelabuhan.
”Pantauan kami kondisinya masih sama setiap tahun. Minim fasilitas, tidak ramah, tidak aman dan nyaman. Padahal kami terus mengingatkan dan menyarankan agar pihak yang berwenang mengelola Pelabuhan yakni Badan Pengusahaan Batam agar membenahi Pelabuhan tersebut,” ujar Lagat.
Selanjutnya, ia mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 37 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut merujuk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pelabuhan Penumpang Pelni tersebut kurang memenuhi standar.
”Setiap Pelabuhan harus siapkan enam standar pelayanan yakni keselamatan, keamanan dan ketertiban, kehandalan/keteraturan, kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan. Sementara di Pelabuhan Batu Ampar, jalur khusus penumpang dari dan ke kapal saja tidak tersedia. Penumpang turun dan naik kapal menggunakan dua unit bus besar bergantian karena jaraknya 500 meter,” ucap Lagat.
Selain itu, ia pun menyoroti antrian yang mengular akibat pencetakan tiket yang membutuhkan waktu lama.
”Akibatnya penumpang harus antri 3-5 jam sebelum keberangkatan. Mereka pun harus rela antre di bawah terik matahari. Seharusnya setiap pencetakan tiket per penumpang hanya butuh maksimum lima menit saja,” katanya.
Kemudian yang tak luput dari pantauan Ombudsman RI Perwakilan Kepri ialah layanan informasi dan sarana prasarana yang masih nampak minim di Pelabuhan tersebut.
”Seharusnya tersedia informasi layanan dalam bentuk visual yang mudah dimengerti seperti jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal. Lalu ruang tunggu penumpang sebelum melakukan check in harus layak, berjarak 0,6 Meter per orang. Kemudian toilet harus tersedia sebanyak 50 dengan komposisi toilet wanita dua kali lebih banyak dari pria. Yang tidak kalah penting juga ialah layanan khusus untuk kelompok difabel harus tersedia,” tutur Lagat.
Sebenarnya, sejak awal, pihaknya menyayangkan perintah langsung Menteri Perhubungan kala itu Ignasius Jonan yang memerintahkan jajarannya untuk memindahkan terminal penumpang sementara dari Pelabuhan Sekupang ke Pelabuhan Batu Ampar saat melakukan sidak (17/6/2016) dengan alasan kondisi atap terminal penumpang yang bocor dan lantainya hanya terbuat dari coran semen, karena tidak disertai dengan pembenahan standar pelayanan di Pelabuhan Batu Ampar.(K41)