Bisnis.com, RIAU - Untuk menyiasasi hal itu Kelompok Tani Berkah Usaha (KTBU) Kecamatan Ukui Pelalawan, berupaya mencari peluang untuk bisa menambah penghasilan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan membuat usaha ternak cacing.
Ketua KTBU Ramin Sunarto menjelaskan langkah ini diambil para petani mengingat adanya peluang dari hobi masyarakat sekitar yang suka memancing dan membutuhkan umpan cacing. Kemudian ada juga peluang dari sektor pertanian yaitu mengolah cacing menjadi pupuk organik.
"Kegiatan para petani dalam mengolah cacing ini mendapatkan dukungan dari PT Pertamina EP Lirik Field yang memang wilayah operasionalnya berada di sekitar lahan milik para petani atau di ring 1 Distrik II," ujarnya baru-baru ini.
Dia mengatakan dari dukungan Pertamina EP Lirik Field itu, petani setempat kemudian mendapatkan pelatihan bagaimana mengolah cacing dengan menggunakan teknik vertikultur. Pelatihnya atau instruktur didatangkan langsung dari ahli ternak cacing asal Yogyakarta.
Lalu petani juga diajarkan membuat reaktor cacing dari bahan bambu, kemudian diikat sedemikian rupa untuk diisi tanah dan cacing yang akan diternak. Terlihat mudah tapi saat petani mengikuti pelatihan dan praktek langsung membuat reaktor itu, tidak segampang yang dibayangkan.
Kemudian setelah cacing dan tanah dimasukkan, agar tetap terjaga kelembabannya reaktor harus disiram air sekali dua hari, lalu setelah 45 hari atau tiga bulan barulah bisa melihat hasil proses pengolahan cacing tersebut.
Selama proses tiga bulan itu, reaktor bisa diisi dengan sampah rumah tangga maupun sampah lainnya, karena limbah itu akan diolah oleh cacing yang ditempatkan di reaktor.
Setelah itu, tanah dan cacing yang dimasukkan ke dalam reaktor itu bisa dipanen. Cacingnya bisa dijual sebagai pakan ternak ayam atau umpan pancing. Sedangkan tanahnya digunakan sebagai pupuk kompos.
Dari hasil pengolahan cacing itu, Ramin kini juga menjalankan dua usaha lainnya yaitu beternak ayam dan berkebun tanaman buah naga. Cacing hasil reaktor bisa digunakannya untuk pakan ayam ternak tersebut.
Sementara guna memastikan pupuk kompos yang dihasilkannya efektif, dia menggunakan pupuk itu ke tanaman buah naga yang ada di lahan sekitar 2 hektare. Hingga kini hasil buah naga yang didapatkannya berjalan lancar dan buahnya juga manis. Produksinya sebagian ada yang dijual ke pasar tradisional setempat. Kedepannya pihaknya juga akan menggandeng ibu-ibu kelompok tani setempat, untuk mengolah limbah tanaman buah naga seperti batangnya menjadi manisan dan kulitnya menjadi selai.
Berkat keberhasilan itu, Ramin sudah diminta oleh Pertamina EP Lirik Field untuk menjadi mentor atau pelatih kepada dua kelompok tani lainnya yang ada di Pelalawan dan Indragiri Hulu. Di sana menurutnya permintaan cacing lebih tinggi karena minat memancing warganya yang lebih besar, sehingga peternak cacing Ukui rutin mengirimkan hasil ternaknya ke Inhu.
Tidak hanya sampai di situ, kini pihaknya juga terus mengembangkan produk turunan dari ternak cacing itu, salah satunya menjadi kompos cacing atau vermi compost. Menurutnya kompos cacing dapat menyuburkan tanaman karena kotoran cacing memiliki bentuk dan struktur yang mirip dengan tanah namun ukuran partikel-partikelnya lebih kecil dan lebih kaya akan bahan organik. Sehingga memiliki tingkat aerasi yang tinggi dan cocok untuk dijadikan media tanam. Hingga kini diakuinya vermi kompos yang dihasilkan itu masih terus diuji kadar pupuknya agar dampaknya lebih maksimal untuk kesuburan tanaman.
Kedepan dengan perkembangan usaha pihaknya itu, mulai dari reaktor cacing, ternak ayam, kebun buah naga, hingga vermi kompos, diharapkan bisa menjadi salah satu tujuan agrowisata di wilayah Pelalawan dan Inhu. Kemudian juga bisa dijadikan lokasi studi banding bagi para peneliti hingga generasi muda, agar semakin berminat menjalankan usaha bidang pertanian dan pangan yang memang menjanjikan untuk masa depan.
Pjs Manager Pertamina EP Lirik Field, Kemas Ghazali menjelaskan dukungan perusahaan terhadap program budidaya cacing kepada masyarakat petani di Ukui, Pelalawan, merupakan yang pertama di Sumatra. Sehingga dengan keberhasilan Ramin ini bisa menjadi contoh dan acuan pihaknya untuk menjalankan program di tempat lain.
Dia menyebutkan dua alasan program reaktor cacing ini didukung perusahaan. Pertama limbah sawit dan kotoran hewan masih banyak dan belum termanfaatkan di sekitar daerah itu, yang tentunya bisa digunakan untuk kebutuhan ternak cacing. Kedua metode budidaya cacing dengan reaktor belum banyak dijalankan, dan memang menjadi yang pertama dijalankan masyarakat.
"Kami berharap KTBU yang dipimpin Ramin bisa terus berkarya dan berinovasi dalam menjalankan usaha budidaya cacing ini, sehingga bisa menjadi pendorong bangkitnya perekonomian masyarakat Ukui setelah pandemi ini."