Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Turun, Penetapan Harga Sawit di Riau Sudah Sesuai Peraturan Mentan

Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan tidak bisa memberlakukan imbauan Kementerian Perdagangan atau Kemendag, terkait pembelian tandan buah segar (TBS) sawit petani senilai Rp1.600 per kg.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, PEKANBARU -- Dinas Perkebunan Provinsi Riau menyatakan tidak bisa memberlakukan imbauan Kementerian Perdagangan atau Kemendag, terkait pembelian tandan buah segar (TBS) sawit petani senilai Rp1.600 per kg.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Disbun Riau Defris Hatmaja menjelaskan harga acuan TBS kelapa sawit yang ditetapkan pemprov sudah berada pada level harga imbauan Kemendag beberapa waktu lalu. Bahkan kini di tingkat petani, harga TBS sudah ada yang di bawah Rp1.000 per kg.

"Harga TBS kelapa sawit saat ini berdasarkan penetapan yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) khusus untuk usia 10-20 tahun sudah berada pada level Rp1.500 per kg. Tidak bisa lagi ditetapkan di atas itu," ujarnya Kamis (14/7/2022).

Menurutnya imbauan Kemendag untuk membeli TBS seharga minimal Rp1.600 per kg, hanya bisa diterapkan dua pekan lalu, dimana pada saat itu harga TBS masih di rentang Rp1.700 per kg.

Kini pabrik disebut tidak bisa lagi mengikuti imbauan Kemendag, karena harganya tidak sesuai lagi dengan kondisi lapangan. Lagipula yang disampaikan Mendag pada saat itu dinilai pihaknya hanya mengimbau, bisa dijalankan atau juga tidak dijalankan.

Defris memaparkan ada beberapa pemicu turunnya harga jual sawit di daerah itu. Dari faktor eksternal, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) diprediksi beberapa waktu ke depan bakal anjlok dalam.

Kondisi itu dipicu menularnya ketakutan pasar global terhadap resesi yang mengancam ekonomi Amerika Serikat (AS). Bahkan, ketakutan pasar tersebut diprediksi lebih kuat dari dampak tensi geopolitik di Ukraina. Harga CPO bisa ke MYR4.000.

"Artinya, ekspor CPO kita kejar-kejaran dengan waktu. Produsen akan beramai-ramai berusaha kirim CPO, harga di masa depan bisa lebih tertekan lagi. 3 bulan ke depan akan jadi saat paling kritis karena The Fed masih akan menaikkan suku bunga 125 bps," ujarnya.

Selain itu, stok CPO di Indonesia kini melimpah akibat larangan ekspor periode Mei 2022, dilanjutkan kebijakan DMO dan DPO jilid 2 sejak Mei hingga saat ini. Pada saat bersamaan, produksi minyak nabati lain khususnya kedelai, rapeseed dan sunflower oil di luar Rusia dan Ukrania sudah mendekati recovery.

Penyebab lain, adanya ancaman inflasi dan resesi ekonomi dunia termasuk di negara-negara importir minyak sawit dunia sebagaimana dilaporkan IMF. Ini membuat konsumsi minyak nabati dunia dan minyak sawit akan menurun.

Adapun sebelumnya Sekretaris Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau Djono Albar Burhan mengatakan sudah 2 bulan terakhir ini harga sawit di daerah itu terus menunjukkan pelemahan setiap pekannya.

"Sudah 2 bulan terakhir ini harga sawit masih belum pulih. Sekarang ini harga jual di tingkat petani sekitar Rp700 sampai Rp800 per kilogram, dan akhirnya mulai banyak petani menghentikan panen sawit," ujarnya.

Keputusan petani untuk berhenti memanen dan sebagian menunda panen itu karena harga sawit yang didapatkan dari hasil penjualan, tidak bisa menutupi besarnya biaya operasional seperti biaya panen, upah angkut, sampai kepada potongan dari pabrik, hingga akhirnya uang yang didapat petani hanya tinggal Rp300 sampai Rp400 perkilogram sawit yang dijual.

Uang hasil penjualan itu menurutnya hanya cukup untuk makan sehari-hari petani, dan belum lagi dipotong biaya perawatan sawit seperti utang pupuk dan utang pestisida petani.

Selain itu kini juga sudah ada beberapa pabrik sawit di wilayah Riau yang berhenti beroperasi dan tidak lagi menerima penjualan sawit petani.

"Memang ada pabrik yang setop beroperasi, tapi infonya sekarang mulai buka lagi dengan kuota terbatas. Misal sehari pabrik itu hanya menerima 200 ton saja setelah itu setop. Itulah kondisinya saat ini di sawit Riau," ujarnya.

Dia mengatakan apabila kondisi seperti ini tidak ada perbaikan dan harga jual sawit masih rendah dalam waktu panjang, akan banyak dampak turunan yang tidak hanya dirasakan oleh para petani saja.

Pihaknya khawatir pertumbuhan ekonomi di Riau akan merosot akibat turunnya daya beli petani sawit dan masyarakat secara umum, serta mulai timbulnya konflik sosial dari situasi seperti itu.

"Kami khawatir jika masalah harga ini berkepanjangan akan muncul masalah ekonomi dan sosial di masyarakat, karena sangat banyak orang yang bergantung dari aktifitas dan industri sawit di Riau ini," ujarnya.

Sementara itu penjualan mobil di wilayah Riau kini mulai mengalami penurunan akibat anjloknya harga sawit beberapa waktu terakhir.

Regional Manager Agung Toyota West Area Mahmud Fauzi mengakui memang ada pengaruh turunnya harga komoditas perkebunan seperti kelapa sawit terhadap penjualan mobil.

"Pasti ada pengaruhnya dari turunnya harga jual hasil perkebunan seperti sawit ini kepada penjualan kami, karena daya beli masyarakat ikut turun. Tapi kami optimis bisa memberikan yang terbaik dan meraih market share tinggi. Misalnya kami siapkan promo menarik dan paket kreditnya sesuai kondisi, semoga bisa membantu memenuhi minat masyarakat yang tetap ingin membeli mobil," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Arif Gunawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper