Bisnis.com, BANDA ACEH - Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengungkapkan bahwa 80 persen pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Banda Aceh, Aceh, dulunya terlibat utang dengan rentenir.
Namun setelah berbagai upaya dilakukan, kata Aminullah, persentase itu menurun. Saat ini, dia mengklaim hanya tersisa dua persen lagi pelaku UMKM di Banda Aceh yang masih berurusan dengan rentenir.
Menurut Aminullah, keberhasilan itu diraih dengan perjuangan panjang. Di antaranya melalui pendirian Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) Mahirah Muamalah pada 2017 lalu. Lembaga ini mulai efektif beroperasi pada 2018.
"Tapi sebelum lembaga ini ada, kami mengadakan survei. Memang mereka pelaku usaha-usaha kecil ini tetap ada modal. Tapi modal mereka dapat dari rentenir. Kami survei, itu 80 persen para pelaku UMKM di Kota Banda Aceh itu urusannya dengan rentenir," kata Aminullah, Senin (6/6/2022).
Aminullah mengatakan, banyak pelaku UMKM di Kota Banda Aceh yang terpaksa berurusan dengan rentenir karena tak tersentuh pembiayaan bank konvensional.
Bank umumnya akan memberi pinjaman modal untuk Rp10 juta ke atas. Padahal tak sedikit pelaku UMKM yang justru cuma membutuhkan pinjaman modal kecil, seperti Rp1 juta - Rp2 juta.
Celah di atas kemudian jadi peluang bagi para rentenir untuk mengambil keuntungan tersendiri. Umumnya, tengkulak akan mematok bunga tinggi untuk setiap pinjaman. Bahkan tak sedikit dari mereka yang menerapkan bunga lebih dari 50 persen per tahun. Hal itu tentu sangat memberatkan pelaku UMKM.
Melihat kondisi itu, Pemko Banda Aceh berinisiatif untuk mendirikan lembaga pembiayaan mikro. Yaitu LKMS Mahirah Muamalah. Tujuannya demi mendongkrak dan menolong para pelaku UMKM di Kota Banda Aceh yang membutuhkan modal dengan bunga rendah.
Sejak beberapa bulan lalu, LKMS Mahirah Muamalah juga telah ditetapkan oleh Pusat Investasi Pemerintah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI sebagai lembaga penyalur pembiayaan Ultra Mikro (UMi) di Kota Banda Aceh.
"Setelah kami mendirikan lembaga ini, kemudian pada 2019 kami adakan survei kembali. Hasilnya sudah mulai menurun. Dari 80 persen turun menjadi 30 persen," kata Aminullah.
Menurut Aminullah, keberadaan LKMS Mahirah Muamalah terbukti ampuh meredam geliat rentenir di Kota Banda Aceh. Bahkan, kata dia, kini hanya dua persen lagi pelaku UMKM di Kota Banda Aceh yang berurusan dengan rentenir.
"Pada tahun 2021 kami survei lagi, dan Alhamdulillah, rentenir itu sudah tidak kedengaran lagi di Kota Banda Aceh. Sekarang tinggal dua persen lagi. Itu pun sembunyi-sembunyi," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI Ririn Kadariyah mengapresiasi kinerja LKMS Mahirah Muamalah dalam beberapa tahun terakhir.
Ririn juga memuji lembaga itu karena tetap mampu melayani UMKM pada masa pandemi Covid-19.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan Pusat Investasi Pemerintah menetapkan LKMS Mahirah Muamalah sebagai lembaga penyalur pembiayaan UMi di Kota Banda Aceh.
Menurut Ririn, PT LKMS Mahirah Muamalah merupakan BUMD pertama yang menjadi lembaga pembiayaan UMi berkonsep syariah.
"Kalau kami lihat, ini baru satu-satunya lembaga UMi syariah yang merupakan BUMD," katanya.
Peran serta manfaat LKMS Mahirah Muamalah memeroleh pengakuan dari dua pelaku UMKM di Kota Banda Aceh.
Seperti yang diungkapkan oleh Idalaila, penjahit pakaian khas Gayo yang berdomisili di di Jalan Keuchik Abbas, Desa Alue Deah Teungoh, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.
Dulu, Ida hanya pasrah menunggu pesanan. Dia baru berani menjahit jika ada yang menempah. Itupun setelah dia mengantongi uang muka. Penyebabnya tak lain karena keterbatasan modal.
Kondisi itu mulai berubah setelah Ida memeroleh pinjaman pembiayaan dari LKMS Mahirah Muamalah senilai Rp16 juta. Sekarang, dia berani memproduksi berbagai jenis pakaian adat Gayo tanpa harus menunggu uang muka dari pemesan.
"Alhamdulillah, sekarang sudah jauh lebih baik berkat tambahan modal. Saya sudah bisa menjahit tanpa harus menunggu uang muka dulu," ujarnya.
Pengakuan lainnya juga dituturkan oleh Yuliana, pemilik PT Rayeuk Aceh Utama yang memproduksi sambal ijo khas Aceh.
Toko sekaligus pabrik mini milik Yuliana berada tak jauh dari tempat Ida. Persisnya di Jalan Sultan Iskandar Muda, Desa Blang Oi, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh.
Usaha Yuliana juga memeroleh bantuan pembiayaan dari PT LKMS Mahirah Muamalah senilai Rp20 juta.
Uang tersebut, katanya, dipakai untuk menambah kapasitas produksi mesin sambal. Kini usaha itu mampu memproduksi cabai ijo khas Aceh sebanyak sekitar 4.000 botol per bulan.
"Kami butuh dana dari Mahirah Muamalah ini karena ada penambahan mesin," kata Yuliana.
Direktur Utama PT LKMS Mahirah Muamalah Teuku Hanansyah menyampaikan rasa syukur karena lembaga tersebut telah ditetapkan sebagai satu di antara penyalur pembiayaan UMi di Kota Banda Aceh.
"Kami harap keberadaan Mahirah Muamalah ini dapat berguna bagi masyarakat, khususnya pelaku UMKM di Kota Banda Aceh," kata Hanansyah.
Pada Desember 2021, nasabah PT LKMS Mahirah Muamalah telah berjumlah 10.047 orang dan Dana Pihak Ketiga yang telah dihimpun tercatat Rp40.382.519.890.
Pada periode yang sama, PT LKMS Mahirah Muamalah telah menyalurkan pembiayaan Rp28.026.380.348 kepada 3.026 debitur. Sedangkan nilai asetnya tercatat mencapai Rp51.330.501.631 dengan laba senilai Rp332.637.757.
Pada Jumat (3/5/2022) lalu, Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI Ririn Kadariyah dan Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman meneken nota kesepakatan.
Kerja sama kedua pihak menyangkut pengembangan usaha mikro melalui pembiayaan Ultra Mikro (UMi).
Melalui nota tersebut, kedua pihak sepakat bersinergi sesuai masing-masing tugas dan fungsi. Tujuannya demi mewujudkan pemberdayaan ekonomi berkelanjutan.
Untuk saat ini, kedua pihak sepakat memilih PT LKMS Mahirah Muamalah sebagai penyalur pembiayaan UMi di Kota Banda Aceh, Aceh. Mahirah Muamalah sendiri merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemko Banda Aceh.