Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nelangsa Layanan Internet di Kepulauan Nias

Layanan internet yang disediakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika belum dapat secara optimal dinikmati oleh warga di wilayah tertinggal, terdepan, terluar (3T).
Warga di Kepulauan Nias memperlihatkan sarana pemancar internet di kabupaten tersebut / Istimewa
Warga di Kepulauan Nias memperlihatkan sarana pemancar internet di kabupaten tersebut / Istimewa
Bisnis.com, MEDAN - Layanan internet yang disediakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI belum dapat secara optimal dinikmati oleh warga di wilayah tertinggal, terdepan, terluar (3T).
Kondisi itu terungkap dari hasil inspeksi mendadak (sidak) yang digelar Ombudsman RI beberapa waktu lalu di Kepulauan Nias, Sumatra Utara.
"Hasil peninjauan monitoring evaluasi ini akan memberikan masukan ataupun perbaikan saran, apakah sudah sesuai dengan tujuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang merata," ujar Jemsly melalui keterangan tertulis yang diperoleh Bisnis, Senin (23/5/2022).
Inspeksi pertama dilakukan di Kabupaten Nias. Di sini, menurut anggota Ombudsman RI Jemsly Hutabarat, terdapat setidaknya empat poin temuan. Pertama, soal keluhan warga yang menganggap kapasitas bandwidth yang dianggap terlalu kecil.
BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika RI sebenarnya menyediakan layanan internet berkapasitas 2-8 megabits per second (mbps).  Akan tetapi, pengguna hanya mampu maksimal mengakses kapasitas 2 mbps. Hal itu disebabkan berbagai faktor. Seperti jumlah pengguna dan cakupan yang sangat luas.
"Sebagian besar penerima manfaat merasa bandwidth terlalu kecil, sehingga kecepatan akses internet sangat lambat dan kurang efektif," ujar Jemsly.
Kedua, soal koordinasi antara Pemkab Nias dan pihak BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. Kondisi ini menyebabkan dinas terkait sukar untuk memantau kualitas internet.
"Pentingnya melakukan koordinasi antar lembaga terkait agar pelayanan publik dapat terlaksana secara optimal," ujar Jemsly.
Ketiga, menyangkut optimalisasi layanan. Menurut Jemsly, program pemerintah ini belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayah 3T. 
Apalagi sekarang layanan internet tersebut harus bersaing dengan operator swasta yang menawarkan bandwidth lebih besar.
Menurut Jemsly, layanan internet yang disediakan pemerintah memberi manfaat maksimal ketika pertama kali diluncurkan di kawasan tertinggal. Namun, seiring bertambahnya permintaan, maka layanan tersebut akhirnya tidak optimal.
"Oleh karena itu, mungkin lebih baik, sarana tersebut dipindahkan ke daerah  terpencil lainnya yang belum ada akses internet (operator) sama sekali," ujar Jemsly.
Keempat, atau yang terakhir adalah sosialisasi dan bimbingan teknis. Baik untuk penerima manfaat maupun petugas operator.
"Sehingga ada beberapa penerima sarana hanya menikmati selama tiga hari pertama, setelah itu tidak digunakan sampai sekarang. Petugas tidak diberikan sosialisasi dan quick learning untuk bisa mengoperasikan dengan baik," ujar Jemsly.
Setelah Kabupaten Nias, rombongan Ombudsman RI melanjutkan sidak ke Kabupaten Nias Utara. Pada kesempatan ini, Bupati Nias Utara Amizaro Waruwu membeberkan berbagai kendala yang dihadapi warganya soal layanan internet.
Selama ini, APBD dan pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten tersebut terbilang kecil. Kondisi itu lalu dihadapkan dengan akses informasi warga yang masih terbatas.
"Minimnya aksesibilitas untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan di luar sana juga menghambat proses belajar siswa kami," ujar Amizaro.
Pada sidak kali ini, Ombudsman RI turut meninjau sarana base transceiver station (BTS) atau stasiun pemancar yang dibangun BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika RI di Kepulauan Nias.
Stasiun pemancar itu diketahui mempu menjangkau dua kilometer atau 200 titik penerima manfaat. Saat ini, layanan tersebut memungkinkan warga untuk mengakses internet 4G. Selain itu, warga juga dapat memanfaatkannya untuk telepon dan pesan singkat.
Sedangkan, untuk akses ke berbagai fitur lain seperti mengakses YouTube dan Zoom masih terbatas. Khususnya pada jam-jam sibuk.
Berdasarkan temuan yang diperoleh, Jemsly menyarankan pemerintah agar melakukan pendekatan komprehensif dalam memberi akses informasi dan komunikasi, baik melalui sarana V-Sat maupun BTS.
Di samping itu, pemerintah agar mencermati sisi prasyarat dan prioritas. Seperti jumlah pemohon layanan.
"Agar daya guna dan efektivitas menjadi optimal. Dengan demikian tujuan penyelenggaraan pelayanan publik dapat memenuhi sasaran," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper