Bisnis.com, MEDAN - Tembakau Deli pernah mendunia. Aromanya sempat melekat harum di kalangan masyarakat Eropa. Namun kini semua itu tinggal sejarah.
Walau begitu, menurut Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Hananto Wibisono, nasib tembakau Deli belum berakhir sepenuhnya.
"Sebetulnya masih ada harapan. Saya setuju jika ada penelitian lebih lanjut," kata Hananto pada diskusi yang diinisiasi oleh Forum Wartawan Industri Sumatra Utara di Kota Medan, Rabu (20/4/2022).
Sesuai namanya, tembakau Deli dulu tumbuh subur di Tanah Deli, Sumatra Utara. Tumbuhan ini sudah ada jauh sebelum masa kolonial Hindia Belanda.
Pada masa kejayaannya dulu, lahan produksi tembakau Deli mencapai 304 hektare. Namun kini luasnya tak lebih dari empat hektare dan dikelola oleh PTPN II.
Menurut Hananto, tembakau Deli bisa mengulang kembali kejayaan. Potensinya terbilang tinggi jika melihat peluang yang kini tersedia.
Saat ini, kata Hananto, rokok kretek menjadi pangsa utama olahan tembakau di Indonesia. Persentasenya hingga 95 persen.
Cukai Hasil Tembakau (CHT) juga berkontribusi besar terhadap penerimaan negara. Pada tahun ini, target penerimaan negara dari sektor CHT naik Rp20 triliun menjadi Rp193 triliun. Jumlah ini nyaris setara 10 persen dari APBN.
Namun di sisi lain, produksi tembakau Indonesia masih belum memenuhi kebutuhan.
"Jadi masih ada peluang," kata Hananto.
Optimisme juga disampaikan akademisi Universitas Sumatra Utara Eka Lestari Mahyuni. Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat sekaligus pemerhati perempuan ini yakin tembakau Deli bisa kembali mendunia.
Harapan itu bisa diwujudkan melalui penelitian dan kemauan para pemangku kebijakan.
"Tidak ada yang tidak mungkin selama ada peluang. Mungkin kita harus identifikasi dulu, apa saja permasalahan atau kendalanya," kata Eka.
Eka mengatakan, industri tembakau tidak hanya identik dengan kaum Adam. Di Indonesia, industri tembakau menyerap tenaga kerja perempuan hampir 90 persen.
"Ekosistem pertembakauan memang telah memberdayakan banyak perempuan untuk mampu dan mandiri secara ekonomi. Baik untuk dirinya, keluarga maupun masyarakat," kata Eka.
Akademisi lainnya dari Universitas Sumatra Utara Fikarwin Zuska mengatakan, satu di antara kendala produksi tembakau Deli saat ini adalah ketersediaan lahan. Di sisi lain, terdapat regulasi yang dianggap tidak mendukung.
Karena itu, Fikarwin pesimis jika kejayaan tembakau Deli di masa lalu dapat diulang kembali saat ini.
"Tidak bisa. Pertama terkait jumlah produksi. Sudah berkeping-keping. Kemudian ada regulasi dan tantangan tentang tembakau," katanya.
Menurut Fikarwin, satu di antara cara yang bisa ditempuh saat ini adalah mempertahankan nilai historis tembakau Deli. Termasuk dengan upaya melestarikan situs-situs peninggalannya.
"Saya rasa untuk kembali ke situ tidak bisa. Tapi karena komoditas bersejarah, kita harus melestarikannya. Mungkin tak lagi untuk produk rokok. Bisa dengan produk lain," kata Fikarwin.
Kepala Dinas Perkebunan Pemprov Sumatra Utara Lies Handayani Siregar mengatakan, upaya yang dilakukan pihaknya saat ini adalah mempertahankan nilai historis tembakau Deli.
"Tugas kami adalah mempertahankan agar tembakau Deli tidak hilang dari bumi. Tembakau Deli ini sangat sensitif sekali dan butuh treatment khusus," katanya.
Lies menjelaskan, saat ini lahan produksi tembakau di Sumatra Utara semakin menipis. Hanya terdapat enam daerah lagi yang memiliki area untuk tanaman tersebut.
"Kalau untuk kembali seperti dulu, saya rasa tidak bisa. Tapi yang bisa dilakukan hanya dengan melestarikan sejarahnya," kata Lies.
Menurut Manager SEVP Operation PTPN II Edy Marlon, satu di antara tantangan lain untuk mengembalikan kejayaan tembakau Deli adalah proses produksinya. Tembakau Deli butuh perlakuan istimewa agar dapat tumbuh maksimal.
Komoditas ini dikenal sensitif. Pertumbuhannya sangat dipengaruhi kondisi tanah dan iklim.
Senada dengan Lies, Edy juga sepakat bahwa upaya yang dapat dilakukan saat ini adalah melestarikan nilai sejarah tembakau Deli.
"Tembakau Deli butuh treatment khusus, mulai dari proses pembibitan sampai panen, mulai dari tanah hingga pekerjanya. Di sinilah keterbatasan dan tantangan dalam pengembangan tembakau Deli," ujar Edy.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman menyatakan dukungan penuh upaya untuk mengembalikan kejayaan tembakau Deli.
"Tak bisa dipungkiri tembakau Deli adalah bagian erat dari sejarah Medan dan Sumatra Utara. Saya secara pribadi siap berjuang, siap membangun perekonomian Sumatra Utara, harus kita hidupkan kembali tembakau Deli," kata Aulia.
Aulia mengatakan, pemerintah dapat mengemas nama besar tembakau Deli untuk mendongkrak perekonomian Sumatra Utara. Satu di antaranya dengan membentuk destinasi wisata khusus tembakau Deli.
"Salah satu caranya bisa kita buat adalah kawasan atau destinasi khusus wisata tembakau Deli. Bisa kita bangun lokasi khusus untuk melihat proses dan produk jadi tembakau Deli di Medan," ujar Aulia.