Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dampak DMO CPO 30 Persen Terhadap Ekspor Sekaligus Perekonomian Sumut

Ekspor diperkirakan tumbuh 11,92 persen secara year on year (yoy) sekaligus tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara pada 2022. 
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, MEDAN - Bank Indonesia memprediksi kinerja ekspor Sumatra Utara akan meningkat pada tahun ini.

Peningkatan tak cuma bakal dipicu kenaikan harga minyak dunia, namun juga imbas kendala pasokan minyak bunga matahari akibat disrupsi energi dan bahan pangan global. 

Ekspor diperkirakan tumbuh 11,92 persen secara year on year (yoy) sekaligus tetap menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara pada 2022. 

Bank Indonesia juga memperkirakan laju pertumbuhan ekonomi provinsi ini akan berada pada rentang 3,7-4,5 persen (yoy).

"Komoditas ekspor utama diperkirakan akan tetap ditopang oleh CPO (Crude Palm Oil) dengan share berkisar 40 persen," ujar Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara Poltak Sitanggang, Minggu (13/3/2022).

Menurut Poltak, kebijakan pemerintah menaikkan Domestic Market Obligation (DMO) terhadap CPO menjadi 30 persen akan memberi dampak penurunan volume ekspor Sumatra Utara. Namun, kata Poltak, penurunan itu diperkirakan masih berada di level moderat pada jangka pendek. 

Sebaliknya, kata Poltak, nilai ekspor diperkirakan justru akan meningkat seiring penurunan volume.

"Ekspor diperkirakan tetap meningkat karena penurunan volume ekspor dikompensasi oleh kenaikan harga di pasar internasional," ujar Poltak.

Poltak menambahkan, pertumbuhan ekspor komoditas CPO Sumatera Utara meningkat secara yoy meski mengalami fluktuasi secara month to month (mtm). Kondisi ini berlangsung sesuai pola khas musiman.

Sejalan dengan periode panen buah kelapa sawit, kata Poltak, pertumbuhan ekspor (mtm) komoditas CPO umumnya terjadi pada periode Maret, Juli-Agustus dan Desember-Januari.

Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatra Utara, ekspor Sumatra Utara tercatat turun sebesar 15,87 persen pada Januari 2022 dibanding Desember 2021. Sedangkan impor tercatat naik sebesar 16,24 persen.

Pada Desember 2021, ekspor Sumatra Utara tercatat US$1,14 miliar. Sedangkan ekspor pada Januari 2022 menjadi US$956,41 juta. Akan tetapi, nilai ekspor pada Januari 2022 tercatat naik dibandingkan Januari 2021. Kenaikannya tercatat mencapai 19,67 persen.

Pada Januari 2022, golongan lemak dan minyak hewan atau nabati merupakan golongan barang yang mengalami penurunan ekspor terbesar, yaitu sebesar US$116,06 juta atau turun -24,35 persen. Padahal, golongan ini berkontribusi sebesar 37,70 persen dari total ekspor Sumatra Utara.

"Tentunya penurunan ini dengan tren positif secara menyeluruh dalam setahun. Mudah-mudahan ke depan ada peningkatan," kata Kepala BPS Sumatra Utara Nurul Hasanudin.

Harga CPO terpantau berfluktuasi pada sepekan ini. Bahkan, harganya sempat memecahkan rekor. Yakni senilai MYR 7.074 per ton pada Rabu (9/3/2022) lalu mesti akhirnya kembali turun.

Sumatra Utara sendiri dikenal sebagai satu di antara provinsi dengan area perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia. Pada 2018 saja, luasnya tercatat mencapai 1.260.080,95 hektare.

Menurut pengamat ekonomi asal Universitas Islam Sumatra Utara Gunawan Benjamin, situasi geopolitik Ukraina-Rusia tak pelak berdampak terhadap penurunan volume ekspor. 

Senada dengan prediksi Bank Indonesia, Gunawan juga memperkirakan penurunan volume bakal mendongkrak nilai ekspor.

"Sementara kalau dari sisi nominalnya, kinerja ekspor berpeluang naik karena harga komoditas unggulan Sumatra Utara di pasar internasional mengalami kenaikan," kata Gunawan.

Perang antara Rusia dan Ukraina bagai berkah tersendiri bagi komoditas CPO. Namun di sisi lain, perang justru menyebabkan berbagai komoditas ekspor anjlok. Seperti golongan karet.

Gunawan mengatakan, kenaikan DMO CPO dari 20 persen menjadi 30 persen di tengah polemik minyak goreng dianggap begitu membebani kalangan pengusaha atau industri. 

"Polemik minyak goreng yang berkepanjangan justru membuat pemerintah menambah beban pengusaha untuk menyediakan kebutuhan CPO domestik. Kebijakan yang diambil terbilang sangat tidak berpihak pada pengusaha," kata Gunawan.

Menurut Gunawan, kebijakan DMO CPO teranyar tentu akan berimbas pada kinerja ekspor. Khususnya di Sumatra Utara.

"Tergantung dari implementasi kebijakan DMO CPO itu sendiri di lapangan. Kalau benar-benar sesuai yang diinginkan pemerintah, maka memang secara volume ekspor bisa berpeluang turun tipis," katanya.

Jika harga CPO masih berada di atas MYR 6.000 per ton, menurut Gunawan, nilai ekspor tetap akan bergerak naik dibanding tahun sebelumnya. Kebijakan DMO CPO oleh pemerintah diperkirakan tidak mengubah kinerja ekspor komoditas tersebut secara signifikan. 

Lebih lanjut, Gunawan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara mentok pada angka 3 persen pada 2022. Sedangkan laju inflasi juga diprediksi berkisar 3 persen sehingga menciptakan stagflasi pada perekonomian provinsi ini.

"Untuk pertumbuhan ekonomi sendiri, dari sawit hingga olahannya sangat mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang tentunya lebih baik dibandingkan 2021. Itu kalau hanya berbicara tentang sawit. Tetapi pertumbuhan ekonomi akan terbebani dengan kenaikan sejumlah harga kebutuhan pangan dan energi di tahun ini," pungkas Gunawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper