Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tak Mau Kecolongan, Pemprov Sumut Telusuri Dugaan Pupuk Palsu di Kalangan Petani

Petugas kini sedang menelusuri dugaan praktik tersebut dengan menyambangi kediaman seorang petani di Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, bernama Muliono.
Sejumlah petani Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, saat memupuk tanaman di lahan pertanian mereka, Rabu (19/1/2022). /Bisnis-Nanda Fahriza Batubara
Sejumlah petani Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, saat memupuk tanaman di lahan pertanian mereka, Rabu (19/1/2022). /Bisnis-Nanda Fahriza Batubara

Bisnis.com, DELI SERDANG - Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Sumatra Utara langsung menindaklanjuti informasi tentang dugaan peredaran pupuk palsu atau tiruan di kalangan sejumlah petani Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

Petugas kini sedang menelusuri dugaan praktik tersebut dengan menyambangi kediaman seorang petani di Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, bernama Muliono.

Muliono merupakan Sekretaris Gabungan Kelompok Tani Mandiri yang diduga tertipu oleh produk pupuk palsu.

"Bisa langsung dengan kepala seksi. Beliau sedang di lapangan mengecek pupuk tersebut," ujar Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Sumatra Utara Baharuddin Siregar kepada Bisnis, Selasa (8/2/2022).

Menurut Kepala Seksi Pupuk, Pestisida dan Alsintan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Pemprov Sumatra Utara Heru Suwondo, mereka sedang berupaya bertemu dengan Muliono untuk memeroleh informasi lebih detail soal dugaan peredaran pupuk palsu.

Heru ditemani oleh unsur Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pemkab Deli Serdang dan sejumlah Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Akan tetapi, hingga laporan ini diturunkan, petugas belum berhasil bertemu dengan Muliono.

"Sampai sekarang kami masih di rumahnya, tapi orangnya (Muliono) belum ketemu juga," kata Heru.

Sebelumnya, Bisnis mengulas soal dugaan pupuk palsu atau tiruan yang beredar di kalangan sejumlah petani Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara. Dugaan itu mencuat setelah seorang petani mengaku pernah membeli pupuk palsu.

Peristiwa ini dialami Muliono, Sekretaris Gabungan Kelompok Tani Mandiri asal Desa Sidodadi, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, saat musim tanam padi Oktober 2021 lalu.

Pupuk jenis NPK Phonska yang dibelinya belakangan diketahui palsu setelah hasil produksi padi tidak normal. Selain itu, laju pertumbuhan tanaman juga lebih lambat dari umumnya.

Kecurigaan sebenarnya sudah muncul saat Muliono merendam pupuk dalam air. Tiba-tiba, warnanya berubah menjadi hitam. Sedangkan biasanya warna akan berubah menjadi warna merah.

"Ada yang Phonska (palsu). Musim ini belum tahu ada lagi yang palsu atau tidak. Saat musim tanam Bulan Oktober lalu saya dapat juga yang palsu. Cuma saya tahunya sewaktu merendam pupuk. Warnanya berubah hitam, tidak merah dia. Tidak hancur seperti yang asli," kata Muliono kepada Bisnis, Senin (7/2/2022).

Menurut Muliono, pupuk palsu itu dibelinya dari suatu toko di Desa Aras Kabu, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Harganya sekitar Rp150 ribu per zak atau 50 kilogram. Kemasannya, menurut Muliono, sangat mirip dengan produk asli sehingga sulit dibedakan.

Saat itu, kata Muliono, ketersediaan pupuk subsidi terbatas. Sehingga mereka harus memenuhi kebutuhan dengan memakai pupuk nonsubsidi meski belakangan ternyata palsu.

Karena sudah terlanjur digunakan, Muliono memilih tidak mengadukan persoalan pupuk palsu ini ke toko asalnya. Muliono diduga bukan satu-satunya petani di Kabupaten Deli Serdang yang akhirnya merugi akibat memakai produk tiruan tersebut.

"Padinya tidak ada perubahan. Tapi karena petani lain dicampur dengan pupuk lain, jadi mereka tidak memperhatikannya kali, cuma petani heran kok lama perkembangan padinya," kata Muliono.

"Produksinya jauh sekali tidak seperti biasanya. Cuma petani tidak bisa membedakan yang asli dan yang palsu karena kemasan sama dan belinya juga di kios," sambungnya.

Menurut SVP Komunikasi Korporat PT Pupuk Indonesia (Persero) Wijaya Laksana, peredaran pupuk palsu atau tiruan memang sudah lama berlangsung.

Produsen pupuk palsu umumnya menggunakan kemasan dan merek yang menyerupai produk asli milik Pupuk Indonesia. Untuk itu, Wijaya mengimbau para petani agar waspada dan lebih teliti.

"Memang harus hati-hati, banyak penjual pupuk yang membuat mirip kemasannya dengan kemasan produk kami. Praktik ini sudah berlangsung lama sebenarnya. Sudah berkali-kali dilakukan penangkapan oleh pihak berwajib, tapi muncul lagi dan lagi," kata Wijaya kepada Bisnis.

Selain meneliti bentuk dan kemasannya, menurut Wijaya, diperlukan uji kandungan untuk membedakan pupuk asli dan yang palsu.

"Kalau pupuk palsu pasti kandungannya rendah. Jadi bisa pupuk palsu, bisa juga pupuk yang kualitasnya sangat rendah," kata Wijaya.

Wijaya mengatakan, Pupuk Indonesia beserta anak usahanya memiliki hak eksklusif atas merek dagang pupuk subsidi. Seluruh produk pupuk milik Pupuk Indonesia telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM dan memiliki kualitas serta kandungan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

Adapun merek dagang pupuk subsidi produksi Pupuk Indonesia antara lain pupuk Urea berlogo Pupuk Indonesia, pupuk NPK Phonska berlogo Pupuk Indonesia, pupuk organik Petroganik berlogo Pupuk Indonesia.

Kemudian pupuk SP-36 berlogo Petrokimia Gresik, pupuk ZA berlogo Petrokimia Gresik, pupuk NPK khusus tanaman Kakao brand Pelangi dengan logo Pupuk Indonesia, serta pupuk organik cair Phonska Oca.

Produk asli milik Pupuk Indonesia juga memiliki ciri lain. Yakni mencantumkan call center, logo SNI, hingga nomor izin edar. Sedangkan produk kemasan karung bertuliskan "Pupuk Bersubsidi Pemerintah, Barang Dalam Pengawasan".

Selain itu, terdapat ciri pada bentuk fisik produk asli Pupuk Indonesia. Di antaranya berbentuk granul dan memiliki warna yang khas. Seperti pupuk Urea yang berwarna merah muda atau pink, pupuk ZA berwarna oranye, pupuk NPK Phonska berwarna merah kecokelatan, dan pupuk SP-36 berwarna abu-abu.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI) Achmad Tossin Sutawikara, meneliti bentuk dan kemasan bisa dijadikan langkah awal untuk membedakan pupuk asli dan palsu. Sebab, pupuk asli produksi PT Pupuk Indonesia memiliki karakteristik atau ciri khusus.

"Sebetulnya fisik kemasan juga sudah ada ciri-ciri khusus. Dalam setiap sosialisasi, para penyuluh dan marketing supervisor sudah mengkomunikasikannya kepada konsumen," kata Tossin kepada Bisnis.

Menurut pengamat ekonomi asal Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Gunawan Benjamin, peredaran pupuk palsu atau tiruan di Sumatra Utara sudah kerap terjadi.

"Terkait dengan temuan pupuk palsu, hal tersebut pernah terjadi pada sejumlah responden petani yang rutin memberikan data ke saya," ujar Gunawan kepada Bisnis.

Menurut Gunawan, tampilan fisik pupuk palsu dan asli sangat mirip sehingga sulit dibedakan. Petani umumnya baru menyadari pupuk tersebut palsu setelah hasil maupun proses produksi tidak seperti biasanya.

Jika sudah terlanjur, petani yang memakai pupuk palsu akan mengalami kerugian berlipat ganda. Selain kerugian biaya pupuk, produksi pertanian juga berpotensi turun 30-40 persen. Khususnya untuk padi.

"Jadi uang untuk membeli pupuk habis, panen pun jauh dari harapan. Petani merugi berlipat ganda kalau menggunakan pupuk palsu," kata Gunawan.

Menurut Gunawan, peredaran pupuk palsu biasanya memanfaatkan keberadaan pupuk asli. Modusnya dengan menyelipkan produk palsu tersebut di antara produk-produk asli.

"Sehingga sulit sekali untuk menarik kesimpulan apakah tanaman itu benar-benar telah menggunakan pupuk asli atau tidak," ujarnya.

Gunawan mengatakan, sebagian petani terkadang juga tidak sadar telah tertipu menggunakan pupuk palsu. Ketika jumlah produksi anjlok, petani yang tak sadar tersebut cenderung menyimpulkan bahwa faktor lain menjadi penyebabnya.

Seperti ketidakcocokan pada tingkat keasaman (pH) tanah hingga petani tersebut akhirnya beralih ke tanaman pertanian lainnya.

Lebih lanjut, Gunawan mengingatkan bahwa persoalan pupuk palsu ini tidak hanya merugikan sisi ekonomi petani. Namun juga kondisi psikologis mereka.

"Dan dampak buruk lainnya justru bisa memicu inkonsistensi pola tanam petani. Ini bisa bermuara pada pasokan bahan pangan di masyarakat yang kerap naik turun, karena petani kerap gonta-ganti tanaman," pungkas Gunawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper