Bisnis.com, LANGKAT - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menduga Bupati Langkat Nonaktif Terbit Rencana Peranginangin alias Cana punya lebih dari dua unit kerangkeng manusia.
Dugaan itu muncul dari dokumen yang ditemukan LPSK saat menelusuri perkara ini. Dokumen tersebut menyinggung soal "kereng ketiga" yang diduga merujuk pada keberadaan unit kerangkeng lainnya.
"Dokumen itu menunjukkan ada istilah 'kereng tiga'. Nah kereng ketiga ini yang kami tidak tahu yang mana. Karena yang di situ disebut kereng satu dan kereng dua. Tapi kok ini ada disebut kereng tiga," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu kepada Bisnis, Senin (31/1/2022).
Sejauh ini, belum diketahui keberadaan kerangkeng manusia lainnya yang diduga juga dikelola Cana, sapaan akrab Terbit Rencana Peranginangin, berserta adik kandungnya, Sribana Peranginangin, yang kini menjabat Ketua DPRD Langkat.
"Nah kereng tiga ini yang kami tidak tahu yang mana. Pertama lokasi di mana, kemudian apakah masih ada? Jangan-jangan masih ada orang di dalam," kata Edwin.
Terpisah, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam menolak mengomentari dugaan adanya kerangkeng lain milik Cana.
"Kami tidak bisa mengomentari institusi lain. Kami tahu apa yang terjadi," kata Anam kepada Bisnis.
Sementara itu, Kapolda Sumatra Utara Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak belum bisa dimintai komentarnya soal dugaan adanya kerangkeng ketiga yang dikelola Cana.
Sebelumnya, LPSK melakukan penelusuran mengenai keberadaan kerangkeng manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.
Sejumlah saksi juga telah dimintai keterangan. Termasuk keluarga dari satu orang mantan penghuni kerangkeng yang telah meninggal dunia. Pihak keluarga merasa curiga lantaran penghuni tersebut tewas hanya kurun sebulan setelah diserahkan ke pengelola kerangkeng. Peristiwa ini terjadi pada 2019 lalu.
Terkait kematian ini, pihak pengelola mengatakan ke keluarga bahwa yang bersangkutan meninggal karena sakit asam lambung. Namun keluarga semakin curiga setelah mendapati kejanggalan pada jasad jenazah penghuni tersebut.
"Ketika pihak keluarga datang, kata pihak pengelola sudah dimandikan, sudah dikafani dan tinggal dimakamkan. Hal ini membangun kecurigaan pihak keluarga yang kemudian melihat wajah korban itu ada bekas-bekas luka," kata Edwin.
Masih berdasar penelusuran LPSK, para penghuni kerangkeng di kediaman Cana diduga juga tidak semua berstatus pecandu narkoba. Ada yang dikurung karena hobi berjudi, mencuri hingga selingkuh alias tidak setia kepada istri.
Temuan ini menunjukkan bahwa klaim panti rehabilitasi narkoba yang disampaikan sebelumnya tidak tepat. Selain itu, kerangkeng tersebut juga tidak memenuhi kriteria sebagai panti rehabilitasi narkoba sesuai standar internasional.
"Beberapa orang yang pernah ditahan bukan pecandu narkoba," kata Edwin.
Edwin menambahkan, LPSK juga menemukan dokumen yang mengungkap adanya transaksi pembayaran dalam proses penahanan.
Pengelola kerangkeng meminta keluarga menandatangi surat pernyataan yang isinya melarang mereka meminta penghuni dikeluarkan sebelum 1,5 tahun, kecuali atas instruksi dari "pembina".
Pihak keluarga juga diminta tidak akan menuntut apapun jika penghuni sakit atau meninggal dunia.
Di sisi lain, menurut Edwin, para penghuni juga tidak bisa leluasa dikunjungi pihak keluarga. Bahkan mereka juga tidak bisa melaksanakan ibadah seperti ke masjid maupun gereja.