Bisnis.com, MEDAN - Pada tahun ini, terdapat delapan pemerintah daerah (Pemda) di Sumatra Utara yang menyabet predikat kepatuhan rendah terhadap standar pelayanan publik alias zona merah.
Penilaian diberikan Ombudsman RI setelah melalui proses survei kurun Juni-Agustus 2021.
Menurut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Utara Abyadi Siregar, status yang disematkan jadi indikator sekaligus potret rendahnya kualitas penyelenggaraan layanan publik pada delapan Pemda tersebut.
"Dengan kata lain, instansi yang tidak memiliki standar layanan publik sudah pasti layanannya buruk," kata Abyadi, Kamis (30/12/2021).
Delapan Pemda dengan predikat pelayanan buruk versi Ombudsman RI adalah Pemkab Nias Selatan dengan nilai 47,94, Pemkab Labuhanbatu Utara dengan nilai 46,54, Pemkab Toba dengan nilai 45,51, Pemkab Padang Lawas dengan nilai 44,97.
Kemudian Pemkab Padang Lawas Utara dengan nilai 41,75, Pemkab Tapanuli Tengah dengan nilai 40,93, Pemko Sibolga dengan nilai 34,08) dan Pemkab Nias dengan nilai 32,60.
"Jadi Pemkab Nias dan Pemko Sibolga yang paling terendah. Karena nilainya paling rendah," kata Abyadi.
Selain delapan Pemda dengan pelayanan buruk, terdapat pula delapan Pemda yang diberi predikat kepatuhan tinggi terhadap standar pelayanan publik atau Zona Hijau.
Yakni Pemkab Deliserdang dengan nilai 98,90, Pemkab Dairi dengan nilai 93,29, Pemkab Tapanuli Selatan dengan nilai 91,06, dan Pemkab Humbang Hasundutan dengan 90,37.
Kemudian Pemkab Batubara dengan nilai 89,67, Pemko Medan dengan nilai 89,22, Pemko Tebingtinggi dengan nilai 86,51 dan Pemko Pematangsiantar dengan nilai 83,70.
Bahkan, Pemkab Deliserdang berhasil duduk di peringkat dua nasional untuk kategori pemerintah kabupaten. Sedangkan peringkat pertama diduduki oleh Pemkab Kampar, Riau, dengan nilai 99,70.
Selebihnya, yaitu 18 Pemda, meraih predikat kepatuhan sedang terhadap standar pelayanan publik atau Zona Kuning. Termasuk Pemprov Sumatra Utara pada kategori pemerintahan provinsi.
Abyadi mengingatkan bahwa pemenuhan standar menjadi kewajiban para penyelenggara pelayanan publik. Hal ini diatur dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009.
Kepatuhan terhadap pemenuhan standar pelayanan publik juga syarat utama mewujudkan pelayanan yang prima. Standar pelayanan publik yang rendah, menurut Abyadi, mengisyaratkan tingginya praktik maladministrasi.
Lebih lanjut, Abyadi mengatakan bahwa Ombudsman membuka pintu bagi para Pemda yang masih berada dalam kategori pelayanan buruk untuk berkonsultasi. Harapannya, predikat yang sama tidak lagi disematkan pada tahun depan.
"Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Utara siap dan terbuka bagi Pemda yang ingin melakukan koordinasi dan konsultasi untuk perbaikan penyelenggaraan layanan publik," katanya mengakhiri.