Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan (DJPb) Sumatra Barat berharap dengan adanya belanja negara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah hingga sebesar 5 persen pada tahun 2021 ini.
Kepala Kanwil DJPb Sumbar Heru Pudyo Nugroho mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 diprediksi mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen. Sehingga dengan adanya adanya belanja negara di Sumbar ini, dapat menjadi salah satu sumber yang mendorong pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Dia menjelaskan untuk alokasi belanja negara tahun 2021 di Provinsi Sumbar sebesar Rp31,15 triliun, yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat (Belanja Kementerian/Lembaga) sebesar Rp11,00 triliun dan belanja Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp31,15 triliun.
"Jika dibandingkan dengan total alokasi tahun 2020, jumlah alokasi tahun 2021 mengalami penurunan sebesar -3,46 persen dari alokasi tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi baik pada belanja K/L maupun TKDD," jelas Heru, seperti tertulis dari keterangan resminya, Kamis (20/5/2021).
Sementara itu jumlah realisasi belanja negara di Provinsi Sumbar sampai dengan akhir Maret 2021 mencapai Rp6,32 triliun (20,28 persen dari pagu) yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat Rp1,75 triliun dan belanja TKDD Rp4,57 triliun.
Secara nominal, total realisasi belanja ini mengalami penurunan -5,98 persen dari realisasi tahun sebelumnya pada periode sama (yoy), yang terealisasi sebesar Rp6,72 triliun. Penurunan ini terjadi akibat adanya penurunan realisasi belanja TKDD.
Heru memaparkan, seperti untuk alokasi anggaran untuk belanja pemerintah pusat (K/L) di Sumbar dalam kurun dua tahun terakhir terus mengalami penurunan. Tahun 2019, alokasi untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp13,37 triliun, sementara di tahun 2020 terkontraksi -10,34 persen menjadi Rp11,99 triliun dan di tahun 2021 menjadi Rp11,03 triliun.
Namun demikian, meskipun jumlah alokasi anggaran turun, nominal dan persentase penyerapan anggaran belanja Pemerintah Pusat terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2021 realisasi belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp1,75 triliun dapat melebihi target realisasi triwulan I yakni mencapai 15,87 persen.
"Capain ini menjadi yang pertama kali dalam kurun lima tahun terakhir," katanya.
Dikatakannya pertumbuhan penyerapan didorong oleh kebijakan langkah-langkah strategis pelaksanaan anggaran TA 2021 yang sudah dicanangkan dari bulan Desember 2020.
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan 31 Maret 2021 masih menunjukkan kinerja yang baik, didukung oleh pertumbuhan realisasi Belanja Pegawai, Modal, dan Belanja Barang, Kinerja realisasi belanja pemerintah pusat masih bertumpu pada capaian penyerapan belanja pegawai, dimana jenis belanja ini terealisasi sebesar Rp869,66 miliar atau 49,69 persen dari total realisasi belanja pemerintah pusat.
Jumlah ini mengalami pertumbuhan sebesar 1,29 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu (yoy).
Sementara itu belanja modal menjadi jenis belanja yang mengalami pertumbuhan terbesar, dimana dapat terealisasi sebesar Rp290,28 miliar tumbuh 35,34 persen jika dibandingkan dengan realisasi di tahun 2020 yang mencapai Rp214,48 miliar.
"Pertumbuhan belanja modal ini dipengaruhi dari percepatan pelaksanaan lelang kegiatan di awal tahun yang merupakan pelaksanaan salah satu langkah strategis pelaksanaan anggaran," sebutnya.
Belanja bantuan sosial mengalami kontraksi yang cukup dalam, dimana sampai dengan akhir maret 2021 hanya terealisasi Rp21,6 juta atau 0,08 persen dari pagu dan terkontraksi sebesar -99,21 persen dari realisasi tahun lalu. Hal ini disebabkan belum optimalnya penyaluran dana Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah pada Kementerian Agama.
Begitu juga untuk belanja negara melalui transfer ke daerah dan Dana Desa. Dimana total anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa yang disalurkan di Provinsi Sumbar di tahun 2021 adalah sebesar Rp20,15 triliun.
Jumlah itu, jika dibandingkan dengan alokasi tahun lalu, jumlah ini mengalami penurunan sebesar -0,77 persen. Dalam kurun dua tahun terakhir, alokasi TKDD ke Sumatera Barat mengalami penurunan.
Kondisi ini tidak terlepas dari menurunnya jumlah pendapatan negara dan kebijakan Pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19. Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan akhir Maret 2021 mencapai Rp4,57 triliun atau 22,69 persen dari pagu yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp4,36 triliun (22,77 persen) dan Dana Desa Rp209,10 miliar (21,07 persen).
Realisasi TKDD lebih rendah 9,65 persen (yoy) apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, hal ini dipengaruhi oleh penurunan jumlah realisasi DAU, DAK Fisik dan Dana Desa.
"Realisasi Transfer Ke Daerah (TKD) lebih rendah Rp465,65 miliar atau sekitar 9,65 persen bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2020," ujar Heru.
Menurut dia rendahnya realisasi TKD disebabkan karena (i) Realisasi DAU lebih rendah sebesar Rp1,04 triliun atau sekitar 23,50 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Hal ini disebabkan karena Pemda belum dapat menggunakan aplikasi Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) dari Kemendagri secara optimal, sebagai contoh untuk pembayaran biaya operasional OPD yg berasal dari DAU dengan aplikasi SIPD masih belum bisa berjalan sehingga realisasi DAU TW I 2021 berjalan lambat (ii) Realisasi DAK Fisik belum ada realisasi. Hal ini disebabkan karena sampai dengan akhir Maret 2021 Pemda di Sumbar pada umumnya masih proses lelang dan proses reviu APIP belum selesai.
Sementara itu, realisasi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir Maret 2021 sebesar Rp209,10 miliar, lebih rendah Rp33,36 miliar (9,84 persen) dibandingkan realisasi Dana Desa pada periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp242,47 miliar.
Penurunan realisasi Dana Desa tersebut dipengaruhi oleh masih terdapat 2 Pemda (Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Pasaman) yang belum menyalurkan Dana Desa dan terdapat enam Pemda yang belum menyalurkan BLT Dana Desa (Kabupaten Pasaman Barat, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pasaman, Kabupaten Tanah Datar).
Beberapa permasalahan yang terjadi dalam penyaluran Dana Desa dan BLT Dana Desa diantaranya adalah (i) masih terdapat APBDes yang perlu diperbaiki, (ii) proses penyusunan dan penetapan APBDes belum selesai di tingkat desa, (iii) proses penyusunan/penetapan perkades KPM BLT Dana Desa belum selesai, (iv) penggantian Kepala Desa, sehingga kepala desa definitif belum ditetapkan dan (v) Perkades penetapan KPM direvisi karena alokasi anggaran tidak cukup tersedia.
Selain itu, serapan belanja negara yang dilihat dari sisi pengelolaan BLU. Untuk total anggaran belanja BLU yang dialokasikan pada tujuh BLU yang ada di Sumbar di tahun 2021 adalah sebesar Rp2,49 triliun lebih rendah Rp17,11 miliar atau 0,68 persen dibandingkan alokasi pada periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp2,51 triliun.
Sementara realisasinya sampai dengan akhir Maret 2021 telah mencapai Rp270,81 miliar, lebih rendah Rp 51,89 miliar atau 16,08 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp322,69 miliar.
Menurunnya realisasi belanja BLU disebabkan karena terdapat tiga BLU yang tingkat realisasinya mengalami penurunan cukup besar. RSU M. Jamil Padang menjadi satker yang mengalami penurunan jumlah realisasi belanja terbesar yakni 39,59 persen.
Sementara itu, pendapatan BLU dalam periode triwulan I 2021 telah terealisasi sebesar Rp255,73 miliar atau 18,49 persen dari target pendapatan BLU sebesar Rp1,38 triliun. Universitas Andalas menjadi satker BLU yang berkontribusi terbesar terhadap pendapatan BLU yakni sebesar Rp112,20 miliar atau 43,88 persen dari seluruh pendapatan BLU.
Berdasarkan akun pendapatan, Pendapatan Jasa Pelayanan Pendidikan (424112) merupakan jenis pendapatan BLU terbesar yakni Rp181,04 miliar atau 70,79 persen dari seluruh pendapatan BLU.
"Capaian ini meningkat tajam (608.68 persen) jika dibandingkan dengan realisasi di tahun lalu. Hal ini disebabkan karena di triwulan I 2021 sudah kembali normal pembayaran UKT dari mahasiswa," ungkapnya. (k56)