Bisnis.com, MEDAN - Pemerintah Provinsi Sumatra Utara perlu mendorong industri padat karya untuk menjaga perekonomian daerah pada fase new normal.
Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumut Wiwiek Sisto Widayat menilai target pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara di level sekitar 3%-4% agak berat. Dalam skenario berat, Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Sumut tumbuh di level sekitar 2,2%-2,6%.
Pertumbuhan kuartal I/2020 tercatat 4,65%, jauh di atas nasional 2,97% dan Sumatra 3,25%. Pertumbuhan itu juga masih lebih baik dibandingkan dengan kuartal I/2019 sebesar 4,53%.
Sementara itu, pada kuartal II dan III tahun ini menjadi lebih berat karena dampak pandemi Covid-19. Pada periode pandemi, perekonomian Sumut akan tertekan di kisaran 1,3-1,8%.
Meluasnya Covid-19 berdampak pada melambatnya beberapa sektor usaha, terutama penyediaan akomodasi, makanan minuman, perdagangan besar dan eceran, transportasi, dan konstruksi. Dari sisi penggunaan, penurunan dipengaruhi oleh kontraksi dari sisi eksternal serta perlambatan domestic demand.
"Kami melihat untuk mencapai pertumbuhan 3% itu memang ada prasyaratnya karena diperlukan dana yang cukup besar," katanya melalui konferensi video dalam diskusi Sumut Menghadapi New Normal, dikutip Kamis (4/6/2020).
Baca Juga
Perlu tambahan dana sekitar Rp2,1 triliun pada kuartal II/2020 dan Rp2,9 triliun pada kuartal III/2020 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di level 3% secara year on year (yoy). Kebutuhan dana ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, tetapi juga koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan kota.
Wiwiek menilai refocusing APBD sebaiknya tidak hanya ditujukan untuk bantuan sosial, tetapi juga ditujukan untuk mendorong industri padat karya seperti industri tekstil, barang dari kayu, dan penyediaan makan minum. Hal ini sejalan dengan banyak tenaga kerja yang terkena dampak Covid-19 berasal dari sektor akomodasi makanan-minuman, perdagangan, jasa, transportasi, dan industri pengolahan.
"Kalau Rp1,5 triliun itu diberikan ke Bansos saja tidak ada multiplier effect ke dampak penyerapan tenaga kerja," imbuhnya.
Dengan asumsi anggaran yang berasal dari hasil refocusing APBD sebesar Rp1,5 triliun, dapat memberikan dampak penyerapan tenaga kerja di industri tekstil sebanyak 11.602 orang. Potensi penyerapan tenaga kerja bakal lebih besar di industri kayu sekitar 12.000 orang dan penyediaan makanan minuman sekitar 25.000 orang.
"Sektor yang paling terdampak Covid-19 adalah akomodasi, makan minum, dan perdagangan. Ini yang harus dinaikkan untuk mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi [dari skenario berat] di Sumut," katanya.