Bisnis.com, PALEMBANG – Pemerintah Kota Palembang mengenalkan kembali tradisi ngobeng atau ngidang kepada kalangan milenial yang sudah menjadi tradisi orang melayu, termasuk masyarakat Palembang.
Staf Ahli Wali Kota Palembang Bidang Ekonomi Pendapatan Daerah, Hukum dan HAM, Altur Febriyansyah, mengatakan tradisi ini merupakan warisan budaya leluhur Kota Palembang.
“Tradisi ini memilik makna yang mendalam. Ngidang adalah cara makan bersama-sama dan lesehan jadi butuh kerjasama,” katanya usai membuka acara Ngidang di Museum SMB II, Selasa (26/11/2019).
Dia menjelaskan dalam ngidang, penyajian dilakukan bersama. Dalam satu hidangan terdiri dari delapan orang, kemudian makan bersama. Menurutnya tradisi tersebut sebagai wujud gotong royong yang harus dilestarikan.
“Karena untuk makan kita menyediakan makanan secara gotong royong, ada nilai positif, bisa menjalin komunikasi tanpa memperhatikan status sosial, semuanya rata duduk bersila," katanya.
Kegiatan ini kata Altur, menjadi wahana menumbuhkan semangat dan motivasi dalam melestarikan adat istiadat agar tetap tumbuh dan berkembang.
"Sesuai keinginan Wali Kota, H Harnojoyo dalam programnya gotong royong, ini bisa kita ambil sisi positifnya. Mudah-mudahan ke depan akan menjadi agenda tahunan. Selain itu, Ngidang juga diharapkan akan menjadi daya tarik wisatawan,” katanya.
Hal ini dibenarkan Kepala Dinas Kebudayaan bahwa tradisi ini hampir ditinggalkan oleh masyarakat yang hidup di perkembangan zaman.
"Saya mohon doa kepada masyarakat pada tahun 2020 nanti acara ngidang ini akan di daftarkan ke Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dan UNESCO sehingga tidak bisa diklaim oleh orang lain. selain itu juga kita akan mendaftarkan makanan khas asal Palembang Burgo yang kemudian akan kita dihidangkan.
Kita lihat kembali cara ini merupakan hal yang terlihat biasa namun dibalik itu ada nilai sejarah pada tempo dulu yaitu cara ngidang atau tata cara makan di kota Palembang.
Ditempat yang sama Ismail Kepala Bidang sejarah Dinas Kebudayaan menambahkan bahwa sejarah ngidang makan ini berawal dari arab, namun pada zaman kesultan Demangan cara tersebut dibuat berbeda jika dalam budaya arab semua hidangan dijadikan satu sedangkan dengan cara kita sendiri lauk-pauk semua terpisah tidak dijadikan satu.
"Untuk di Palembang sendiri kebudayaan ini masih melekat di daerah Tangga Buntung, 13-14 ulu yang masih mempertahankan tradisi tersebut ditengah kemajuan zaman. Inilah yang menjadi tugas utama kami untuk kembali memperkenalkan warisan budaya serta mempertahankannya,"tambahnya.