Bisnis.com, PEKANBARU -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau tengah melakukan kajian dampak kerugian akibat bencana kabut asap yang melanda daerah itu sejak akhir Juli lalu.
Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Provinsi Riau Asral memaparkan pihaknua sedang melakukan kajian dampak kabut asap bagi perekonomian setempat.
"Kami sedang melakukan kajian dampak kabut asap ini terhadap perekonomian, apakah dampaknya sama, lebih kecil, atau lebih besar bila dibandingkan bencana asap 2015 lalu," ujarnya Jumat (20/9/2019).
Sebelumnya sejumlah pengusaha mengaku mengalami kerugian akibat kabut asap. Diantaranya operator hotel mengalami pembatalan kegiatan jasa MICE dari klien.
Lalu menurut Asita Riau, sektor pariwisata ikut terdampak yaitu berkurangnya pemesanan paket pariwisata ke daerah itu hingga turun sampai 50 persen.
Menurut catatan Bisniscom, pada 2015 lalu BI Riau melakukan survey cepat tentang dampak kabut asap kepada pengusaha di Pekanbaru dan Dumai selama September hingga 1 Oktober 2015.
Ada tujuh sektor yang disurvey yaitu transportasi, jasa pengiriman, perdagangan, akomodasi jasa makan minum, jasa pendidikan dan kesehatan, perkebunan konstruksi dan properti, dan perbankan.
Sektor paling terdampak yaitu transportasi karena terganggunya aktivitas Bandara SSK II Pekanbaru bahkan beberapa kali bandara sempat lumpuh.
Akibatnya jasa penerbangan mengalami penurunan omset sebesar 50 persen atau lebih dari Rp200 miliar pada September 2015 bila dibandingkan periode sama tahun sebelumnya atau yoy. Sedangkan di Oktober penurunan lebih besar mencapai angka 60 persen karena bencana asap terus berlanjut.
Selain penerbangan, sektor yang mengalami dampak besar lainnya yaitu jasa pengiriman yang mengalami penurunan sampai 90 persen, salah satu faktor pemicu selain asap yaitu biaya pengalihan distribusi dari Bandara Pekanbaru ke Bandara Padang.
Adapun saat ini kualitas udara di Pekanbaru menurut data aplikasi Air Visual dengan bersumber data KLHK menunjukkan status berbahaya.
Kabut asap akibat karhutla sudah terjadi sekitar dua bulan. Akibatnya aktivitas pendidikan di sekolah dan kampus telah diliburkan. Sebagian penduduk setempat juga memilih untuk mengungsi ke wilayah dengan udara lebih sehat.