Bisnis.com, MEDAN—Penambahan kamar hotel di Sumatra Utara terus dipacu seiring dengan target 500.000 kunjungan wisatawan mancanegara per tahun.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Arief Sudarto Trinugroho mengatakan wajar bila saat ini tingkat okupansi kamar hotel masih rendah. Alasannya, jumlah kunjungan wisatawan ke Sumatra Utara belum terangkat signifikan.
Kendati demikian, dia menyebut bila pihaknya menghentikan laju penambahan kamar saat ini, diperlukan waktu lama untuk bisa menyiapkan kamar saat kunjungan wisatawan naik. Oleh karena itu, menurutnya, lesunya bisnis perhotelan saat ini tak akan lama hingga target kunjungan wisatawan tercapai.
Dia menilai masih terdapat permintaan untuk hotel bintang 4 dan bintang 5 sehingga masih diperlukan tambahan kamar-kamar baru. Terlebih, di daerah seperti Danau Toba yang masih membutuhkan pasokan kamar baru.
“Yang kami perlukan [hotel] bintang 5, bintang 4,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (12/3/2019).
Dia menyebut penambahan kamar baru harus segera dimulai kendati hotel eksisting menunjukkan okupansi yang masih rendah. Alasannya, untuk bisa mendatangkan 500.000 wisatawan mancanegara misalnya, diperlukan infrastruktur pendukung yang mumpuni, salah satunya ketersediaan kamar.
Baca Juga
Oleh karena itu, masih terdapat ruang untuk investasi di sektor jasa perhotelan. Dari data sepanjang 2018, realisasi penanaman modal menyentuh Rp24,82 triliun dari target Rp23,64 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp8,37 triliun di antaranya berasal dari dalam negeri dan Rp16,45 triliun berasal dari penanaman modal asing (PMA).
Dari sisi sektornya, modal asing mengalir ke sektor ketenagalistrikan, air dan gas sebesar Rp7,85 triliun, pertambangan Rp3,49 triliun dan perkebunan sebesar Rp2,66 triliun.
Di sisi lain, modal lokal lebih banyak ke sektor jasa yakni sebesar Rp2,49 triliun, industri makanan Rp1,81 triliun dan ketenagalistrikan, air dan gas sebesar Rp612,23 miliar.
“Kalau hotelnya belum ada kan butuh waktu untuk menyediakan kamar baru,” katanya.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, pada Januari 2019 tingkat keterisian kamar semakin kecil yakni dengan rata-rata 43,7% atau turun 0,2 poin dari tingkat keterisian pada Desember 2018 yakni 43,9%. Dari rata-rata TPK, angka keterisian tertinggi berasal dari hotel bintang 5 yakni sebesar 68,6%; hotel bintang 4 tingkat keterisiannya sebesar 50,3% dan hotel bintang 3 tingkat keterisiannya sebesar 32,1%.
Ketua PHRI Sumut, Denny S Wardhana mengatakan rendahnya tingkat keterisian kamar di dua bulan pertama tahun ini sebagian besar diakibatkan karena naiknya harga tiket pesawat rute domestik. Alasannya, saat ini bukanlah musim liburan saat kunjungan wisatawan tinggi namun untuk kegiatan pertemuan, pameran dan konvensi tergolong sepi.
Sebagai gambaran, dia menyebut bila dibandingkan tahun lalu, tahun ini cenderung lebih sepi karena konsumen yang sebagian besar merupakan institusi swasta juga pemerintah memilih untuk mencari hotel di lain kota seperti kota di Jawa yang tak memerlukan biaya tinggi untuk tiket pesawatnya.
Di Medan, katanya, sebelumnya kerap menjadi pilihan untuk melakukan pertemuan, pameran dan konvensi. Sayangnya, di tahun ini kegiatan cenderung lebih lengang.
Menurutnya, akibat alasan itu, tak heran bila tingkat keterisian kamar untuk hotel kategori bintang 3 dan di atasnya menurun. Meskipun sebelumnya telah disebutkan bahwa harga tiket pesawat akan diturunkan, belum terlihat kenaikan okupansi dari sekira 250 anggota PHRI Sumut. Di sisi lain, sejak tahun lalu, belum ada tambahan hotel baru di Medan. Tambahan hotel, katanya, baru terlihat di Kabupaten Deliserdang.
“Tahun lalu rata-rata penuh [keterisian kamarnya]. Yang ada karena tiketnya mahal, kegiatannya dipindahkan ke daerah lain, ke Jawa,” ujarnya.