Bisnis.com, PALEMBANG – Pemprov Sumatra Selatan berencana menerapkan sistem inti-plasma bagi industri perkebunan kelapa di provinsi itu layaknya komoditas kelapa sawit.
Kepala Biro Perekonomian Sumsel, Afrian John, mengatakan pihaknya telah berkomitmen untuk percepatan dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan pengrajin kelapa yang mayoritas berada di Kabupaten Banyuasin.
“Beberapa solusi yang disiapkan, diantaranya melakukan pendekatan semacam inti plasma, di mana akan ada perusahaan induk yang akan memproduksi industri kelapa dan membawahi petani atau pengrajin kelapa,” katanya, Selasa (25/12/2018).
Afrian mengatakan sejauh ini sudah ada eksportir untuk komoditas itu namun dinilai belum optimal. Oleh karena itu, pihaknya juga akan mengoptimalkan Sentra Industri Kecil dan Menengah (SIKIM) yang merupakan program Kementerian Perindustrian.
“inilah yang akan dioptimalkan lagi. Nantinya, SIKIM akan bekerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan hilirisasi kelapa, implementasinya akan dimulai 2019,” katanya.
Sementara itu Perwakilan Asosiasi Petani Kelapa Banyuasin, Muhammad Asri menjelaskan Kabupaten Banyuasin sebagai sentra perkebunan kelapa belum memiliki pengolahan yang benar-benar bisa menyerap potensi produksi kelapa.
Baca Juga
Padahal, luas lahan mencapai 45.000 hektare yang terbagi di lima kecamatan dengan hasil produksi 42.000 ton setiap masa panen.
“Total kisaran produksi Sumsel itu ada 55.000 ton, namun sisanya ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin,” ujarnya.
Asri menambahkan, pihaknya mengapresiasi adanya respon dari Pemprov Sumsel terhadap penurunan harga kelapa yang dinilai sudah tak wajar, dengan mempersiapkan langkah hilirisasi industri kelapa.
Mengingat berlokasi di perairan sehingga butuh akses untuk ke sana, sebaiknya pemerintah saat hendak membuat industri harus di basis pertanian kelapa agar meminimalisir biaya transportasi.
“Namun, dengan kapasitas tampung pabrik 7.000 ton belum bisa menyerap semua, artinya masih bisa ketergantungan dengan eksportir, karena 70% kelapa kita yang diekspor sedangkan 30% yang berputar di pasar lokal seperti ke pasar tradisional di Sumsel dan Lampung,” jelasnya.
Selama ini, ungkap Asri, yang diproduksi IKM adalah sisa sortiran ekspor. Jadi yang pecah diproduksi sementara grade A nya di ekspor.
"Ekspor kelapa dalam bentuk butir kelapa yang dikemas dalam karung. Dalam satu agen, bisa ekspor 40 kontainer per minggu," ungkapnya.