Bisnis.com, MEDAN - Bank Indonesia mengidentifikasi bahwa ketimpangan ekonomi yang cukup lebar masih menjadi salah satu tantangan terbesar ekonomi Sumatra Utara pada 2018.
"Kami memandang bahwa ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi telah menyebabkan pembangunan yang tidak merata yang pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan kemiskinan," ungkap Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara Arief Budi Santoso di forum Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Medan, Kamis (14/12/2017).
Menurut dia, ketimpangan ekonomi di Sumatera Utara terutama antara bagian Barat dan Timur masih sangat terasa. Struktur perekonomian Sumatera Utara masih didominasi oleh kawasan pantai timur dengan pangsa mencapai 74,3%.
Sementara untuk zona lainnya, yakni Zona II hanya sebesar 9,2%, Zona III 14,4% dan Zona IV 2,6%. Ketimpangan perekonomian tersebut berkorelasi positif dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Hal tersebut tercermin dari semakin rendahnya tingkat konsentrasi kegiatan ekonomi yang berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat yang semakin rendah. Sehingga persentase penduduk miskin masih terkonsentrasi di zona kepulauan yang memiliki pangsa ekonomi yang paling rendah.
Pengentasan ketimpangan antardaerah ini, menurutnya, memerlukan dukungan pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang mana pembangunan interkonektivitas infrastruktur yang merata sangat dibutuhkan guna meningkatkan kelancaran logistik antarkota dan antarkabupaten.
"Kami sangat yakin bahwa bila kondisi tersebut dapat diwujudkan maka pertumbuhan ekonomi Sumatra Utara akan semakin sustainable dan inklusif."
Pada hari ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumut menggelar Pertemuan Tahunan dengan mengundang berbagai pemangkut kepentingan terkait, seperti Pemerintah, dunia usaha, akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat.
Secara garis besar, Pertemuan Tahunan Bank Indonesia yang dihadiri oleh sekitar 200 peserta ini mengulas kondisi perekonomian pada 2017 dan proyeksi di 2018, yang meliputi kondisi ekonomi global, domestik dan regional.