Bisnis.com, MEDAN - Para Pimpinan kampung-kampung dan Huta di Sumatera Timur dan Tapanuli, didukung AMAN Sumut, AMAN Tano Batak, PB AMAN, HaRI dan Walhi Sumut, mendesak peraturan daerah tentang masyarakat adat terbit pada tahun depan.
Desakan tersebut muncul setelah pada 4 dan 5 Desember lalu mereka melakukan konsolidasi untuk mendorong percepatan penetapan dan pengakuan, pemulihan dan pemenuhan hak masyarakat adat di Sumatera Utara, Tobasa dan Tapanuli Utara.
"Upaya ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 2016 di Tapanuli Utara, Tobasa dan Sumatera Utara," ungkap Direktur Hutan Rakyat Institute (HaRI) Wina Khairina, Jumat (8/12/2017).
Menurut Dia, sepanjang 2017 mereka menganggap tidak banyak kemajuan yang terjadi terkait dengan pengakuan dan penetapan rancangan peraturan daerah (Ranperd) Masyarakat Adat seperti yang diamanatkan UUD 1945 yang telah diamandemen.
Ranperda Masyarakat Adat di Tapanuli Utara (Taput), lanjutnya, sampai sekarang belum masuk ke DPRD sehingga mereka meminta pada akhir desember 2017 masuk ke dalam Prolegda 2018 agar bisa di tindah lanjuti di 2018.
Harun Noeh, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Sumut mengungkapkan, sudah setahun Ranperda Masyarakat Adat Provinsi Sumatera Utara tidak banyak mengalami progres yang berarti oleh DPRD.
Kelambanan proses ini menyebabkan konsultasi yang terselenggara belum menyentuh persoalan substansi. Apalagi, model yang mereka usulkan adalah model hybrid, berupa penetapan dan tata cara pengakuan masyarakat adat.
Padahal, mereka meyakini Perda tersebut akan menjadi salah satu solusi penyelesaian ratusan konflik yang terjadi selama puluhan tahun di masyarakat adat, terutama terkait dengan hutan dan tanah adat.
"Perda Masyarakat Adat sangat penting sebagai salah satu aturan penyelesaian konflik agraria di Sumatera Utara."
Karena itu, mereka mendesak DPRD dan Pemerintah, baik di Provinsi Sumatera Utara maupun Kabupaten Tapanuli Utara, segera menetapkan Ranperda pada 2018.
Roganda Simanjuntak, Ketua AMAN Wilayah Tano Batak mengatakan, Ranperda Masyarakat Adat sudah ditetapkan di Tobasa pada 30 November 2017. Namun dia menilai substansi Perda masih jauh dari harapan masyarakat adat di Tobasa.
Keberadaan LADN yang akan dibentuk Pemerintah, diyakininya akan menghilangkan eksistensi lembaga-lembaga adat yang sudah ada di tingkat huta dan masih berjalan hingga kini.
Terlebih, Perda yang disahkan di Tobasa hanya berbentuk pengaturan, tidak dengan penetapan masyarakat adat.
Dia meminta agar Perda Masyarakat Adat di Tobasa segera ditindak lanjuti oleh Bupati dengan mengeluarkan Perbup/SK untuk menetapkan masyarakat adat yang sudah bisa membuktkan dirinya sebagai subyek.