Bisnis.com, JAKARTA – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tengah mengkaji skema baru untuk mendapatkan harga yang lebih murah untuk memenuhi pasokan pembangkit listrik tenaga uap.
Sebelumnya, PLN mengajukan skema cost plus margin kepada pemerintah untuk mendapatkan harga khusus batu bara untuk PLTU. Margin sesuai kesepakatan antara penambang dan pengembang listrik, namun dibatasi 15%-25%. Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan skema itu sudah usang.
Data Kementerian ESDM mencatat, sebanyak 52,6% listrik yang dibeli PLN dari IPP berasal dari PLTU. Sementara itu, harga batu bara mengambil porsi sebesar 33,5% dari rata-rata biaya pokok produksi (BPP) nasional yang saat ini sebesar US$7,35 sen per Kilowatt-Hour (KWh).
Direktur Pengadaan Strategis PT PLN Supangkat Iwan Santoso mengatakan, skema alternatif tersebut akan dijakukan kepada pemerintah jika sudah selesai disusun. "Skema alternatif yang akan dilakukan tersebut tetap memiliki tujuan untuk efisiensi," katanya, Rabu (4/10/2017).
Saat ini, ada beberapa langkah PLN dan pemerintah dalam memenuhi pasokan batu bara dengan efisiensi, antara lain mengakuisisi perusahaan batu bara. Ada beberapa perusahaan batu bara yang tengah dibidik PLN. "Itu [mengakuisisi perusahaan batu bara] masih dalam proses."
Selain itu, untuk menerapkan laangkah efisiensi, PLTU dibangun di lokasi mulut tambang. Hal ini dinilai efisien karena tidak mengeluarkan biaya angkutan bahan bakar batu bara.
Proyek pembangkit listrik tenaga uap dengan skema mulut tambang atau mine to mouth akan memasuki proses penandatangan power purchase agreement (penandatangan jual beli listrik) pada Oktober ini.
Beberapa pembangkit listrik mulut tambang di Indonesia dianyaranya: PLTU Mulut Tambang Jambi Tahap 1 dengan kapasitas 2x300 megawatt (MW), PLTU Mulut Tambang Kalselteng 3 dengan kapasitas 200 MW dan PLTU Mulut Tambang Kaltim 5 dengan kapasitas 500 MW.
PLTU Mulut Tambang lainnya yang terletak di Sumatra dan Kalimantan. Total, PLTU mulut tambang di Sumatra berkapasitas 5.390 mega watt (MW) dan di Kalimantan 1.600 MW. Secara rinci, berdasarkan rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2017-2026, terdapat sembilan pembangkit di Sumatra.
Kesembilan pembangkit yakni Sumsel-1 berkapasitas 300 MW, Banyuasin 240 MW dan Sumbagsel-1 berkapasitas 300 MW. Selain itu, Riau-1, Sumsel-6 dan Sumatra 1 dengan kapasitas masing-masing sebesar 600 MW. Kemudian Sumset MT (ekspansi) sebesar 350 MW, Jambi 1.200 MW dan Sumsel-8 1.200 MW.
Sisanya, di Kalimantan terdapat tujuh pembangkit yakni Kalselteng 3, Kalselteng 4, Kalselteng 5, Kaltim 3, Kaltim 5, dan Kaltim 6 dengan kapasitas masing-masing 200 MW juga Kaltimra sebesar 400 MW.
Menurut data PLN, saat ini, kapasitas PLTU terpasang sebesar 28.090 MW. Angka ini mengambil 52% dari total kapasitas pembangkit sebesar 54.015 MW.