Bisnis.com, JAKARTA – Korporasi tambang milik negara, PT Timah (Persero) Tbk., menargetkan pengadaan 4 kapal sampai akhir 2017.
Sekretaris Perusahaan Timah Amin Haris Sugiarto mengatakan pihaknya telah merealisasikan 2 dari target 4 kapal tersebut. “Tapi sementara masih sewa dan 1 masih on progress dengan kisaran nilai Rp72 miliar,” katanya ketika dihubungi, Rabu (4/10/2017).
Pengadaan kapal oleh Timah biasanya dilakukan untuk peningkatan kapasitas produksi. Berdasarkan publikasi emiten berkode saham TINS ini sebelumnya, perusahaan mengincar produksi 32.000-35.000 ton pada 2017.
Pengadaan kapal juga terkait dengan belanja modal perseroan. Sampai semester I/2017, belanja modal Timah telah mencapai Rp675 miliar yang antara lain digunakan untuk rekondisi dan replacementsebesar Rp323 miliar, sarana pendukung Rp52 miliar dan pembesaran kapasitas Rp279 miliar.
Belum lama ini, emiten berkode saham TINS itu menerbitkan surat utang senilai Rp1,5 triliun pada September 2017 dimana sebagian dana yang diperoleh akan digunakan untuk pembelian kapal isap produksi (KIP) tersebut.
Berdasarkan data perseroan pada akhir 2016, perusahaan memiliki kapal keruk sebanyak 6 unit, kapal perusahaan 18 unit dan kapal sewa 54 unit. Kapal itu digunakan untuk kegiatan operasional Timah di lautan. Seperti diketahui, lokasi sumber daya dan cadangan perusahaan tidak hanya di daratan, tapi juga lepas pantai.
Sebanyak 55% sumber daya timah perusahaan terletak di lautan dan sisanya di daratan. Sementara itu, cadangan timah perusahaan sebanyak 84% di lautan dan sisanya di daratan. Cadangan dan sumber daya itu terletak di Kepulauan Bangka Belitung dan Kepulauan Riau serta Riau.
Penambahan armada kapal isap produksi untuk penambangan laut juga turut dianggap mempengaruhi kinerja perusahaan yang relatif meningkat pada semester I/2017.
Sebagai gambaran, perusahaan mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp150,65 miliar pada 30 Juni 2017 dibandingkan dengan rugi Rp32,87 miliar pada 30 Juni 2016.
Perusahaan yang berbasis di Bangka itu membukukan pendapatan usaha Rp4,3 triliun per 30 Juni 2017 atau naik 53% dibandingkan dengan Rp2,79 triliun per 30 Juni 2016. Dari pendapatan itu, perusahaan membukukan beban pokok pendpaatan Rp3,67 triliun per 30 Juni 2017 atau naik 46% dibandingkan dengan Rp2,5 triliun per 30 Juni 2016.
Dengan demikian, laba bruto perusahaan mencapai Rp630,29 miliar per 30 Juni 2017 dibandingkan dengan Rp288,99 miliar per 30 Juni 2016.