Bisnis.com, PALEMBANG – Pemberlakuan harga eceran tertinggi atau HET beras yang berbeda tiap daerah dikhawatirkan dapat membuat produksi beras Sumatra Selatan 'lari' ke daerah lain yang memiliki HET lebih tinggi.
Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Erwin Noor Wibowo mengatakan produksi beras Sumsel bisa banyak dikirim ke provinsi tetangga, seperti Jambi yang mana HET di sana lebih tinggi dibanding Sumsel.
"HET Jambi lebih tinggi ada selisih Rp350 per kilogram setelah dikurangi ongkos angkut, margin ini lah yang dikejar pedagang," ujarnya di sela lokakarya kebijakan perberasan nasional, Kamis (28/9/2017).
Erwin mengemukakan regulasi yang diatur dalam Permendag Nomor 57/2017 tentang penetapan HET beras seharusnya perlu disikapi lebih bijak. Pasalnya, meski pasar yang menentukan distribusi beras namun kebutuhan daerah penghasil harus menjadi prioritas.
Berdasarkan peraturan mendag itu, harga beras di pasar Jawa, Lampung, dan Sumsel untuk beras medium Rp9.450 per kilogram dan beras premium Rp12.800 per kg. Sementara harga beras di pasar di daerah Sumatra lainnya senilai Rp9.950 untuk beras medium dan Rp13.300 untuk beras premium.
Sementara Kepala Perum Bulog Divre Sumsel Babel, Bakhtiar, menambahkan selama ini produksi beras Sumsel sekitar 50% disalurkan ke Riau, sekitar 30% ke Jambi, dan untuk Sumsel sendiri hanya 20%.
"Bicara produksi beras Sumsel memang cukup bahkan lebih tapi di mana barang itu? Hasil produksi petani Sumsel ternyata menutupi kebutuhan daerah tetangga. Dengan HET yang terlihat ada disparitas harga tentu pedagang akan menjual ke daerah yang ada marjinnya," katanya.
Meski pemda khawatir distribusi beras akan banyak beralih ke daerah lain namun Pemprov Sumsel meyakinkan pasokan untuk konsumsi masyarakat diprovinsi itu tetap terjaga.
Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Peternakan Taufik Gunawan mengatakan produksi beras Sumsel sudah surplus hingga 2 juta ton. "Artinya surplus itu sudah 3 kali dari kebutuhan konsumsi masyarakat Sumsel, tinggal pengaturan dan sosialisasi saja terkait penetapan HET," katanya.
Taufik memaparkan konsumsi beras masyarakat Sumsel mencapai 90 kg per kapita per tahun pada 2016. Jumlah itu, kata dia, telah mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya, di mana pada 2015 konsumsi beras sebanyak 98 per kapita per tahun.
Dia melanjutkan sementara produksi beras di Sumsel sebanyak 3,25 juta ton dengan kebutuhan beras mencapai total 812.123 ton pada 2016.
Pengamat ekonomi pertanian Universitas Sriwijaya, Andy Mulyana, mengatakan kebijakan penetapan HET beras hanya untuk kelas medium dan premium. Menurutnya, setelah ada regulasi itu beras medium di Sumsel jadi berkurang.
"HET beras premium itu kan untuk masyarakat kaya karena mereka yang beli. Saat ini beras medium berkurang karena sudah naik kualitasnya jadi premium, sisanya dicampur jadi beras nonmedium," jelasnya.
HET Beras: Sumsel Khawatir Produksi Banyak 'Lari' ke Daerah Tetangga
Pemberlakuan harga eceran tertinggi atau HET beras yang berbeda tiap daerah dikhawatirkan dapat membuat produksi beras Sumatra Selatan 'lari' ke daerah lain yang memiliki HET lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Dinda Wulandari
Editor : News Editor
Topik
Konten Premium