Bisnis.com, MEDAN--Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir mengatakan pihaknya akan mengawal sistem pendidikan yang lebih baik, khususnya mengenai kebhinekaan di seluruh perguruan tinggi di Tanah Air.
Untuk itu, Kementerian Ristek Dikti bekerjasama dengan Unit Kerja Presiden Pembelaan Ideologi Pancasila (UKPPIP) akan menggelar aksi kebangsaan di seluruh kampus di Indonesia pada akhir September mendatang.
"Keberagaman, kebhinekaan harus kita pelihara lagi, kembangkan lagi di perguruan-perguruan tinggi. Ini yang menjadi sangat penting, kami mengawal sistem pendidikan yang lebih baik tentang keberagaman. Kebhinekaan ini harus kita jaga," kata Menristek Dikti Mohamad Nasir, seusai menghadiri Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-30 Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda (YPSIM) di Medan, Sabtu (26/8).
Menurut Menristek Dikti, pihaknya sudah meluncurkan program penguatan Pancasila pada perguruan tinggi bersama presiden, dan UKPPIP. Selain itu, dilakukan juga deklarasi anti radikalisme dan anti terorisme.
"Kampus harus mencetak kader anak bangsa yang berkualitas tinggi dan kebinekaan, ini sangat penting sekali. Penguatan implementasinya harus kita jaga. Penguatan Pancasila di kampus-kampus akan kita jalankan lagi," tegasnya.
//Sekolah Berkarakter//
Dalam kesempatan tersebut, Menristek Dikti mengharapkan sekolah yang menerapkan konsep pendidikan berkarakter dengan sistem keberagaman atau kebhinekaan seperti yang diterapkan di Sekolah YPSIM di Medan, dapat dikembangkan di Indonesia.
"Saya sangat mengapresiasi setinggi-tingginya ke sekolah yang membangun sistem keberagaman dan kebhinekaan. Ini contoh pendidikan berkarakter. Mudah-mudahan YPSIM tidak hanya satu di Medan, tapi bisa berkembang berdiri di seluruh Indonesia," kata Menristek Dikti.
Menristek Dikti mengaku senang dan kagum ketika ditunjukkan di dalam sekolah terdapat rumah ibadah berbagai agama seperti masjid, gereja, pura dan wihara yang berdiri berdekatan. Sebagai pertanda semua pihak harus bersatu bersama-sama dalam merajut keberagaman menjadi persatuan yang kuat.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina YPSIM Sofyan Tan mengajak Menristek Dikti berkeliling sekolah untuk melihat keberagaman yang sudah dibangun sejak 30 tahun di YPSIM. Salah satu simbol keberagaman tersebut adalah Pohon Kerukunan Indonesia yang tumbuh di tengah-tengah beragamnya bangunan rumah ibadah semua agama yang ada di sekolah. Dalam prasasti tertulis agar anak bangsa belajar hidup dari pohon yang menghormati langit setinggi-tingginya, cinta bumi sedalam-dalamnya. Pohon tidak membedakan siapa saja boleh menghirup oksigen darinya dan menikmati teduh serta buahnya.
Model sekolah seperti YPSIM, menurut Menristek Dikti harus lebih berkembang lagi. Membangun sistem pendidikan keberagaman, tukas Menristek Dikti, penting dilakukan di Indonesia yang memiliki 17.000 pulau, 700 suku, dan 1500 budaya. Apalagi saat ini yang sering menjadi masalah adalah provokasi dengan dalih perbedaan agama, suku dan ras yang pada akhirnya saling hujat-menghujat.
Dalam kesempatan itu Menristek Dikti juga mengapresiasi berbagai program yang sudah diluncurkan YPSIM seperti edupatrol bekerjasama dengan BNI, program bantuan pensiunan bagi guru, beasiswa bagi siswa yang kurang mampu serta prestasi 65 orang siswa-siswanya pada 2017 yang mampu masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Sofyan Tan mengatakan Sekolah YPSIM didirikan dengan tujuan memberantas kemiskinan. Pasalnya, dia melihat ada potensi orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat mudah diprovokasi untuk melakukan kerusuhan massa, kekerasan dan tindakan rasisme.
"Orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sangat rentan digoda untuk melakukan tindakan anarkis. Saya alami sendiri pada 1966," kata Sofyan Tan yang juga Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Saat sekolah YPSIM didirikan, diakui Sofyan Tan, hanya berisi tujuh lokal (ruang kelas) dan dia sendiri harus merangkap selain sebagai pendiri dan pengelola, juga sebagai guru biologi dan sekaligus tukang sapu. Kondisi itu dijalani dengan sepenuh hati. Hingga akhirnya gelar dokter yang diterimanya tidak digunakan untuk mengobati orang, tapi memilih untuk mengobati penyakit sosial yakni kemiskinan.
Pada usia 30 tahun, YPSIM kini memiliki 2.940 siswa dengan beragam komposisi agama yakni Islam, Kristen Protestan, Buddha, Hindu dan Sikh. Sekalipun jumlah siswa agama tertentu lebih kecil, tapi kedudukannya tetap sama tanpa perbedaan.
"Tetap kami bangun rumah ibadahnya. Sekolah tetap konsisten membangun keberagaman untuk kejayaan bangsa," pungkas Sofyan Tan.