Bisnis.com, BATAM - Harga gas yang mahal di Batam membuat kawasan industri di Batam menjerit. Dampaknya juga sebabkan harga tarif listrik untuk industri ikut meningkat, pasalnya pembangkit listrik di Batam rata-rata menggunakan gas bumi.
Lalu bagaimana tanggapan Pemerintah Provinsi (Pempro) Kepulauan Riau (Kepri) terkait polemik ini.
Wakil Gubernur Kepri Nyanyang Haris Pratamura mengatakan pasokan gas di Kepri saat ini berasal dari PGN Regional Sumbagtengsel-Jabar. Kekurangan pasokan tersebut kemudian digantikan melalui pasokan Liquid Natural Gas (LNG), yang tentu saja harganya lebih tinggi.
"Kondisi ini memberatkan pelaku usaha, sehingga dikhawatirkan jika terus berlanjut selama beberapa tahun, mengingat harga gas pipa US$9,49/MMBTU dan harga LNG mencapai US$16,77/MMBTU," katanya baru-baru ini.
Persoalan gas ini bukan hanya menyangkut dunia usaha, tapi juga soal sistem kelistrikan Batam-Bintan, yang pembangkitnya bersumber dari pasokan gas. Saat ini sistem kelistrikan berada dalam kondisi siaga dengan Daya Mampu Pasok (DMP) 811 MW dan beban puncak 675 MW, sehingga cadangan daya hanya 136 MW.
"Cadangan daya tersebut menjadi perhatian penting, karena apabila terjadi gangguan pada sisi pembangkit maupun transmisi, maka akan menyebabkan kekurangan daya yang mengakibatkan pemadaman baik di Batam maupun di Bintan. Ini yang harus kita antisipasi," ucapnya.
Baca Juga
Meski begitu pada akhirnya ada solusi, dimana saat ini tengah dilakukan pembangunan gas Kepri melalui pembuatan pipa ruas tie-in WNTS Pulau Pemping, guna mengalirkan gas dari wilayah Natuna dan Anambas ke seluruh wilayah Kepri.
"Pembangunan dilaksanakan dalam tiga tahap, yakni pra konstruksi, konstruksi, dan operasi. Saat ini tengah dilakukan tahap pra konstruksi yang dikerjakan oleh PGN, dan diharapkan seluruh proses akan selesai pada tahun 2026 mendatang," pungkasnya.
Sebelumnya, kalangan pelaku industri di Batam resah dengan kenaikan tarif gas industri yang naik lebih dari 100%.
Kenaikan tarif energi ini menjadi kekhawatiran bahwa akan banyak perusahaan yang melakukan efisiensi operasional, yang bisa berujung pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Selain gas, tarif listrik untuk pelanggan industri khusus reguler Flexi Blok 3 juga naik 25%.Kenaikan listrik dan gas jelas akan menimbulkan tekanan luar biasa terhadap industri di Batam," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid di Batam, Selasa (20/5/2025).
Tarif listrik yang sebelumnya Rp1.200 per kilowatt-hour (kWh) kini naik menjadi Rp1.525/kWh atau mengalami lonjakan sebesar Rp 325/kWh.
Lebih lanjut lagi, ia khawatir harga yang ditawarkan industri di Batam kepada pelanggan yang ada di luar negeri menjadi makin tidak kompetitif, yang berujung pada keputusan PHK masal.(239)