Bisnis.com, PADANG - Menjalani aktivitas usai libur lebaran 2025 masyarakat di Kota Padang, Sumatra Barat, dihebohkan dengan nilai retribusi sampah yang terdapat pada rincian tagihan air (PDAM) Perumda Air Minum.
Salah seorang warga Padang dan juga pelanggan PDAM, Herry mengatakan di saat hendak membayarkan tagihan air dirinya merasa kaget melihat rincian tagihan ada tertera retribusi sampah senilai Rp24.437. Nilai itu ternyata baru ditemukan pada pembayaran tagihan di April 2025 ini.
"Saya kaget dan heran saja, kok bisa-bisanya dalam kondisi yang sedang tidak stabil ini, ada pula kebijakan nilai retribusi sampah itu. Akibatnya, saya memutuskan menunda pembayaran, dan saya mau ubah kebijakan itu, karena kami merasa keberatan, apakah ini yang namanya pemerintah pro rakyat?" katanya, Rabu (9/4/2025).
Dia juga mempertanyakan tolak ukur Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menetapkan nilai retribusi sampah itu. Baginya, bila DLH melihat dari jenis golongan air PDAM nya, maupun golongan atau daya listrik di masing-masing rumah, maka hal tersebut dianggap tidak adil.
"Apa hubungannya atau dimana rumusnya, nilai tagihan air atau tagihan listrik itu bisa ditentukan persentase retribusi untuk sampah? Yang di urus sampah, kenapa dikaitkan dengan tagihan air atau listrik? Kalau tagihan itu pemakaian pelanggan, bukan soal kemampuan ekonominya ya, beda itu," ujar dia.
Dia menduga nilai retribusi itu, melihat kondisi riil ekonomi masyarakat. Tapi bila ingin melihat ekonomi riil masyarakat, bukan berpedoman ke kemampuan masyarakat dalam membayar tagihannya air dan listriknya. Karena ada rumah kosong atau sering ditinggalkan, dan dipastikan tidak ada sampah per hari yang diproduksi oleh kondisi rumah yang demikian.
Baca Juga
"Yang terjadi sekarang, saya tanya ke teman-teman, tetap dikenakan retribusi juga meski rumah sering tidak dihuni. Jadi, saya berharap agak masuk akal lah pemerintah menentukan nilai retribusi sampah ini. Jangan buat pikiran masyarakat rusuh, ekonomi lagi sulit," tegasnya.
Selain itu, pelanggan PDAM lainnya, Imel menyatakan selama ini tidak memeriksa terlalu detail terkait tagihan PDAM. Namun setelah mengetahui sedang hangat dibahas masyarakat hingga ke media sosial, dia pun memeriksa tagihan air nya, dan ternyata memang telah menemukan ada retribusi sampah Rp24.437.
"Nilai segitu, bagi kami besar pengeluarannya itu. Lagian, sampai saat ini pelayanan petugas orange tidak saya dapatkan, bahkan saya sendiri yang membuang sampah ke titik peletakan kontainer dengan jarak terbilang cukup jauh dari rumah," sebutnya.
Imel berharap dengan adanya Wali Kota Padang yang baru ini, kebijakan nilai retribusi sampah tersebut bisa dikaji ulang kembali. Dalam kondisi ekonomi saat ini, soal retribusi, merupakan hal yang sangat sensitif, apalagi masyarakat melihat tidak masuk akal dan tidak adil saja atas nilai yang ditetapkan pemerintah ke masyarakat.
"Tolong ya pak wali kota. Katanya pemerintah pro rakyat, hal-hal pungutan atau retribusi sampah ini jangan memberatkan masyarakat. Jikapun tetap ada retribusi cukup Rp10.000 saja," harapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Padang Fadelan menjelaskan penetapan nilai retribusi sampah itu didasarkan pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
"Dalam Perda tersebut, tarif retribusi pelayanan kebersihan dihitung berdasarkan daya listrik yang terpasang di rumah tangga atau tempat usaha," jelasnya.
Dia merinci hitungan retribusi itu, melihat pada kondisi rumah tangga dengan daya listrik antara 900 VA sampai 2.200 VA maka tarif retribusi sampah yang ditetapkan adalah Rp24.437 per bulan. Sementara rumah tangga dengan daya 450 VA dikenakan tarif Rp19.550.
Kemudian untuk daya 3.500 VA sampai 5.500 VA tarif retribusi Rp34.212, serta untuk daya lebih dari 6.600 VA tarif retribusinya sebesar Rp55.904.
Menjawab soal tolak ukur penentuan nilai retribusi, Fadelan mengatakan tarif yang ditetapkan mencerminkan kebutuhan riil untuk mendukung layanan kebersihan mulai dari pengangkutan sampah, hingga pemrosesan di TPA, dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat juga.
"Jadi sebelum Perda dibuat, kami telah menghitungnya, sehingga ada kesempatan yang kemudian pungutan retribusinya satu paket dengan pembayaran tagihan air," tegasnya.
Selain itu terkait adanya persoalan masyarakat yang mengalami beban dobel dalam pembayaran sampah, yakni membayar retribusi, sekaligus membayar jasa pengangkut sampah seperti becak mandiri ke rumah-rumah, Pemko menghadirkan layanan pengambilan sampah langsung dari rumah secara swadaya melalui LPS (Lembaga Pengelola Sampah) di setiap kelurahan.
"Jadi dengan layanan itu, warga cukup membayar retribusi resmi, dan sudah dapat menikmati layanan pengangkutan sampah dari LPS tanpa biaya tambahan. Jika ada persoalan serius, boleh laporkan ke DLH," jelasnya.
"Dipungut oleh LPS, kemudian disetorkan oleh LPS ke kas daerah," sambungnya.
Kemudian untuk warga yang menjadi nasabah Bank Sampah dan telah mengelola sebagian sampahnya secara mandiri tetap dikenakan retribusi, karena pelayanan pengangkutan sampah residu tetap berjalan.
Ke depan DLH akan mengintegrasikan LPS dengan Bank Sampah, agar sampah yang memiliki nilai ekonomi dapat dimanfaatkan lebih optimal dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Sementara itu, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatra Barat Adel Wahidi mengaku telah ada menerima dan mendapatkan laporan serta keluhan dari masyarakat terkait nilai retribusi sampah yang satu rangkap dalam tagihan PDAM nya. Memang banyak masyarakat menyatakan keberatan membayarkan nilai retribusi sampah dengan jumlah tersebut.
"Kami akan mempelajari persoalan ini lebih lanjut. Bila ditemukan hal yang mungkin tidak sesuai ketentuan hukum serta pelayanan yang seharusnya dirasakan masyarakat karena ini ada retribusinya, tapi ternyata tidak didapatkan masyarakat. Maka kami akan memanggil pihak DLH maupun PDAM," tutupnya.