Bisnis.com, ACEH - Keterbatasan ekonomi masih menjadi persoalan yang cukup besar bagi masyarakat di sejumlah daerah di Provinsi Aceh.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2024 lalu, Aceh menduduki peringkat ke-8 tentang angka kemiskinan di Indonesia, dengan jumlah penduduk miskin mencapai 804,53 ribu jiwa.
Kondisi kemiskinan ini, berdampak kepada sektor pendidikan yang membuat para generasi muda Aceh kesulitan untuk melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
Seperti yang diungkapkan oleh Zahrah Mahfuzah, seorang mahasiswa IAIN Lhokseumawe. Dia seorang anak nelayan, yang memiliki 6 orang saudara.
Ekonomi keluarganya tergantung dari hasil tangkapan ikan di laut. Ayahnya benar-benar menjadi tulang punggung keluarga. Tapi bicara soal pendapatan, jauh dari kata cukup.
"Pendapatan ayah saya bila pulang melaut itu rata-rata per hari Rp50.000. Kemudian ada ikan yang dibawanya, dan ikan itulah kami makan bersama, sedangkan untuk uang ibu yang urus," katanya, Jumat (6/12/2024).
Baca Juga
Zahrah yang merupakan anak ke-4 dari 6 bersaudara ini, menjadi anak nelayan satu-satu di keluarganya yang bisa sampai duduk di bangku perguruan tinggi.
"Ayah kami juga seorang imam di masjid dan guru mengaji di masjid di tempat kami tinggal di Lhokseumawe. Jadi kami berenam bersaudara juga Qori dan Qoriah," ucapnya.
Alasan yang membuat dia membulatkan tekad untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, karena ingin mengubah kondisi keluarganya.
"Atas izin ayah dan ibu, saya pun mendaftar di IAIN Lhokseumawe, dan alhamdulillah diterima di jurusan Manajemen angkatan 2024 ini," katanya.
Namun disaat Zahrah tengah berusaha untuk bisa menjalani pendidikan dengan baik, kabar duka menyelimuti keluarganya. Ayah yang menjadi kebanggaannya dan sekaligus tulang punggung bagi keluarga, berpulang ke sisi Allah SWT.
"Baru sekitar 3 bulan ini ayah saya meninggal dunia," ujarnya.
Kondisi yang dihadapi Zahrah tidaklah mudah, tempat sandarannya telah pergi. Ujian yang cukup berat bagi dia untuk bisa melanjutkan pendidikan di IAIN Lhokseumawe.
Disaat kondisi yang lagi berduka, Zahrah berpikir untuk mencari cara agar kuliahnya tidak terhenti. Karena menjadi mahasiswa merupakan salah satu kenangan dirinya bersama ayah, dan dia ingin agar pendidikannya itu tetap lanjut.
"Saya tidak berpikir untuk berhenti kuliah, karena saya juga menjadi harapan ayah dan keluarga. Tapi saya berpikir untuk mencari cara untuk tetap kuliah. Hingga akhirnya saya mendapat informasi soal beasiswa dari Harbour Energy," jelasnya.
Dia menceritakan mengetahui adanya beasiswa dari Harbour Energy yang merupakan perusahaan minyak dan gas yang ada di daerah Aceh, Zahrah pun mengakses sebuah situs yang menjadi tempat untuk mendaftar sebagai mahasiswa penerima beasiswa.
"Informasi saya di website, kemudian saya langsung daftar. Alhamdulillah langsung direspon, dan singkat cerita beasiswa saya pun dibantu Harbour Energy terhitung semester II nanti," ungkapnya.
Dia mengakui bahwa sangat terbantu adanya beasiswa dari Harbour Energy itu, karena telah memberikan harapan kepada dirinya untuk tetap bisa melanjutkan pendidikan di IAIN Lhokseumawe.
"Saya bertekad akan menjadi sarjana manajemen yang hebat. Karena saya ingin menjadi pengusaha, dan dengan demikian masalah ekonomi keluarga pun bisa diperbaiki," kata Zahrah.
Hadirnya program beasiswa dari perusahaan minyak dan gas (Migas) Harbour Energy yang berada di Wilayah Kerja Andaman II ini, karena melihat persoalan tersebut perlu untuk segera dicarikan solusinya, agar para generasi muda di Aceh bisa menggapai impiannya.
Community Development Officer Harbour Energy Wilayah Kerja Andaman II Adi Irawan mengatakan solusi dari persoalan yang dihadapi itu, pihak perusahaan telah menjalankan program beasiswa yang dikenal dengan Beasiswa Energy untuk Bangsa yang diperuntukan bagi para mahasiswa-mahasiswi di Aceh.
"Program beasiswa ini telah kami mulai sejak tahun 2020 lalu dan bekerjasama dengan Katahati Institute. Hingga sekarang program ini masih terus berlanjut," kata Adi.
Adi menjelaskan alasan kenapa melibatkan Katahati Institute dalam penyaluran bantuan itu, karena Harbour Energy tidak bisa memberikan secara langsung kepada penerima manfaat dari beasiswa tersebut.
"Ketentuan dari perusahaan kami, bantuan harus melalui pihak ketiga, seperti sebuah yayasan atau lembaga yang sah secara hukum lainnya," ujarnya.
Dia menyebutkan adanya program beasiswa kenapa Harbour Energy menilai perlu untuk memberikan bantuan berupa beasiswa itu, karena Harbour Energy tidak ingin, kemajuan dan perkembangan perusahaan tidak diiringi dengan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Adi yang merupakan warga lokal asli Aceh menyampaikan melihat Aceh yang memiliki potensi minyak dan gas yang besar ini, sudah seharusnya Aceh memiliki generasi muda yang mumpuni untuk memajukan daerahnya, baik untuk Aceh maupun untuk bangsa Indonesia ini. Dengan bergabungnya Adi sebagai Community Development Officer menunjukkan bahwa Harbour Energy juga sangat memperhatikan isu ketenagakerjaan lokal.
"Kami berharap bantuan ini benar-benar dapat menciptakan generasi muda emas, sehingga Aceh menjadi daerah yang lebih baik dan lebih maju kedepannya," sebut Adi, saat dikunjungi Bisnis Indonesia dalam kegiatan Jelajah Migas Sumut-Aceh 2024 yang turut didukung oleh KKKS Sumbagut, yakni EMP Tonga, EMP Gebang, Pertamina EP Pangkalan Susu, Pertamina EP Rantau, Harbour Energy, dan Pertamina Hulu Energy NSO.
Kemudian di satu sisi, bagi perusahaan, tujuan dengan adanya program tersebut, untuk tercapainya indikator program community investment Harbour Energy berupa penyaluran beasiswa pendidikan strata-1/(S1).
Selanjutnya mendorong tersedianya ruang akuntabilitas program community investment Harbour Energy yang lebih inklusif dalam bentuk sistem informasi yang dapat diakses para pihak dan aplikatif.
Dalam menjalankan program beasiswa ini, Direktur Eksekutif Katahati Institute Raihal Fajri menjelaskan bahwa pihaknya dipercaya oleh Harbour Energy untuk menjangkau lebih banyak generasi Aceh mendapatkan kesempatan beasiswa tersebut.
Dimana untuk menjalankan Beasiswa Energi untuk Bangsa ini memang ditujukan kepada masyarakat dan/atau penduduk di Aceh. Mulai dari untuk masyarakat di Gampong Tambon Baroh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, dan Gampong Blang Naleung Mameh, Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe
"Sampai saat ini telah ada 43 mahasiswa yang telah mendapatkan kesempatan dan dinilai memenuhi syarat dari beasiswa yang dibantu Harbour Energy itu," ujarnya.
Sebanyak 43 mahasiswa itu, terbagi pada mahasiswa di tahun ajaran 2022-2023 sebanyak 22 mahasiswa, dan ada 21 mahasiswa di tahun ajaran tahun 2023-2024.
Mahasiswa yang berasal dari Aceh ini tidak hanya menjalani pendidikan di wilayah Aceh saja, tapi juga ada tersebar ke luar provinsi, seperti ke Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Karena ada 9 perguruan tinggi yang menjadi tujuan bagi mahasiswa di Aceh untuk menempuh pendidikan strata-1 nya.
Mulai dari Universitas Malikussaleh, Politeknik Negeri Lhokseumawe, STIKes Muhammadiyah Lhokseumawe, IAIN Lhokseumawe, UIN Ar Raniry Banda Aceh, Universitas Syiah Kuala, UIN Sumatera Utara, Universitas Sari Mutiara Medan, dan Universitas Andalas (Unand) Padang.
"Jadi mereka (mahasiswa) ini ada datang dari berbagai kondisi, ada yang anak nelayan, ada yang penyandang disabilitas juga, dan anak dari siswa berprestasi. Ya, ada syarat-syarat tertentu untuk mendapatkan beasiswa ini," ungkapnya.
Menurutnya hingga saat ini dan semenjak program beasiswa tersebut berjalan, prestasi dan nilai yang diarahkan terbilang sangat baik.
Dengan adanya hasil yang baik itu, dia berharap para sarjana yang dilahirkan nanti, bisa menjadi bagian dari kesuksesan dan kemajuan Aceh saat ini dan dimasa mendatang.
Tiga orang mahasiswa/mahasiswi berada di kantor perusahaan minyak dan gas (Migas) Harbour Energy yang berada di Wilayah Kerja Andaman II, Aceh, Jumat (6/12/2024). Harbour Energy membantu para generasi muda di Aceh untuk melanjutkan pendidikan di sejumlah perguruan tinggi di Sumatra melalui program Beasiswa Energy untuk Bangsa. Bisnis/Muhammad Noli Hendra