Bisnis.com, BATAM - Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengumumkan kenaikan upah minimum nasional sebesar 6,5% mendapat beragam respons dari kalangan pengusaha di Batam.
Penetapan upah minimum seharusnya melewati sejumlah prosedur yang telah berlaku sesuai perundang-perundangan. Selain itu, penyamarataan besaran kenaikan upah di seluruh Indonesia dinilai akan membuat disparitas upah antar wilayah semakin tinggi.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam Jadi Rajagukguk menilai peran pemerintah dalam hal ini hanya sebatas fasilitator, dan bukan penentu.
"Hakekatnya upah itu hak dan kewajiban pengusaha secara absolut. Karena pemberi upah adalah si pengusaha," kata Jadi, Senin (2/12/2024).
Menurut Jadi, pengusaha menentukan upah berdasarkan dua hukum mutlak, yakni harga juga produk dan tenaga kerja.
Jika harga jual produknya terlalu tinggi, tentu produknya tidak akan laku karena menjadi tidak kompetitif. Dan sebaliknya jika harga jual terlalu rendah, maka pasti merugi karena biaya produksi menjadi tidak feasible.
Baca Juga
"Jika upah yang pengusaha berikan terlalu rendah, tidak ada orang yang mau kerja. Demikian juga jika upah terlalu tinggi menjadi tidak feasible, ya akan bangkrutlah," katanya lagi.
Jadi menegaskan kedua batas tersebut tidak bisa dilampaui pengusaha, sehingga butuh faktor eksternal yang diperlukan untuk mempengaruhi besaran upah.
"Ada beberapa faktor yg bisa mempengaruhi besaran upah yang ditentukan, yaitu subsidi pemerintah dan regulasi yang berhubungan dengan dunia usaha. Jadi mesti ada hitung-hitungannya. Tidak asal ngomong mesti naik atau turun sekian persen, untuk menjamin fairness," ujarnya.
Ia melanjutkan, apabila Presiden telah menyampaikan tentang kenaikan upah 6,5%, maka wacana penentuan upah itu bukan hanya kewenangan pemerintah saja.
"Maka dari itu dibentuklah Dewan Pengupahan yang terdiri dari unsur tripartit yaitu pemerintah, dunia usaha dan pekerja/buruh. Jadi seharusnya mesti ada kesepakatan bersama tripartit," paparnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid mengatakan ia mengaku kaget dengan keputusan Presiden.
"Selama ini keputusan penetapan upah minimum berada di tangan Gubernur atas rekomendasi Dewan Pengupahan. Jika kenaikan upah minimum diputuskan oleh Presiden, tentunya tidak semua informasi bisa dipertimbangkan Presiden seorang diri," katanya.
Rafki menjelaskan pembahasan upah minimum seharusnya dibahas terlebih dahulu di masing-masing daerah melalui mekanisme Dewan Pengupahan.
"Dewan Pengupahan kemudian merekomendasikan ke Gubernur untuk ditetapkan menjadi upah minimum. Jadi apa yang disampaikan presiden kemarin itu baru sebatas ucapan lisan beliau saja. Belum menjadi ketentuan yang berlaku," terangnya.
Menurut Rafki, jika penetapan upah minimum ditarik ke pusat, maka hal tersebut cukup keliru. "Karena yang paham dengan daerahnya, tentulah masyarakat di daerah masing-masing. Setiap daerah juga memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga tidak bisa disamaratakan kenaikan upah minimumnya," katanya lagi.
Saat ini disparitas upah antar wilayah juga semakin lebar. Seharusnya upah minimum yang masih ketinggalan itu yang didorong naik lebih tinggi. Di daerah yang upah minimumnya sudah tinggi, maka kenaikan upah cukup dengan mempertimbangkan naiknya kebutuhan hidup layak saja, dimana naiknya kebutuhan ini tercermin dari angka inflasi.
"Dengan begitu maka, disparitas upah antar wilayah bisa diperkecil. Kalau dipukul rata dengan satu angka 6,5% seperti sekarang, maka upah di daerah yang sudah tinggi akan melambung. Sementara di daerah yang upah minimumnya masih rendah, nilai rupiahnya juga akan naik kecil. Sehingga disparitas semakin parah ke depannya," ucapnya.
Rafki berharap pemerintah mempertimbangkan lagi semua faktor sebelum menerbitkan aturan terkait upah minimum ini. "Jangan sampai aturan pengupahan yang terus berubah-ubah ini membuat investor hengkang dari Indonesia," imbuhnya.
Angka 6,5% yang menjadi acuan Presiden berdasarkan pada data pertumbuhan ekonomi dan kondisi pasar global yang melambat. "Kita tidak paham pemerintah memakai dasar apa menaikan upah minimum sebesar 6,5% tersebut. Pemerintah sepertinya tidak mempertimbangkan kondisi dunia usaha saat ini yang sedang mengalami tekanan global. Kenaikan ini tentu akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja besar besaran di Batam," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan upah minimum nasional sebesar 6,5% mulai 2025. Ia mengatakan upah minimum tersebut menjadi jaring pengaman nasional yang penting untuk pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan dengan memperhitungkan kebutuhan hidup layak.
Prabowo menyampaikan besaran upah minimum 6,5% lebih tinggi dari usulan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli yang meminta kenaikan sebesar 6%.
Kenaikan upah minimum nasional akan dijadikan pertimbangan bagi Dewan Pengupahan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota dalam menetapkan upah minimum sektoral.
"Namun, setelah membahas juga dan melaksanakan pertemuan-pertemuan dengan pimpinan buruh, kita ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional pada tahun 2025 sebesar 6,5%," ujar Prabowo.(K65)