Bisnis.com, BATAM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kepulauan Riau (Kepri) melihat kualitas kredit di Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) perlu mendapatkan atensi.
Penyebabnya karena rasio non-performing loan (NPL) gross atau jumlah kredit macet, termasuk bunga yang belum dibayar dan biaya lainnya ketahui mencapai 6,62%. Meski begitu, angka NPL tersebut masih terbilang rendah jika dibandingkan rasio NPL gross BPR Nasional sebesar 11,39%.
"Ini menjadi perhatian serius bagi kami. Jadi, kami meminta BPR/S di wilayah Kepri untuk terus memperbaiki penerapan tata kelola dan manajemen risiko kredit, serta membentuk cadangan yang memadai," tegas Kepala OJK Kepri Sinar Danandjaya di Batam, Jumat (30/8/2024).
Sinar menilai evaluasi perlu dilakukan mengingat kinerja fungsi intermediasi bank umum mengalami tren peningkatan.
Tercatat pada Juni 2024, secara year on year (yoy) kredit mengalami peningkatan sebesar Rp4,27 triliun menjadi sebesar Rp51,29 triliun, atau tumbuh sebesar 9,09% (yoy).
Sementara itu, kinerja Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) tercatat double digit growth.
Baca Juga
Dengan total aset BPR/S tumbuh 20,02% (yoy) menjadi Rp11,12 triliun, kredit tumbuh 22,80% (yoy) menjadi Rp8,57 triliun, dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 19,24% (yoy) menjadi Rp8,87 triliun.
"Sejalan dengan hal tersebut, DPK juga mengalami pertumbuhan positif, di mana per Juni 2024, DPK tercatat tumbuh sebesar 14,89% (yoy) menjadi Rp88,92 triliun," ujarnya.
Sementara itu, sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan saat ini arah pengembangan BPR adalah dengan meningkatkan segala aspek, mulai dari SDM, permodalan, governance, hingga IT.
Selain itu, berdasarkan mandat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK terus berupaya memperkuat peran BPR dengan berbagai cara, salah satunya penguatan permodalan.
Meski saat ini banyak BPR yang belum memenuhi permodalan, namun Dian menyebutkan ada beberapa alternatif, mulai dari dilakukannya setoran modal dari pemegang saham, kesediaan melakukan merger hingga bersedia untuk membuka kesempatan investor lain untuk diakuisisi.
OJK juga memastikan bahwa BPR ke depan harus berperan secara optimal, khususnya dalam hal penyaluran kredit ke UMKM.
“Dalam waktu yang bersamaan [OJK] ingin membuka akses pendanaan dan BPR juga [bisa] masuk ke pasar modal atau ikut sistem pembayaran, tapi tentunya enggak semua bisa atau boleh, karena itu harus kita klasifikan dan ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi,” ujarnya.