Bisnis.con, PADANG - Dinas Pangan Provinsi Sumatra Barat menyebutkan ketersediaan beras di daerah itu tengah melalui masa-masa kritis yang diperkirakan bakal berlangsung hingga Juli 2024 mendatang.
Kepala Dinas Pangan Provinsi Sumbar Syaiful Bahri mengatakan bencana alam yang terjadi di sejumlah kabupaten dan kota pada tahun 2024 ini telah memberikan dampak kepada pertanian khususnya padi.
"Kami memperkirakan pada Juli 2024 itu ketersediaan beras tipis, hanya ada 5.000 ton, dan jumlah itu hanya cukup untuk 3 hari memenuhi kebutuhan masyarakat di seluruh daerah di Sumbar," katanya, Rabu (12/6/2024).
Dia menyampaikan untuk menambah kekurangan ketersediaan itu, Pemprov Sumbar telah melakukan koordinasi dengan Perum Bulog Wilayah Sumbar. Hasilnya, Bulog siap untuk mengalokasikan pendistribusian beras sebanyak 20.000 ton.
"Beras yang akan didistribusikan Bulog itu beras yang datang dari luar daerah dan kemungkinan ada dari beras impor," jelasnya.
Syaiful mengatakan kondisi bencana alam yang terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan, Agam, Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang, telah menyebabkan ribuan lahan pertanian yang mengalami gagal panen.
Baca Juga
Sementara untuk daerah yang memiliki produksi beras terbanyak itu berada di Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, dan Solok.
"Nah, Pesisir Selatan dilanda bencana alam, makanya dampak nya sangat terasa," tegasnya.
Padahal sebelum adanya terjadi bencana alam, bahkan Sumbar mengalami surplus beras yang mencapai 20.000 ton.
Melihat situasi itu, memang Sumbar harus melakukan berbagai upaya antisipasi, sehingga kondisi ketersediaan beras bisa tercukupi.
"Persoalan ketersediaan beras ini kami memang berkoordinasi dengan Bulog," tegasnya.
Kemudian Syaiful memperkirakan terhitung Agustus 2024 hingga seterusnya, produksi beras di Sumbar akan berangsur meningkat secara bertahap, mengingat Kementerian Pertanian akan memulai melakukan pemulihan lahan untuk daerah yang lahan pertaniannya terdampak bencana alam.
"Jadi sebelumnya Gubernur Sumbar telah bertemu langsung dengan Menteri Pertanian, hasilnya pemerintah pusat akan bantu pemulihan lahan. Inilah yang kami harapkan kondisi pertanian di Sumbar bisa kembali pulih pula," ucapnya.
Selain membantu pemulihan lahan, Pemprov Sumbar juga turut mengusulkan adanya perbaikan irigasi, alat pertanian, dan kebutuhan lainnya dalam melakukan pemulihan pertanian yang terdampak bencana alam.
Terpisah, Sekretaris Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar Ferdinal Asmin mengatakan dari data yang dirangkum sejak bencana erupsi Gunung Marapi tanggal 3 Desember 2023 lalu hingga bencana Mei 2024 ini telah berdampak pada lahan pertanian yang ada di sekitar Gunung Marapi.
"Kami telah merangkum data-datanya, bahkan telah kami buatkan proposal kepada Menteri Pertanian tertanggal 13 Maret 2024 sebagai bentuk upaya meminta bantuan ke Mentan terkait penanganan dampak bencana alam terhadap pertanian di Sumbar," katanya.
Ferdinal merinci dimulai dari bencana 3 Desember 2023 lalu berdasarkan laporan Dinas Pertanian Kabupaten dan Kota yang terdampak, diperkirakan sekitar 2.158,30 ha lahan pertanian di Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan Kota Padang Panjang terdampak oleh abu vulkanik Gunung Marapi.
"Lahan pertanian yang terdampak itu berada di sekitar Gunung Marapi yang juga merupakan sentra produksi tanaman hortikultura terutama sayuran di Sumbar," ujarnya.
Di daerah itu, komoditas unggulan paling terdampak adalah komoditas tanaman hortikultura seperti bawang merah dan cabe serta sejumlah tanaman sayuran lainnya.
Gejala dampak yang dirasakan adalah daun tanaman tertutup abu vulkanik yang mengganggu pertumbuhan tanaman.
"Dari testimoni sejumlah petani, dilaporkan bahwa petani telah mengalami kegagalan penanaman berulang kali karena abu vulkanik tersebut," jelas dia.
Kemudian pada tanggal 7-8 Maret 2024, Sumbar kembali mengalami bencana banjir akibat curah hujan yang sangat tinggi, dan telah menyebabkan sekitar 7.927,34 ha lahan pertanian terdampak.
Lahan pertanian yang terdampak banjir tersebut meluas di Kabupaten Agam, Pasaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Kabupaten Solok, Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Solok, dan Kota Sawahlunto.
Untuk komoditas pertanian paling terdampak adalah komoditas tanaman pangan dan hortikultura seperti padi, jagung, bawang merah, dan cabe serta sejumlah tanaman sayuran lainnya.
"Banyak lahan pertanian yang tergenang oleh luapan air sungai dan sebagian dari itu mengalami gagal panen (puso). Banjir bandang juga merusak sejumlah fasilitas pengairan, baik irigasi primer, sekunder, maupun tersier," sebutnya.
Begitupun untuk kondisi bencana banjir lahar dingin yang terjadi pada 11 Mei 2024 lalu. Bahkan banjir lahar dingin ini juga dibarengi dengan banjir bandang di sejumlah daerah.
Hal tersebut turut menyebabkan sejumlah lahan pertanian di Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan Kota Padang Panjang terdampak oleh banjir lahar dingin tersebut.
Menurutnya untuk kejadian banjir pada lahan-lahan pertanian lainnya akibat curah hujan tinggi juga terjadi dalam rentang tanggal 11 - 14 Mei 2024 itu, juga turut menyebabkan sejumlah lahan pertanian di Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Payakumbuh, Kabupaten Solok Selatan dan Kota Sawahlunto, terdampak oleh banjir tersebut.
Selain itu, Ferdinal menyampaikan berdasarkan laporan petugas lapangan BPTPH Dinas Perkebunan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumbar bencana banjir ini telah merusak sejumlah areal pertanaman padi, jagung, cabe, tomat, terong, dan sayuran lainnya.
Gejala dampak yang dirasakan adalah tertimbunnya lahan pertanaman dengan material erupsi Gunung Marapi itu, juga telah merusak sejumlah fasilitas pengairan, baik irigasi primer, sekunder dan tersier.
Untuk itu, Pemprov Sumbar telah mengajukan kebutuhan penanganan dan pemulihan dampak kepada Kementerian Pertanian RI, yakni untuk padi yang terdampak luasnya 4.416,64 hektare dan luas itu turut terjadi puso seluas 725,05 hektare.
Lalu untuk jagung luas lahan yang terdampak mencapai 1.098,28 hektare dan mengalami puso 320,45 hektare. Kemudian cabai merah juga turut merasakan dampak bencana dengan luas 155,10 hektare dan terjadi 32,38 hektare.
Selanjutnya untuk bawang merah lahan yang terdampak 32,60 hektare dan yang mengalami puso 9,00 hektare. Serta untuk sayuran lainnya yang tercatat terdampak seluas 268,55 hektare dan yang mengalami puso 93,50 hektare.
"Jadi total lahan yang terdampak itu tercatat 5.971,08 hektare dan kondisi pertanian yang mengalami puso mencapai 1.180,39 hektare," jelasnya.
Diakuinya melihat kondisi yang seperti itu, maka perlu bagi pemerintah untuk memberikan solusi dan kepedulian terhadap petani yang merasakan dampak akibat bencana alam tersebut.
Untuk itu, Pemprov Sumbar turut menyampaikan kebutuhan penanganan bencana terhadap pertanian itu ke Menteri Pertanian RI.
Kemudian secara bersama-sama dengan Pemprov Sumbar dan Pemerintah Kabupaten dan Kota turut mengambil langkah-langkah mitigasi dan adaptasi bencana tersebut.