Bisnis.com, MEDAN - Pemanfaatan teknologi ke sektor pertanian terbukti mendorong peningkatan hasil yang signifikan pada salah satu sektor krusial ini.
Ialah Kelompok Tani (Poktan) bernama Juli Tani di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang yang sukses bertani cabai dengan mengimplementasikan teknologi pertanian mutakhir, sehingga hasil panen mereka saat ini mampu menembus 20 ton per hektare dari total luas lahan kelompok sekitar 8 hektare.
"Awalnya 12 ton per hektare, lalu terus meningkat jadi 17 ton, 19 ton, sampai sekarang rata-rata 20 ton cabai per hektare setiap musim panen. Kami sendiri ada dua kali tanam dalam setahun, yakni pada Juni dan November," kata Yareli, Ketua Poktan Juli Tani saat dikunjungi Tim Jelajah Jurnalistik Bisnis Indonesia ke Poktan Juli Tani pekan lalu, Kamis (6/6/2024).
Poktan Juli Tani merupakan 1 dari 11 kelompok tani yang ada di Desa Sidodadi Ramunia. Sejak 1989, kelompok ini beralih membudidayakan tanaman cabai lantaran sawah yang mereka garap tidak mendapat asupan air yang cukup dari bendungan karena terletak di ujung desa.
Namun, hasil tanaman cabai poktan yang berdiri pada 1982 ini belum maksimal karena pola tanam yang belum serentak. Rata-rata panen cabai saat itu baru mampu mencapai 12 ton per hektare.
Sebagai satu-satunya kelompok yang membudidayakan cabai, aktivitas Poktan Juli Tani terpantau oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumut (KPw BI Sumut) dan dijadikan klaster cabai merah pada 31 Mei 2017 dalam rangka mendukung program Bank Indonesia dalam pengendalian inflasi.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, komoditas cabai hampir selalu menjadi penyebab tingginya inflasi pangan di Sumut. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut mencatat komoditas cabai merah menyumbang andil inflasi terbesar pada Mei 2024, yakni 0,37% (month-to-month) dari tingkat inflasi pada bulan tersebut 0,48% (mtm).
"BI saat itu membina kami soal menanam cabai yang baik. Lahan demplot awal itu sekitar 10 hektare.Mulai dari mengolah lahan, proses pembibitan, dan penanaman, sampai ke pengamatan. Alhamdulillah kenaikannya cukup signifikan. Dari awalnya 12 ton per hektare, pasca pembinaan jadi 17 ton," terang Yareli.
Seperangkat teknologi untuk mendukung pertanian cabai yang diminta petani juga diberikan, di antaranya alat untuk mengukur tingkat kesuburan tanah, serta alat pendeteksi cuaca.
Yareli mengakui keberadaan alat tersebut amat membantu kelompoknya dalam budi daya cabai. Para petani tak perlu lagi mengira-ngira total kebutuhan pupuk untuk lahannya. Teknologi bernama Jinaui bikinan Universitas Gadjah Mada itu memberi rekomendasi yang dibutuhkan petani.
Begitupun teknologi Automatic Weather System (AWS) yang memberikan informasi cuaca terkini, dengan jangkauan hampir satu kecamatan.
"Sentuhan teknologi pada 2019 bikin panen kami naik lagi mencapai kurang lebih 19 ton per hektare. Tahun 2020, naik lagi jadi 20 ton per hektare. Saat itulah bibit cabai kami patenkan," kata lulusan Fakultas Teknik ini.
Saat ini ada dua jenis bibit cabai yang telah dipatenkan Poktan Juli Tani, yakni Jusiber Ungu (2021) dan Jusiber Hijau (2022), dengan hasil produksi diklaim rata-rata 20-21 ton per hektare. Pada puncak panen raya, Yareli mengaku kelompoknya bisa memetik cabai mencapai 9 ton per hari dalam sekali panen, dengan lahan binaan kini mencapai 40 hektare.
Cabai merah Poktan Juli Tani sudah memiliki mitra atau buyer tetap dari Pekanbaru. Guna menjaga kestabilan tingkat inflasi, BI juga menginisiasi kerja sama antar daerah, di mana Poktan Juli Tani bermitra dengan Pasar Lambaro Banda Aceh dan Koperasi Maju Bersama Batam, Kepulauan Riau.
"Kami distribusikan ke daerah-daerah tadi 40%, sementara 60% lagi untuk memenuhi kebutuhan lokal," pungkas pria yang pernah menjadi guru SMK ini.
Sejalan, Poktan Juli Tani juga mengembangkan inovasi lain yang selini dengan pertanian mereka, seperti pengolahan sampah organik menjadi kompos; serta industri hilir komoditas cabai dengan produk berupa chili powder, chili flakes, dan saos sambal yang pasarnya diakui Yareli masih terbatas.
Tidak hanya memberi dampak terhadap perekonomian masyarakat, poktan Juli Tani juga menjadi rujukan budi daya cabai merah organik khususnya di Sumatra. Hampir setiap waktu, Poktan yang beranggotakan 105 petani ini kedatangan mahasiswa magang dari berbagai daerah. (K68)