Bisnis.com, MEDAN — Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatra Utara (Sumut) menyebut ekspor karet alam Sumut pada Maret 2024 turun signifikan hingga 13,65% (month-to-month/mtm) atau sebesar 17.517 ton dari bulan Februari lalu.
Sekretaris Eksekutif Gapkindo Sumut Edy Irwansyah mengatakan, amblasnya volume ekspor karet alam Sumut tersebut bahkan lebih parah jika dilihat secara tahunan.
Ia menyebut grafik penurunan volume ekspor karet pada Maret 2024 cukup dalam, menyentuh angka 46.32% (year-on-year) jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
"Secara year-on-year bila dibanding Maret 2023, terjadi penurunan sebesar 46.32%. Bila melihat rata-rata normal volume ekspor bulanan sekitar 42 ribu ton maka terlihat kinerja ekspor karet Sumatra Utara terus mengalami pelemahan," kata Edy dalam keterangan resmi, Senin (22/4/2024).
Edy mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan volume ekspor karet Sumut terus anjlok. Pertama, berkurangnya permintaan dari pabrik ban karena stok material mereka masih mencukupi.
Persediaan stok di pabrik ban merupakan wujud antisipasi. Pasalnya, negara sentra produksi karet mengalami penurunan produksi akibat gugur daun yang terjadi setiap tahun.
Baca Juga
Kedua, adanya komitmen pabrik pengolahan karet untuk memenuhi regulasi anti deforestasi (EUDR) yang dicanangkan Eropa.
Edy mengatakan, telah ada pemberitahuan dari beberapa industri ban besar kepada salah seorang pengusaha karet lokal bahwa industri mereka tidak akan membeli karet dari pabriknya jika belum berkomitmen mengikuti ketentuan EUDR.
"Sejalan dengan hal tersebut, volume ekspor ke Eropa sudah berkurang. Dari data ekspor untuk 5 negara tujuan utama, biasanya Turki sebagai salah satu negara Eropa yang berada di 5 besar, tapi kali ini Turki turun ke posisi 8," ujar Edy.
Sebagaimana data dari Gapkindo, ekspor pada pengapalan Maret 2024 menunjukkan ada 25 negara tujuan ekspor karet alam Sumut, dengan 5 (lima) posisi teratas adalah Jepang 31,05%; Amerika Serikat 18,93%; Canada 8,20%; Brazil 6,10%; dan China 6,00%.
Di samping itu, lanjutnya, penurunan produksi akibat pasokan Bokar yang kian terbatas terus berlanjut. Selain karena tingkat konversi lahan karet ke komoditas lain yang tinggi, pada bulan April ini tengah masuk musim kemarau sehingga produksi karet di Sumut secara umum sedang berada pada puncak penurunan.
"Keadaan itu diperberat akibat sumber Bokar impor dari Afrika saat ini sudah dilarang ekspor, kalaupun masih ada untuk menyelesaikan kontrak lama," tambahnya.
Edy mengatakan, terjadi peningkatan harga karet SIOCM-TSR20 rata-rata bulanan Februari ke Maret sebesar 8,54 sen AS per kg sehingga harga jualnya menjadi 164,04 sen.
"Dari rataan bulanan Maret sedikit menurun dibandingkan harga penutupan pada 5 April sebesar 162,6. Sepinya permintaan turut memicu pergerakan harga yang lambat," tutupnya. (K68)