Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua DMSI Beberkan Penyebab Industri Sawit Indonesia 'Tertidur'

Dewan Minyak Sawit Indonesia menyoroti beberapa hal yang membuat pertumbuhan industri sawit di Indonesia relatif stagnan.
Dewan Minyak Sawit Indonesia menyoroti beberapa hal yang membuat pertumbuhan industri sawit di Indonesia relatif stagnan meski dikenal sebagai negara produsen sawit terbesar di dunia.
Dewan Minyak Sawit Indonesia menyoroti beberapa hal yang membuat pertumbuhan industri sawit di Indonesia relatif stagnan meski dikenal sebagai negara produsen sawit terbesar di dunia.

Bisnis.com, MEDAN - Dewan Minyak Sawit Indonesia menyoroti beberapa hal yang membuat pertumbuhan industri sawit di Indonesia relatif stagnan meski dikenal sebagai negara produsen sawit terbesar di dunia.

Ketua Umum DMSI Sahat M Sinaga menyebut negeri ini terlalu lama tertidur lantaran minimnya inovasi.

“Dari sisi teknologi, tidak ada perubahan dalam teknologi pengolahan minyak sawit. Masih menggunakan wet process, yakni pakai air untuk steam (uap). Teknologi ini tidak tepat digunakan untuk makanan. Dari tahun 1922 sejak pabrik pengolahan sawit pertama didirikan di Indonesia, sampai sekarang berarti sudah 101 tahun kita tidur,” kata Sahat kepada Bisnis.com di sela-sela pembukaan Pameran Kelapa Sawit Indonesia ke-13 di Medan, Rabu (4/10/2023).

Sahat menyebut wet process dalam pengolahan minyak sawit hanya akan membuat kandungan gizi dalam sawit terbuang akibat penggunaan temperatur yang tinggi, yakni mencapai lebih dari 100 derajat Celcius. Ia mengatakan, industri pengolah minyak sawit sudah saatnya beralih ke dry process.

Teknologi dry process dalam pengolahan minyak sawit menggunakan temperatur berkisar 85 derajat Celcius. Cara ini akan membuat kandungan gizi sawit tetap terjaga sepanjang proses pengolahan mulai dari tandan buah segar sampai menjadi minyak goreng. 

“Seharusnya industri sawit Indonesia ini, khusus untuk makanan, ya, pakai dry process. Jangan dibuang vitamin dalam minyak sawitnya seperti yang selama ini dilakukan. Ada teknologinya untuk itu. Tapi orang kita minim inovasi,” kata Sahat.

Selain itu, Sahat juga menyebut dukungan pemerintah dalam pembangunan industri sawit di Indonesia masih sangat minim.

Regulasi yang ada saat ini dinilai Sahat menjadi salah satu penghambat. Ditambah lagi berbagai isu negatif seputar kerusakan lingkungan yang menerpa salah satu komoditas unggul Indonesia ini.

Sahat mengusulkan agar pemerintah membentuk badan khusus yang mengelola komoditas-komoditas strategis di Indonesia. Ia meyakini, pengelolaan sawit yang tertata dari hulu ke hilir akan berdampak positif pada perekonomian Indonesia.

“Dibikin aja di satu lembaga. Misalnya namanya lembaga komoditi strategis nasional. Nanti isinya sawit, karet, gula, kopi, kakao, dan minyak atsiri. Kalau ini dikelola secara cepat dan tepat dari hulu ke hilir, saya yakin di 2045, antara 15-20% GDP nasional bisa disumbang dari ini,” katanya.

Senada dengan Sahat, Kepala Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Sumut, Firsal Mutyara yang turut hadir membuka Pameran Kelapa Sawit terbesar di Indonesia ini juga menegaskan pentingnya dukungan pemerintah khususnya di Provinsi Sumut dalam mengembangkan industri sawit.

Firsal menyebut, posisi Sumut sebagai produsen sawit terbesar di Indonesia telah disalip Riau dengan hasil produksi sawitnya yang kini mencapai 10 juta ton. Sementara produksi sawit Sumut saat ini hanya 6-7 juta ton. 

"Ini karena Sumatera Utara tidak fokus mendukung pada industri hilir komoditasnya. Kita banyak terfokus pada industri jasa," kata Firsal. 

Ia berharap pengusaha-pengusaha sawit terutama yang hadir dalam pameran itu lebih giat berinovasi dan mampu dikenal dunia luar melalui riset dan teknologi yang dikembangkannya.

Indonesia Palm Oil Expo atau Palmex Indonesia ke-13 merupakan salah satu expo terbesar di Indonesia yang diselenggarakan pada 04-06 Oktober di Medan.

Expo berskala internasional ini bertujuan mempertemukan perusahaan hulu dan hilir kelapa sawit serta industri pendukungnya agar terjadi pertukaran informasi seputar situasi terkini di lapangan, perkembangan teknologi terbaru, hingga diskusi seputar tantangan industri sawit di masa depan.

Ada kurang lebih 150 brand dari 10 negara yang ikut pameran. Antara lain Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, China, India, Inggris, Prancis, Nigeria, dan Amerika Serikat. (K68) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Delfi Rismayeti
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper