Bisnis.com, PEKANBARU -- Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Johanis Tanak memberikan peringatan serius terkait politik uang, terutama menjelang pemilu yang digelar tahun depan.
Johanis Tanak menyoroti praktik politik uang yang sering disebut sebagai "serangan fajar" yang kerap muncul menjelang tahun politik, khususnya dalam persiapan Pemilu 2024.
Dia menekankan perlunya semua pihak untuk waspada terhadap fenomena ini, karena politik uang bertujuan memengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan mereka.
"Saya perlu mengingatkan kepada kita semua, tidak lama lagi kita menghadapi tahun politik. Politik uang atau disebut masyarakat dengan istilah serangan fajar sama-sama perlu kita waspadai," ujarnya di Pekanbaru, Senin (25/9/2023).
Pada praktik politik uang itu, politikus menggunakan berbagai modus, seperti memberi uang kepada masyarakat pada momen Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan Pemilihan Legislatif (Pileg).
Uang tersebut diberikan dalam berbagai alasan, termasuk kegiatan sosial atau bantuan sesama, baik dalam bentuk uang maupun barang.
Baca Juga
Dia menilai boleh saja politisi memberikan bantuan kalau memang niatnya membantu. Tapi dirinya mempertanyakan kenapa harus menjelang pencoblosan yang sudah akan digelar pada Februari 2024.
Johanis menekankan pentingnya pemahaman politik bagi masyarakat, karena apabila memilih berdasarkan pengaruh uang, tidak akan menghasilkan pemimpin berkualitas untuk Indonesia di masa mendatang.
"Diharapkan kepada masyarakat dapat melihat dengan jeli. Karena apa yang kita terima hari itu menentukan masa depan Indonesia. Untuk politikus yang melakukan serangan fajar, tak tertutup kemungkinan akan dipantau oleh aparat penegak hukum," ujarnya.
Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar menyebut korupsi bukan hanya tindakan kriminal yang merugikan negara, tetapi juga merugikan perekonomian, sehingga banyak tujuan pembangunan negara atau daerah tidak tercapai akibat kasus korupsi.
"Oleh karena itu, pemberantasan korupsi perlu dilakukan secara massif dan berkelanjutan," ungkapnya.
Dia menekankan bahwa pemberantasan korupsi tidak dapat berhasil secara efektif dan efisien tanpa dukungan dan partisipasi aktif masyarakat serta semua elemen masyarakat, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan kelompok perempuan.
Syamsuar menjelaskan pada 2021, Pemerintah Provinsi Riau telah menjalin kerja sama dengan KPK dalam rangka penerapan aplikasi Whistle Blowing System atau WBS di wilayah tersebut.
"WBS adalah sistem pengaduan masyarakat yang terintegrasi dan berbasis elektronik di Pemerintah Provinsi Riau dengan tujuan menciptakan tata kelola pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme," pungkasnya.