Bisnis.com, MEDAN - Sumatra Utara (Sumut) telah lama menjadi salah satu daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia jika merujuk dari rekam sejarahnya.
Pengamat ekonomi Universitas Sumatra Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo mengatakan Belanda telah membangun perkebunan kelapa sawit berskala besar pertama di Indonesia di Provinsi Sumut tahun 1911.
Tak heran jika kini komoditas turunan kelapa sawit Crude Palm Oil (CPO), menjadi tulang punggung ekspor di Sumut. Bagaimana tidak? CPO menyumbang sekitar 30 persen nilai ekspor di Sumut.
"Perkebunan sawit telah memiliki kontribusi besar bagi perekonomian suatu daerah, mengingat produk turunan dari tumbuhan kelapa sawit yang sangat beragam," ujar Wahyu kepada Bisnis, Jumat (19/5/2023).
Menurut Wahyu, perkembangan wilayah di Sumut menjadi semakin cepat sejak zaman kolonialisme tatkala perkebunan khususnya kelapa sawit dan karet semakin berkembang.
Bahkan, ia pun menyebut waktu itu Sumut juga sempat mengalami kekurangan tenaga kerja dan harus mendatangkan pekerja dari luar wilayah seperti Pulau Jawa dan luar negeri seperti China, India dan Malaysia.
"Hasilnya perekonomian Sumut menjadi tumbuh dan berkembang," sambungnya.
Jika melihat perkembangannya hingga saat ini, Wahyu menilai perkebunan kelapa sawit menciptakan peluang pekerjaan yang besar dan nilai tambah ekonomi yang tinggi. Selain itu pun, banyak pula produk turunan (hilirisasi) yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit.
Untuk terus mempertahankan nilai kelapa sawit dan dapat terus memberikan dampak bagi perekonomian daerah, salah satu langkah yang disebutnya bisa dilakukan adalah dengan pengembangan hilirisasi produk sawit di Sumut.
Berdasarkan kondisi riil, saat ini Sumut masih banyak mengekspor CPO yang merupakan turunan buah kelapa sawit.
Padahal, menurut Wahyu CPO dapat diolah kembali menjadi produk turunan yang lebih besar nilai tambahnya, karena harganya yang lebih mahal.
"Di samping itu, jika ada pabrik pengolahannya di Sumut, maka akan memberikan efek multiplier yang lebih besar seperti penciptaan lapangan pekerjaan langsung maupun tidak langsung. Tentunya daerah tersebut akan semakin berkembang dan semakin banyak penduduk yang tinggal di sekitar kawasan. Dengan demikian, sektor perdagangan akan semakin tumbuh dan ekonomi akan semakin maju," jelas Wahyu.
Dengan demikian, lanjutnya, Sumut memerlukan investasi yang lebih banyak dalam pengolahan CPO.
Pemberian insentif dan kemudahan, penyediaan sarana prasarana yang mendukung, harga energi yang bersaing, pendidikan dan keterampilan masyarakat yang semakin tinggi, keamanan dan kenyamanan dalam berproduksi, sangat diperlukan agar investor tertarik merealisasikan investasinya di hilir produk CPO.
"Apalagi jika kemudian pemerintah membatasi ekspor CPO ke luar negeri dan meminta perusahaan asing untuk memindahkan pabriknya di Indonesia agar dapat menciptakan efek multiplier yang lebih tinggi bagi perekonomian nasional dan Sumut khususnya," timpalnya.