Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perusahaan Asing Menjual Pulau Panangalat Mentawai, Ini Kata BPN

Persoalan adanya orang asing yang menjual Pulau Panangalat itu secara aturan hukum tanah, BPN memiliki data-data yang valid.
Pantai Mapadegat di Mentawai, Sumatra Barat./Antara-Iggoy el Fitra
Pantai Mapadegat di Mentawai, Sumatra Barat./Antara-Iggoy el Fitra

Bisnis.com, TUA PEJAT, KEPULAUAN MENTAWAI - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, turut angkat bicara soal dijualnya Pulau Panangalat di website asing dengan harga USD$1 juta atau setara sekitar Rp15 miliar.

Kepala BPN Kabupaten Kepulauan Mentawai Isman Yandri mengatakan persoalan adanya orang asing yang menjual Pulau Panangalat itu secara aturan hukum tanah, BPN memiliki data-data yang valid.

"Jadi kenapa bisa dijual, kami di BPN ada mencatat kronologi soal Pulau Panangalat ini," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (11/1/2023).

Dia menjelaskan terkait status Pulau Panangalat sendiri, bila dirunut dari kronologi awal. Dimana berdasarkan Buku Tanah yang ada pada Kantor BPN Kabupaten Kepulauan Mentawai, bahwa objek dimaksud terdaftar dengan Sertipikat Hak Guna Bagunan (HGB) Nomor 1/Desa Pasakiat Taeleleu, dengan pemegang hak yakni PT Yaninda Wisata Nusantara yang berkedudukan di Jakarta, dengan luas 17. 400 m2.

Lalu berdasarkan Akta Jual Beli Wilayah Kecamatan Siberut Selatan Paulinus Sabelep selaku camat Siberut Selatan tanggal 16 Mei 2005 No.6/JB/2005, HGB dimaksud beralih ke PT ONU Mentawai Internasional.

"Sehingga di sana terjadi kegiatan pengecekan sertifikat yang dimohonkan oleh PPAT sementara Besli, pada tanggal 8 Desember 2016," ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Besli selaku camat Sipora Selatan selaku PPATS tanggal 8 Desember 2016, Nomor 56/PPATS-AJB/XII-2016, HGB No. 1 / Desa Pasakiat Taelelu tersebut beralih ke PT Laut Menari.

Menurutnya berdasarkan hal-hal di atas bahwa pemberian HGB telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas tanah, satuan rumah susun, dan Pendaftaran Tanah serta Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan Dan Hak Atas Tanah

Melihat pada ketentuan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Dikatakannya menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas tanah, satuan rumah susun, dan Pendaftaran Tanah.

Seperti di dalam Pasal 34 dijelaskan bahwa HGB diberikan kepada Warga Negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

Melihat pada ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas tanah, satuan rumah susun, dan Pendaftaran Tanah. Maka untuk HGB di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 3O tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
 
Lalu HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak guna bangunan di atas hak milik.

Selanjutnya pada Pasal 45 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas tanah, satuan rumah susun, dan Pendaftaran Tanah. HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

Serta untuk HGB dapat beralih, dialihkan, atau dilepaskan kepada pihak lain serta diubah haknya. Pelepasan hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.

Kemudian pada Pasal 46 dijelaskan bahwa Hak Guna Bangunan hapus karena berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaharuan haknya, yakni dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir.

"Alasannya itu mulai dari tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan/atau Pasal 43 serta banyak aturan lainnya," tegasnya.

Dia menjelaskan persoalan lain yang perlu diperhatikan yakni tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HGB antara pemegang HGB dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan.

Lalu cacat administrasi atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain. Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya.

Lanjut, sebelum jangka waktu berakhir, dilepaskan untuk kepentingan umum, dicabut berdasarkan Undang-Undang. Ditetapkan sebagai Tanah Telantar. Serta ditetapkan sebagai Tanah Musnah, dan berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian.

Pemanfaatan Tanah untuk hak guna bangunan di atas hak milik atau Hak Pengelolaan dan/atau pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.

"Jadi berdasarkan penjelasan tersebut di atas, BPN menyatakan bahwa adanya pemberitaan penjualan pulau di Mentawai adalah tidak benar," tegasnya.

Dia menyebutkan yang benar adalah pemilik HGB, yakni atas nama PT Laut Menari dimana badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper