Bisnis.com, PEKANBARU -- Pertemuan dengan Komisi XI DPR RI dimanfaatkan Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar untuk menyampaikan banyak hal terkait permasalahan sawit di Provinsi Riau.
Apalagi, dalam pertemuan itu juga dihadiri perwakilan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). BPDPKS adalah lembaga di bawah Kementerian Keuangan RI yang bertugas menghimpun triliunan dana sawit.
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan banyak jalan di wilayahnya yang rusak karena truk pembawa sawit. Bahkan kadang baru diperbaiki, tidak berapa lama rusak lagi karena truk pembawa sawit yang cenderung melebihi kapasitas. Karena itu BPDPKS dinilai harus memberikan perhatian terkait infrastruktur jalan yang rusak ini.
"Kami minta BPDPKS memberikan perhatian untuk perbaikan infrastruktur jalan yang hancur karena truk sawit," ujarnya dalam siaran pers, Minggu (20/11/2022).
Syamsuar juga menyoroti soal dana bantuan BPDPKS untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Provinsi Riau yang terbilang kecil. Dana yang diberikan berjumlah Rp30 juta untuk satu hektare kebun kelapa sawit masyarakat.
Menurut Syamsuar, dana bantuan untuk PSR masih kurang. Pasalnya, saat ini sedang terjadi inflasi akibat kenaikan harga BBM.
"Dengan kondisi inflasi saat ini, dana untuk PSR sebesar Rp30 juta per hektare dirasa kurang," kata Syamsuar.
Dilanjutkannya, selain karena kondisi inflasi, saat ini juga terjadi kenaikan harga pupuk. Hal tersebut juga cukup menyusahkan petani yang akan mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Riau. "Pupuk juga naik, kalau bisa dana untuk PSR ini ditambah, jangan hanya Rp30 juta," ujarnya.
Kemudian Syamsuar juga meminta BPDPKS memberikan bantuan pembibitan sawit untuk pesantren, peningkatan Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit dan juga peningkatan besaran pungutan PSDH.
Pada pertemuan itu, Syamsuar mengatakan Provinsi Riau merupakan daerah penghasil sawit terbesar di Indonesia. Dimana, berdasarkan data yang ada total luas perkebunan kelapa sawit di Riau mencapai 3,3 juta hektare.
"Namun itu belum termasuk lahan yang masuk kawasan hutan, kalau digabungkan bisa mencapai 4 juta hektare lahan perkebunan kelapa sawit di Riau," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, dari jumlah lahan perkebunan kelapa sawit di Riau tersebut, hingga saat ini masih ada juga yang belum memiliki Hak Guna Usaha (HGU). Dengan demikian, pemerintah tidak dapat memungut pajak, utamanya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Karena itu, kami mohon bantuan dari Komisi XI DPR RI untuk ikut menggesa pendataan tersebut. Karena ini peluang untuk mendapatkan uang bagi daerah, kalau hanya pemerintah daerah tentunya akan sulit," ujarnya.
Dijelaskannya perusahaan yang ada tersebut, hingga saat ini masih sebatas memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan tidak melanjutkan hingga HGU. Sementara hingga saat ini, sawitnya terus berproduksi.
"Ini tentunya ada peluang untuk mendapatkan uang dari pajak, karena sawitnya juga sudah berproduksi," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hatari mengatakan, tujuan utama pihaknya datang ke Riau dalam rangka pengembangan industri kelapa sawit. Karena itu, pihaknya ingin mendengarkan laporan dari semua pihak.
"Kami datang untuk mendengar, baik dari pemerintah daerah, asosiasi petani kelapa sawit dan berbagai pihak lainnya," ujarnya.
Tujuan utama pihaknya datang ke Riau dalam rangka pengembangan industri kelapa sawit. Karena itu, Komisi XI ingin mendapatkan masukan dari banyak pihak.
Selain dihadiri para anggota Komisi XI DPR, perwakilan dari BPDPKS, juga hadir beberapa asosiasi petani kelapa sawit di Riau serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di lingkungan Pemprov Riau.