Bisnis.com, PADANG - Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumatra Barat menyatakan akselerasi belanja APBN di daerah perlu dilaksanakan sebagai upaya pengendalian inflasi dari sektor kebijakan fisikal.
Kakanwil DJPb Provinsi Sumbar Heru Pudyo Nugroho mengatakan kendati belanja APBN perlu digenjot, namun kepada pemerintah daerah tetap harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian, agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
"APBN merupakan tumpuan dalam menjaga daya beli masyarakat dan mengendalikan inflasi dari sisi kebijakan fiskal," kata Heru di Padang, Kamis (22/9/2022).
Dia menyebutkan apalagi di Provinsi Sumbar, APBN masih memiliki peran yang dominan dalam perekonomian, karena porsi transfer ke daerah dari pemerintah pusat memegang porsi yang masih tinggi yaitu di atas 75% pendapatan daerah.
"Untuk itu tugas kita bersama-sama dalam menjaga pondasi APBN agar terus dibangun dan dijaga secara kuat dan disiplin. Akselerasi belanja perlu dilaksanakan, namun tetap harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian," tegasnya.
Heru menjelaskan melihat dari sisi kinerja APBN hingga Agustus 2022, pendapatan negara masih positif dan neraca perdagangan di Sumbar juga masih terjaga dan mengalami surplus.
Di sisi lain, belanja negara sudah menunjukan peningkatan melalui pencairan gaji dan tunjangan ASN ke-13 di Bulan Juli 2022.
"Hal ini diharapkan bisa menguatkan peran APBN sebagai shock absorber di masa krisis ini," ujarnya.
Heru menyatakan secara umum, realisasi APBN sampai dengan 31 Agustus 2022 di regional Sumbar terus menunjukan tren yang positif khususnya di sisi penerimaan.
Sampai dengan akhir Agustus 2022, realisasi pendapatan negara di Sumbar tercatat mencapai Rp6,85 triliun atau 73,57% dari target pada APBN 2022.
Pendapatan wilayah Sumbar mengalami pertumbuhan sebesar 38,77% (yoy) atau senilai Rp1.914,21 miliar. Persentase capaian realisasi pada bulan Agustus 2022 menurun dibanding data capaian persentase realisasi di bulan Juli 2022, karena terdapat revisi target Penerimaan Perpajakan untuk tahun 2022 dari Rp6.143,25 miliar menjadi Rp8.221,91 miliar yang dicatat di bulan Agustus 2022.
"Dari kinerja sebenarnya sudah bagus, kita berharap sampai penutupan tahun 2022 ini, tren positif ini tetap berlanjut," harapnya.
Heru menjelaskan secara nominal, realisasi komponen pendapatan terdiri dari penerimaan perpajakan mencapai Rp6,09 triliun (74,03 persen dari target) tumbuh 60,32% (yoy), dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp764,67 miliar (70,08% dari target), terkontraksi 32,96%.
Pendapatan negara bersumber dari penerimaan pajak dalam negeri dan penerimaan perpajakan perdagangan internasional (Bea dan Cukai).
Realisasi penerimaan pajak dalam negeri tercatat sebesar Rp3.229,88 miliar atau telah mencapai 61,22% terhadap target pada APBN 2022. Realisasi penerimaan pajak tersebut tumbuh 38,61% (yoy) yang didorong oleh peningkatan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh), karena adanya Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang berakhir pada 30 Juni 2022 serta peningkatan penerimaan PPN.
Secara nominal, PPh Non Migas masih menjadi jenis pajak yang berkontribusi terbesar terhadap total penerimaan pajak dalam negeri di Sumbar dengan nominal Rp2.424,59 miliar.
Secara sektoral, sektor Perdagangan Besar dan Eceran masih menjadi sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak dalam negeri yang mencapai Rp957,31 miliar atau 80,97% dari total penerimaan pajak dalam negeri di Sumbar.
Realisasi penerimaan komponen perpajakan dari kepabeanan dan cukai capaiannya hingga akhir Agustus 2022 sebesar Rp2.856,67 miliar atau 96,97% dari target 2022 dan tumbuh 94,83% (yoy).
"Pertumbuhan ini didorong oleh membaiknya kinerja penerimaan Bea keluar secara signifikan walaupun penerimaan Bea Masuk mengalami kontraksi dibanding tahun sebelumnya," sebut Heru.
Secara nominal, penerimaan Bea Cukai terdiri dari Penerimaan Bea Masuk (BM) sebesar Rp6,8 miliar (83,44% dari target), terkontraksi 7,98% (yoy), dan Penerimaan Bea Keluar (BK) mencapai Rp2.849,87 miliar (97,01% dari target revisi) tumbuh 95,35% (yoy), pada bulan Agustus 2022 sendiri penerimaan bea keluar turun dikarenakan turunnya tarif Bea Keluar produk CPO dan turunannya.
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan akhir Agustus 2022 mencapai Rp764,67 miliar (70,08% dari target), terkontraksi 32,96%.
Penurunan realisasi PNBP ini disebabkan karena adanya penurunan realisasi PNBP yang bersumber dari pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
"Belanja Negara mengalami sedikit penurunan, namun secara umum lebih baik dibanding bulan sebelumnya," ungkap dia.
Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Agustus 2022 mencapai Rp18,67 triliun (61,56% dari pagu APBN 2022), terkontraksi 3,45% dari tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp5,72 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp12,95 triliun.
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat terkontraksi sebesar 8,71 % (yoy). Lebih rendahnya realisasi Belanja Pemerintah Pusat periode Agustus 2022 dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya terutama disebabkan karena adanya penurunan realisasi pada seluruh komponen belanja kecuali Belanja Bantuan Sosial.
Akan tetapi, kinerja Belanja Pemerintah Pusat tersebut sebenarnya cenderung stabil dan tidak mengalami penurunan yang tajam apabila dibandingkan dengan pagu anggarannya.
"Jika dibandingkan dengan Juli 2022, growth pada komponen belanja-belanja yang terkontraksi tersebut mengalami perbaikan," katanya.
Realisasi Belanja Pegawai sampai dengan 31 Agustus 2022 mencapai Rp3,02 triliun atau 65,45% dari pagu, terkontraksi 0,32 % (yoy).
Penurunan ini disebabkan oleh penurunan jumlah pegawai akibat adanya mutasi dan pensiun pegawai.
Sementara itu, realisasi Belanja Barang mencapai Rp1,88 triliun atau 48,15% dari pagu, terkontraksi 17,90 % (yoy) yang disebabkan oleh adanya automatic adjustment terhadap beberapa akun Belanja Barang.
Di sisi lain, Belanja Modal mampu terealisasi sebesar Rp799,74 miliar atau 36,52% dari pagu, terkontraksi 13,74% (yoy) yang disebabkan selain karena adanya automatic adjustment juga karena beberapa pekerjaan yang baru dimulai di Semester II 2022.
"Pada bulan September 2022, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa automatic adjustment atas beberapa komponen belanja barang dan belanja modal akan dibuka. Jadi diharapkan akselerasi belanja akan terlaksana dan pada akhir Triwulan III Belanja Negara akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan," ujar Heru.
Dia menjelaskan untuk realisasi TKDD sampai dengan akhir Agustus 2022 mencapai Rp12,95 triliun atau 66,14% dari pagu dan mengalami penurunan sebesar 0,92% (yoy) dibanding tahun lalu pada periode yang sama.
Hal ini didorong utamanya oleh penurunan penyaluran Dana Bagi Hasil yang terkontraksi sebesar 20,84% dari Rp 279,59 miliar pada Agustus 2021 menjadi Rp221,33 miliar untuk periode Agustus 2022 ini.
Selain itu terdapat penurunan realisasi Dana Insentif Daerah yang hanya sebesar Rp.46,75 miliar, terkontraksi sebesar 82,65%. Akan tetapi, hal ini terjadi karena adanya penurunan pagu DID menjadi hanya sebesar Rp81,12 miliar di tahun 2022. Sehingga, secara persentase, capaian realisasi DID untuk Triwulan II 2022 sebesar 57,63% dari pagu.
Realisasi penyaluran Dana Transfer Khusus (DAK) Fisik pada Agustus 2022 sebesar Rp496,77 miliar atau sebesar 26,81% dari total pagu dana yang disediakan, tumbuh sebesar 22,54%.
Sedangkan DAK Non Fisik terealisasi sebesar Rp2.154,91 miliar atau 58,22% dari pagu, terkontraksi 5,68% dibanding periode yang sama tahun 2021.
Sementara itu, Dana Desa sampai dengan akhir Agustus 2022 dapat terealisasi sebesar Rp668,73 miliar atau 77,13 % dari pagu atau mengalami peningkatan sebesar 1,49 % (yoy).
Penyaluran Dana Desa dapat tumbuh didorong oleh adanya kebijakan penyaluran BLT Dana Desa tiga bulan sekaligus.
“Dengan berakhirnya Program Pengungkapan Sukarela pada 30 Juni 2022 dan kebijakan Flush Out atas komoditas CPO pada 31 Juli 2022, penerimaan Pajak Dalam Negeri dan Bea Perdagangan Internasional akan mengalami normalisasi," jelasnya.
Namun, kinerja APBN perlu terus dijaga agar dapat terus berfungsi optimal sebagai bantalan peredam (shock absorber), karena adanya krisis ekonomi dan geopolitik di dunia Internasional serta berbagai krisis dan tantangan perekonomian yang dihadapi akibat peningkatan inflasi.
“Pada bulan Agustus 2022, Provinsi Sumbar mencatatkan deflasi berdasarkan sumbangan tingkat inflasi Kota Padang dan Kota Bukittinggi, akan tetapi hal ini tidak boleh membuat kita lengah untuk terus bekerja keras mengawal APBN. Bagaimanapun juga, secara year on year (yoy) tingkat inflasi kita masih tinggi, sebesar 7,11% (yoy) atau 5,48 (ytd), jauh lebih tinggi dari tingkat inflasi nasional sebesar 4,69% (yoy) atau 3,63% (ytd)," tutup Kakanwil.